Pages

Rabu, 26 Juni 2019

Aku Harap Engkau Menjadi Bidadari Surgaku, Duhai Istriku



Dunia ini memang sangat indah dan penuh kesenangan. Seorang yang beriman tentunya mencari kesenangan yang abadi, yang tidak melenakannya dalam kehidupan ini dan bisa ia bawa dalam kebadian. Kesenangan yang akan menemani perjalannnya di negeri persinggahan, dalam segala keadaan, suka maupun duka, lapang atau pun sempit. sukses maupun terpuruk.

Kesenangan semacam ini tentu sangat mahal nilainya dan tidak terbayarkan oleh segala bentuk kekayaan, Lalu apakah ada ksenangan yang bersifat demikian? Tentunya ada, itu adalah kesenangan terbaik dalam kehidupan dunia, ia adalah wanita yang shalihah.

Ada sebuah kisah nyata, seorang dokter terkenal spesialis penyakit wanita, ia pernah menikah beberapa kali dan ketika gagal membina rumah tangga, ia kecanduan kencan dengan para wanita kupu-kupu malam.

Dokter ini mengungkapkan sebab ia meninggalkan istrinya. “Aku pulang dari rumah sakit setelah menjalani pekerjaan yang melelahkan dan mendapati istriku memakai baju tidur, rambutnya acak-acakan, bau bawang merah dan bawang putih tercium dari tubuhnya. Ia menghidangkan makanan di atas meja hanya sebatas kewajiban dan berbicara denganku tentang masalah uang belanja. Kemudian saat malam tiba,  aku kembali dari klinik dan mendapatinya tertidur pulas dengan gaun  yang sama. (Dikutip dari buku Jangan Zalimi Suami, dr. Najah binti Ahmad Zhihar, hal : 81-82)

Saat seorang istri tidak memahami karakter lelaki yang menjadi teman hidupnya tentang hasratnya, seleranya, keinginannya, dan berbagai perkara yang membuat suami bahagia maka kehidupan rumah tangga akan terusik bahkan hancur.

Lelaki butuh wanita yang mampu membuatnya tenteram dan damai setelah sekian lama bergelut dalam luasnya pekerjaan yang membuatnya stres dan itu butuh ketenangan  hati dan badan. Barangkali tergambar dalam benaknya bahwa sang istri akan menyambut kedatangannya dengan aroma tubuh yang wangi, dandanan yang menggoda, dan akan memberinya servis memuaskan. Namun, ketika harapan melambung itu tidak ditemuinya, bahkan sang istri menganggap kedatangannya tidak ada yang spesial alias biasa-biasa saja maka bisa jadi suami kecewa sehingga ketika hal ini berulangkali terjadi maka kemesraan sejati lambat laun pudar warnanya. Tak jarang kondisi ini membuatnya meninggalkan istrinya.

Seorang istri hendaknya terus belajar memahami psikologi atau tabiat suami agar bisa menghadirkan cinta yang paling indah, dan memberikan pelayanan terbaik kepada orang yang dicintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla. Bisakah ia menjadi sosok bidadari shalihah sebagaimana wasiat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,

اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Dunia itu kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah.” (Diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasa`i, dan Ahmad. Redaksi ini sesuai riwayat  Muslim, Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Kitab Ar-Radha’ Bab Istihbabu Nikahil Bikri, X : 30)

Seorang istri akan menjadi qurrota a’yun (penghias pandangan) tatkala ia senantiasa bersungguh-sungguh menjalani bahtera rumah tangga karena iman dan mengharap pahala dan ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan kesadaran ini, ia akan memposisikan perannya sebagai istri yang taat pada suami, membuatnya ridha dan menghindari perkara-perkara yang dibenci suaminya.

Ummu Humaid menceritakan, “Kami para perempuan di kota al-Madinah, bila ada yang akan menjalani hidup suami-istri maka akan kami ajak menemui ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu. Kami akan membawanya ke hadapan beliau, lalu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu memegang kepalanya, mendoakannya, sambil memberi pesan agar ia bertakwa kepada Allah dan taat kepada suaminya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf IV : 305-306)

Disinilah kekuatan doa sangat besar agar Allah ‘Azza wa Jalla terus menjaga kelangsungan kehidupan rumah tangganya, menjaganya sehingga masing-masing pasutri mampu membina biduk pernikahan dalam ikatan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Berupaya maksimal menjalankan kewajibannya dengan baik agar bunga-bunga kebahagiaan terus bermunculan.

Setiap pria memiliki gaya hidup, selera, karakter, dan berbagai harapan tentang istrinya yang berbeda-beda. Ini setidaknya perlu dimengerti sehingga ia tidak akan membandingkannya dengan suami orang yang menurut pandangannya lebih mempesona!

Terimalah takdir ini dengan selalu berbaik sangka pada Allah ‘Azza wa Jalla. Dia lebih tahu siapa lelaki yang cocok untuk kita. Tak perlu terlalu mendramatisir keadaan yang justru sering membuat kita tidak bersyukur diberi-Nya figur lelaki shalih. Insyaa Allah.

Menjadi penyejuk hati.., inilah obsesi mulia setiap istri yang merindukan kebahagiaan sejati. Semoga romansa cinta Anda meretas hingga ke surga.
Sumber: muslimah.or.id 

Perbedaan Hak Perawan dan Janda Soal Akad Nikah

Sumber gambar: menariknya.com


Agama Islam merupakan agama yang sangat meninggikan posisi perempuan. Sejarah mencatat bahwa sebelum Nabi Muhammad saw. hadir menyampaikan syariat Islam, masyarakat jahiliyah di Mekkah sangat tidak adil dalam memperlakukan perempuan. Kaum hawa tidak mendapatkan hak bersuara dalam hal apa pun, tidak mendapatkan hak waris, tidak bisa menuntut nafkah yang layak, dan lainnya. Setelah Nabi Muhammad datang, mulailah perempuan mendapatkan tempat di masyarakat. Islam membuat mereka bisa mendapatkan hak waris, bisa menuntut nafkah yang layak bagi dirinya, dan bisa menyampaikan hak bersuara khususnya dalam bab nikah.

Di sisi yang lain, Islam juga tidak sampai kebablasan dalam memberikan kebebasan bagi perempuan, seperti perlakuan yang berbeda bagi perawan dan janda dalam bab nikah.

Dikutip dari Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 1992), juz II, hal. 429-430, disebutkan bahwa:

  ويجوز للأب والجد تزويج البكر من غير رضاها صغيرة كانت أو كبيرة لما روى ابن عباس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "الثيب أحق بنفسها من وليها والبكر يستأمرها أبوها في نفسها " فدل على أن الولي أحق بالبكر وإن كانت بالغة فالمستحب أن يستأذنها للخبر وإذنها صماتها لما روى ابن عباس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "الأيم أحق بنفسها من وليها والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها"

“Diperbolehkan bagi ayah atau kakek menikahkan anak perawan tanpa kerelaannya, baik kanak-kanak maupun dewasa sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anh, bahwa Nabi bersabda: ‘Janda berhak atas dirinya ketimbang walinya, dan ayah seorang perawan boleh memerintah untuk dirinya’. Hadits ini menunjukkan bahwa wali lebih berhak atas diri seorang perawan. Jika si perawan tersebut sudah dewasa, maka disunnahkan untuk meminta izin padanya, dan izinnya berupa diam, sebagaimana hadits riwayat ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda: ‘Janda lebih berhak bagi dirinya ketimbang walinya, dan perawan memberikan izin untuk dirinya, dengan cara diam’.”

Keterangan di atas menunjukkan bahwa ketika seorang perempuan statusnya adalah janda, maka dia harus bersuara untuk dirinya sendiri dalam akad nikah. Ia harus menyampaikan pendapatnya apakah dia bersedia menikah dengan seseorang yang dicalonkan bagi dirinya ataupun tidak. Dalam hal ini, suaranya lah yang paling menentukan kelangsungan akad nikah. Ia diposisikan sebagai pihak yang bisa menentukan nasibnya sendiri.

Berbeda halnya dengan perawan. Wali bisa memaksanya untuk menikah dengan lelaki yang baik baginya selama tidak ada bahaya. Muktamar ke-5 NU di Pekalongan pada tanggal 7 September 1930 yang menyinggung soal ini berpendapat bahwa tindakan wali semacam itu adalah makruh alias tidak dianjurkan. Ketika mudarat timbul akibat paksaan tersebut, hukumnya bisa berubah menjadi haram. Tetap disunnahkan untuk menanyakan pendapat si anak perawan tentang rencana pernikahannya, dan jika dia diam, maka hal tersebut menunjukkan persetujuannya. 

Alasan diamnya perawan dianggap sebagai persetujuan, bisa kita simak pada kelanjutan penuturan Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi:

ولأنها تستحي أن تأذن لأبيها فجعل صماتها إذناً

“Karena dia (perawan) malu menunjukkan kata izin pada ayahnya, maka dijadikanlah diamnya sebagai bentuk persetujuan.

Perlu diingat bahwa tidak semua wali berhak memaksa, hanya ayah atau kakeknya saja. Jika seorang perawan tidak lagi memiliki ayah atau kakek, dan walinya adalah selain mereka berdua atau wali hakim, maka wali yang bukan ayah atau kakek ini tidak bisa memaksa si perawan tersebut. Hal ini dinyatakan dalam kelanjutan penuturan Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi:

ولا يجوز لغير الأب والجد تزويجها إلا أن تبلغ وتأذن لما روى نافع أن عبد الله بن عمر رضي الله عنه تزوج بنت خاله عثمان بن مظعون فذهبت أمها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وقالت: إن ابنتي تكره ذلك فأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يفارقها وقال: "لا تنكحوا اليتامى حتى تستأمروهن فإن سكتن فهو إذنهن" فتزوجت بعد عبد الله بن المغيرة بن شعبة

“Tidak boleh bagi selain ayah atau kakek menikahkan perawan hingga dia dewasa dan memberikan pernyataan izinnya”.

Semoga pemaparan di atas bisa memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan perlakuan bagi perawan dan janda dalam akad nikah.
Sumber: nu.or.id

Doa Kepada Kedua Mempelai Pernikahan



Tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan fase kehidupan yang sangat membahagiakan. Kebahagiaan tersebut mengalir bukan hanya bagi pasangan yang menikah, namun juga bagi keluarga dan para sahabat.

Di Indonesia, sebagaimana di negara Muslim yang lainnya, pernikahan kerap dirayakan dengan walimah yang mengundang keluarga serta sahabat. Bagi yang diundang, wajib kiranya mendatangi walimah ini jika memang tidak ada halangan. Selain memberikan ucapan selamat, patut juga bagi para undangan untuk memberikan doa bagi pasangan yang sedang berbahagia.

Dikutip dari karya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, Al-Adzkâr al-Muntakhabah min Kalâmi Sayyid al-Abrâr (Surabaya: Kharisma, 1998), hal. 283, berikut ini adalah doa yang sepatutnya kita ucapkan bagi pasangan mempelai yang baru saja melangsungkan akad nikah. Doa tersebut ialah:
   
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ. بَارَكَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا فِيْ صَاحِبِهِ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ

Bârakallâhu laka wa jama’a bainakumâ fî khairin. Bârakallahu likulli wâhidin minkumâ fî shâhibihi wa jama’a bainakumâ fî khairin.

“Berkah Allah (semoga tercurahkan) bagimu. Dan (semoga) Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan. Berkah Allah (semoga tercurahkan) bagi masing-masing kalian berdua atas pasangannya, dan (semoga) Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.

Demikian doa selamat bagi mempelai ini. Semoga bermanfaat. Amin
Sumber: nu.or.id

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer