Pages

Sabtu, 30 November 2019

Aku Mengagumimu: Romansa itu Kamu

Sumber gambar: Gedubar.com

إنماالمرأة من نور الله، فهي ليست مجرد حبيبة أو حتى مخلوقة بل إنها خلاقة
Perempuan itu berasal dari Cahaya Tuhan. Dia bukan sekadar kekasih atau bahkan makhluk (diciptakan), tetapi juga yang menginpirasi. (Rumi)

“Kau tahu di surga ada bidadari yang cantik-cantik. Jika salah satu mereka menampakkan wajahnya di dunia niscaya mengalahkan gemerlapnya dunia. Paras cantiknya melebihi keindahan sinar rembulan dan silaunya sinar mentari. Sekalipun bidadari mendekatiku, aku tak akan berpaling darimu. Aku tak akan tergoda, karena di sisiku ada kamu.”

Itulah untaian kata indah yang disampaikan seorang sahabat Rasulullah Saw. bernama Said b. Amir kepada pendamping hidupnya. Mau tahu alasannya?

Suatu saat Said b. Amir mengajak serta istrinya berdagang ke kota Hams. Sang istri menyaksikan sendiri suaminya membawa dagangan yang banyak. Di pasar Hams, sang istri juga melihat dengan kepalanya sendiri dagangan suaminya dikerubuti dan dibawa pulang oleh orang-orang.

Dia sangat bergembira suaminya mendapatkan untung besar dari barang perniagaan yang mereka bawa dari Madinah. Oleh karenanya selagi masih di pasar, ia ingin suaminya membelikan baju baru dan parfum yang wangi buat dirinya dan juga keluarganya. Sekalipun mulutnya tidak berani mengutarakan secara langsung.

Tiba-tiba Said b. Amir berkata kepada istrinya: “Sebaiknya keuntungan dagang kita ini digunakan untuk bertransaksi apa? Selagi kita dapat untung besar, di pasar yang sedang ramai, supaya keuntungan kita ini bertambah lagi nilainya.”

Sang istri yang berpura-pura malu mengutarakan keinginannya menjawab: “Apakah Kakanda tak takut merugi?” Said b. Amir pun menjawab: “Saya jamin, tidak!”. “Ya kalau begitu, terserah Kakanda,” sahut sang istri sambil berharap dalam hatinya agar suaminya nanti lebih banyak lagi membawa oleh-oleh pulang.

Setelah disetujui istrinya, Said b. Amir membeli barang kebutuhan yang banyak. Tapi bukan untuk dijual lagi apalagi untuk oleh-oleh pulang ke Madinah. Sahabat Rasulullah itu justru membagi-bagikan secara cuma barang yang dibelinya dari hasil berdagang kepada fakir-miskin di kota Hims.

Melihat suaminya melakukan perbuatan yang jauh dari harapannya, sang istri pun menangis. Keuntungan ludes dan harapan yang tak sampai diutarakannya itupun sirna. Dengan mata berlinang ia protes kepada suaminya itu, tetapi sahabat Rasulullah ini malah tersenyum gembira.

Sambil memeluk sayang istrinya, Said b. Amir mengarahkan mata istrinya yang sayu akibat menangis ke satu titik. Mereka tiba-tiba menyaksikan bayangan surga dan melihat sahabat-sahabat yang sudah wafat berada didalamnya. Seketika itu Said b Amir berkata:

“Aku tak ingin masuk surga sendirian. Harus bersamamu. Dan aku tak akan menjadikan engkau tersisih sekalipun bidadari didatangkan untukku, Sayangku!!!”

Oleh sebab itu, bahagialah kalian para istri yang mengikhlaskan suami kalian berjuang untuk orang lain. Di dunia, waktumu terenggut, tapi di akhirat kalian miliki seluruh isi waktu suami kalian.

Dikutip dari islami.co


Wanita, Ku Mohon Tolong Berhati-hatilah Terhadap Lisanmu Ya

Sumber gambar: fandifilm.com

Perempuan terkenal sebagai makhluk yang gemar berbicara, dan dianggap sebagai makhluk yang paling cerewet. Pada dasarnya, perempuan memang memiliki kebutuhan untuk mengeluarkan 20.000 kata per harinya. Sedangkan pria hanya mengeluarkan 7.000 kata per hari. Oleh karena itulah perempuan begitu gemar mengobrol dan berbicara.

Menurut penelitian University of Maryland School of Medicine, secara ilmiah fakta tersebut memang benar adanya. Perempuan memang memiliki kebutuhan untuk mengeluarkan kata lebih banyak daripada pria per harinya. Pasalnya, otak perempuan memiliki lebih banyak “protein pidato” yang dikenal sebagai FOXP2 dan bertanggung jawab mengelola berapa banyak manusia berbicara. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa otak seorang perempuan memiliki 30% lebih banyak protein FOXP2 dibandingkan pria.

Oleh karena itu, sudah menjadi suatu kewajaran apabila seorang perempuan cenderung memiliki sifat yang cerewet dan gemar bercerita. Biasanya perempuan tak hanya gemar bercerita dengan teman-temannya saja, perempuan juga tentunya gemar bercerita terhadap sang suami. Namun seorang perempuan hendaknya berhati-hati saat bercerita dengan sang suami. Alih-alih memenuhi kebutuhan berbicara 20.000 kata per hari, perbincangan tersebut justru bisa saja memicu keretakan rumah tangga.

Memangnya hal apakah yang harus dihindari oleh seorang istri saat bercerita dan berbincang-bincang dengan sang suami? Rupanya, seorang istri hendaknya tidak menceritakan segala apapun tentang perempuan lain, baik itu sifat dan ciri-ciri perempuan tersebut di hadapan suaminya.

Meskipun perempuan yang diceritakan adalah sahabat, rekan kerja, ataupun lainnya. Padahal biasanya istri terkadang menceritakan kepada sang suami tentang aktivitas mereka bersama rekan kerja, sahabat, ibu-ibu arisan, ataupun yang lainnya.

Mengapa harus demikian? Ternyata dalam Islam, seorang istri dilarang menceritakan tentang perempuan lain di hadapan sang suami. Sebagai contoh, terkadang istri menceritakan tentang kecantikan, kebaikan, atau sifat-sifat perempuan lain di hadapan suaminya. Padahal cerita yang disampaikannya tersebut bisa saja membuat sang suami jatuh hati dan membayangkan perempuan lain yang diceritakan oleh sang istri.

Rasulullah SAW sendiri melarang hal tersebut dan menyebutkannya dalam sebuah hadis. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang istri mendeskripsikan sosok dan sifat perempuan lain di depan suaminya, seakan ia langsung melihatnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Sedangkan dalam hadis lain pun Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang istri menceritakan seorang perempuan lain lalu menyifati (kecantikan) perempuan itu kepada suaminya seakan-akan ia (suami) melihatnya.” (HR. Bukhari)

Ternyata salah satu hikmahnya menurut Ibnu Hajar al-Asqalani adalah agar sang suami tidak merasa tertarik dengan perempuan yang diceritakan. Apabila sang suami tertarik dengan perempuan yang diceritakan, maka yang dikhawatirkan adalah bisa saja hati sang suami tergerak untuk menceraikan sang istri dan menikahi perempuan yang diceritakan.

Tentunya boleh dengan batasan-batasan tertentu. Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa yang tidak boleh adalah seluruh hal terkait perempuan tersebut, sehingga seolah-olah suaminya tersebut telah melihatnya sendiri. Apalagi jika yang diceritakan adalah terkait bentuk tubuh dan hal-hal pribadi lainnya.

Tentu hal tersebut dikhawatirkan akan menghancurkan biduk rumah tangga yang selama ini telah dibina bersama karena fitrah manusia adalah mencintai hal-hal yang indah. Sebagaimana Allah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu perempuan-perempuan, anak-anak, harta yang banyak dari emas dan perak.” (QS. Ali-‘Imran: 14)

Dengan demikian, seorang perempuan hendaknya tidak terlalu sering bercerita perihal perempuan lain di hadapan sang suami, apalagi jika materi yang diceritakan sangat vulgar. Sebab bukan tidak mungkin jika seorang istri sering menceritakan hal-hal yang terkait dengan perempuan tersebut kepada sang suami, maka hati sang suami pun akan merasa penasaran, gusar, dan tertarik.

Di situlah setan akan mempermainkan hati sang suami sehingga tega menceraikan sang istri dan justru menikahi sahabat dari sang istri. Oleh karena itu, para perempuan hendaknya berhati-hati apabila hendak berbincang-bincang dengan suami mereka.

Dikutip dari islami.co

Abu Nawas dan Cinta itu Buta, Tuanku

Sumber gambar: islamidia.com


Khalifah Harun Al Rasyid tampak sedih. Pasalnya sang putra mahkota jatuh sakit. Sudah beberapa tabib didatangkan namun tak kunjung ada hasilnya. Menurut diagnosis para tabib itu penyakit yang diderita oleh putra mahkota sangat sulit dilacak. Akhirnya Khalifah membuat sayembara.

Dengan hadiah besar tentu membuat masyarakat berbondong-bondong mengikutinya. Namun hasilnya juga sama. Nihil. Tak satupun yang bisa memberikan putra mahkota kesembuhan. Kenyataan ini membuat Khlaifah Harun al Rasyid merasa terpukul. Hingga pada suatu hari seorang sahabat Abu Nawas memberanikan diri berkata,” Saya kira bisa mengobati penyakit putra baginda.”

Tentu tawaran ini membuat Khalifah kaget. Apa bisa Abu Nawas membuat putranya sehat seperti sedia kala. Namun kemudian raja berfikir. “Ada baiknya usul mustahil ini dicoba terlebih dahulu,” pikirnya.

Maka dipanggillah Abu Nawas. Tak lama kemudian Abu Nawas datang. Ia datang dengan tangan kosong tidak membawa peralatan yang dibutuhkan. Hal ini membuat Khalifah kembali merenung. “Apa benar Abu Nawas bisa mengobati penyakit putraku ini,” katanya dalam hati.

Sesaat kemudian dengan penuh keyakinan Abu Nawas tampak mulai bekerja. Ia kemudian masuk ke kamar putra mahkota. Dipandanginya wajah calon khalifah itu. Kemudian Abu Nawas berkata “Saya butuh seorang yang lanjut usia yang masa mudanya sering mengembara ke pelosok negeri.” Raja yang menunggu kemudian memerintahkan para pegawainya mencari seseorang yang dimaksud itu. Tak lama kemudian orang tua itu datang.

“Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah selatan,” ucap Abu Nawas kepada orang tua tersebut. Tatkala orang  tua menyebut satu-persatu daerah, kuping Abu Nawas ditempelkan di dada putra mahkota.  Kemudian setelah selesai menyebutkan nama daerah, Abu Nawas memohon izin mengunjungi salah satu desa di sebelah utara. Tentu yang dilakukan Abu Nawas membuat Khalifah  heran.

“Abu Nawas, apa yang engkau lakukan,” tanya Khalifah.

” Maafkan hamba, saya belum bisa menjelaskan alasannya kali ini. Hamba akan pergi selama dua hari,” ungkap Abu Nawas.

Sekembali dari desa yang dituju, Abu Nawas langsung menuju istana memnemui putra mahkota sambil menempelkan telinganya di dada pangeran. Setelah itu ia menemui Khalifah dan berkata, “Apakah Paduka masih menginginkan sang putra mahkota tetap hidup?”.

“Apa maksudmu hingga engkau menanyakan hal seperti itu?”, jawab Khalifah

Kemudian Abu anwas menjelaskan kondisi putra mahkota. “ Putra paduka sedang cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini,” ungkap Abu Nawas menjelaskan.

“Bagaimana kau tahu bahwa putraku jatuh cinta pada seorang gadis?”

“Sederhana saja Tuanku. Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebutkan, tiba-tiba degup jantungnya biasa saja. Tetapi ketika menyebutkan satu desa degup jantungnya bertambah keras. Desa itu yang saya kunjungi kemarin. Nampaknya putra tidak berani mengutarakannya kepada Baginda, maka nikahkanlah mereka,” ujar Abu Nawas.

“Bagaimana kalau aku menolak usulmu itu?” ujar Khalifah.

“Cinta itu buta, Tuanku. Bila kita tidak selekasnya mengobati kebutaannya, maka ia akan mati,” jawab Abu Nawas. Khalifahpun akhirnya setuju. Dan benar saja putra mahkota berangsur-angsur pulih dari sakitnya.

Diambil dari islami.co

Memilih Istri, Memilih Generasi Unggul


 
Sumber gambar: buletinislami.com
Di dalam Surat Al-Baqarah ayat 223 Allah berfirman:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ


“Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian. Maka datangilah ladang kalian dari mana pun kalian mau.”

Ayat tersebut sangat sering dibaca dan dijabarkan penjelasannya oleh para mubaligh di acara-acara resepsi perkawinan atau walimatul ursy. Hanya saja pada umumnya para mubaligh menjelaskan kandungan ayat tersebut sebagai bagaimana cara seorang suami melakukan hubungan biologis dengan istrinya. Seorang istri yang dalam ayat tersebut diibaratkan sebagai ladang maka seorang suami dipersilakan menggaulinya dengan cara apa pun yang ia mau selain melalui jalan belakang.

Padahal bila kita pelajari lebih lanjut melalui ayat tersebut para ulama mufasir memberikan pendidikan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pasangan suami istri baik yang baru saja menikah maupun yang telah lama mengarungi bahtera rumah tangga. Bahkan boleh jadi pendidikan penting ini lebih penting lagi bagi para pemuda yang belum menikah dan masih mencari seorang perempuan yang didambakan menjadi pasangan hidupnya.

Imam Qurtubi misalnya menjelaskan bahwa yang dimaksud “ladang” pada ayat itu adalah farji atau kemaluan perempuan. Disamakan demikian karena menjadi tempat untuk menyemaikan benih keturunan.

Syaikh Tsa’lab bersyair:
انَّمَا الأرحام أرض ... ون لَنَا مُحْتَرَثَاتُ


Rahim-rahim adalah bumi bagi kita tempat menanam. Kewajiban kita menanaminya, dan Allah yang menumbuhkan tumbuhannya. Kemaluan perempuan adalah bumi yang ditanami, sperma adalah benih, sedangkan anak adalah tumbuhannya.

Demikian Imam Qurtubi menyampaikan dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an. Senada dengan itu juga disampaikan oleh Ibnu Hayan dalam Al-Bahrul Muhith-nya.

Bila dilihat dari sisi hukum dengan perumpamaan yang demikian maka tidak diperbolehkan melakukan persetubuhan di selain kemaluan karena bukan tempatnya untuk menanam.

Dari sisi yang lain ayat itu kiranya juga hendak mewartakan bahwa seorang perempuan sangat berpengaruh dalam menentukan baik dan buruk anak-anaknya di kemudian hari. Baik-buruknya anak-anak sebagai generasi masa depan sangat dipengaruhi oleh baik buruknya seorang seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya. Sebagaimana dalam ilmu pertanian disebutkan bahwa kondisi tanah sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya sebuah tanaman.

Seorang ibu yang memiliki kedekatan dengan Allah dengan taat beribadah, berakhlak mulia, berilmu cukup dan sifat-sifat baik lainnya akan melahirkan dan menciptakan generasi yang berkualitas. Sebaliknya, seorang ibu yang jauh dari sifat dan sikap yang baik akan melahirkan dan menciptakan generasi yang tak berkualitas. Bagaimana akhlak seorang ibu akan berpengaruh pada anak-anaknya. Saleh tidaknya seorang ibu akan ikut menentukan saleh tidaknya anak-anak yang dilahirkannya.

Maka wajar bila Rasulullah menganjurkan seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan kriteria beragama dengan akhlak yang mulia. Wajar pula bila banyak ulama kita yang menganjurkan kepada santrinya yang sudah berkeinginan menikah untuk tidak sekadar memilih calon istri untuk dirinya tapi juga untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Dikutip dari islam.nu.or.id

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer