Pages

Kamis, 06 Oktober 2022

Fikih Humanis: Menggali Jati Diri Manusia dan Mengarifi Perbedaan

Sumber: kompas.com


Walaupun sudah banyak literatur yang membahas tentang keselarasan antara Islam dan HAM, perdebatan di seputar HAM dan kaitannya dengan Islam masih terus bergulir dalam perbincangan umat Islam. Perdebatan ini melibatkan dua corak pembacaan yang menonjol, yaitu pembacaan literalis dan progresif. Corak pembacaan literalis menekankan kesenjangan yang tajam dan nyaris tidak bisa didamaikan antara norma-norma Al-Qur’an dan hadis dan standar HAM yang diakui secara internasional. Mereka berkeyakinan keduanya secara inheren memiliki nilai-nilai yang berbeda dan bahkan saling bertentangan. 

Sebaliknya, corak pembacaan progresif meyakini bahwa Al-Qur’an dan hadis memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang secara substantif selaras dengan HAM. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan kemuliaan semua keturunan Adam, atau kesamaan derajat setiap orang, laki-laki dan perempuan yang hanya berbeda di hadapan Tuhan karena derajat ketakwaan masing-masing, menjadi dalil yang mereka jadikan untuk mendukung keyakinan tersebut. Juga hadis-hadis Nabi, misalnya yang disampaikan pada saat khutbah perpisahan, yang menyatakan bahwa semua manusia sama belaka di hadapan Tuhan—orang-orang Arab tidak lebih hebat dibandingkan non-Arab atau orang-orang non-Arab tidak lebih istimewa dibandingkan orang-orang Arab, demikian halnya orang-orang berkulit putih tidak lebih tinggi derajatnya dibanding orang-orang berkulit hitam dan begitu juga sebaliknya—ditunjukkan sebagai bukti komitmen nyata Nabi Muhammad terhadap HAM.

 

Ada dua hal yang paling sering diperdebatkan dalam kaitan ini, yaitu status perempuan dan kebebasan beragama. Ketika sejumlah pemikir yang mengadopsi corak pembacaan progresif mempertanyakan ulang makna ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran yang mengartikulasikan posisi perempuan dalam masyarakat, institusi perkawinan dan kewarisan, misalnya, pemikir-pemikir literalis justru bersikeras tentang sempitnya ruang bagi reinterpretasi makna ayat-ayat tersebut. Bagi mereka, al-Quran jelas memberi tempat istimewa dan dominan bagi laki-laki, yang diyakini sebagai pemimpin yang dapat berpikir lebih rasional dalam mengatur rumah tangga dan masyarakat- Lagi pula, ayat-ayat tersebut—mereka tegaskan—telah menjadi dasar yang kukuh bagi wacana perempuan dalam fikih yang harus menerima posisi sebagai subordinat laki-laki. Sebagai salah satu konsekuensi dari kuatnya pengaruh corak pembacaan ini, kesan bahwa Islam memperlakukan perempuan secara diskriminatif dan tidak adil agak sulit dihindari.

 

Persoalannya semakin serius ketika menyangkut isu kebebasan beragama dalam Islam. Dalam corak pembacaan literalis, konversi agama merupakan hal yang sangat serius dan dikutuk sebagai bentuk kemurtadan. Ditekankan bahwa fikih menetapkan ancaman hukuman yang sangat berat bagi pelakunya, yaitu hukuman mati. Hukuman seberat itu dianggap layak karena beratnya derajat kesalahan orang yang berpindah agama. Bagi pemikir progresif yang berdiri di depan sebagai penganjur HAM, doktrin ini jelas merupakan pelanggaran langsung terhadap hak hidup seseorang yang merupakan hak paling dasar dalam pandangan HAM. Menurut keyakinan mereka, nyawa merupakan hak eksklusif Allah yang tidak boleh dihilangkan oleh siapapun dan dengan alasan apapun. Apalagi Al-Qur’an menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama4 —doktrin yang dipahami sebagai prinsip dasar dalam Islam. Contoh lain bisa ditambahkan terkait posisi non-Muslim sebagai dzimmi yang harus membayar jizyah (pajak kepala) jika ingin diterima hidup berdampingan dengan Muslim. Bagi para penganjur HAM, hal ini haruslah dipahami secara kontekstual, terutama terkait kebutuhan pengaturan sosial saat masa-masa awal Islam. Prinsip dasar Islam adalah memperlakukan warganya setara di hadapan hukum, sebagaimana terefleksi dari isi Piagam Madinah yang merupakan tonggak pembangunan peradaban Islam.

 

Dikutip dari Noorhaidi Hasan dalam Fikih Humanis; Meneguhkan Keragaman.

 

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

Fikih Humanis; Meneguhkan Keragaman pdf

The Official Indonesian Quran Translation pdf

Antologi The Suryakanta pdf

Kitab Lubb al-Ushul

Sumber: islam.nu.or.id

Kitab Lubb al-Ushul ini merupakan resume atau ringkasan kitab Jam’ul Jawami’ karya al-‘Allamah al-Tajj al-Subki. Sebuah kitab yang di dalamnya memuat penjelasan materi dua ushul; ushul fiqh dan ushuluddin, serta paket kajian yang dibahas bersama keduanya. Kitab ini memuat dua bagian, mukaddimah yang berisi definisi ushul fiqh, fiqh, hukum, dan pembagiannya. Serta berisi tujuh kitab pembahasan, lima kitab tentang dalil-dalil fiqh, yakni; pembahasan tentang Al-Quran, al-Sunnah, Ijma’, qiyas, istidlal.

Dilanjutkan dengan dua kitab keenam dan ketujuh, yakni pembahasan tentang ta’adul dan tarjih dan ijtihad yang menghubungkan antara dalil-dalil dan madlul-nya.

Dikutip dari Buku Terjemahan Lubb al-Ushul.

 

Dikutip dari Buku Terjemahan Lubb al-Ushul.

 

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

Terjemahan Lubb al-Ushul pdf

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer