Adalah
rumah yang dihuni oleh pribadi-pribadi yang beriman pada Al Qur’an dan
istiqamah menjaga kepercayaannya kepada Al Qur’an. Penjagaan ini membuat ia
merasa malu jika ia belum bisa akrab dengan Al Qur’an. Dalam arti belum bisa
membacanya (tilawah lafdziyyah), belum mengerti maknanya (tilawah
ma’nawiyyah), belum mampu mempraktekkan (tilawah amaliyyah) dan
merasa malu tidak punya waktu mengajarkannya.
Penghuni
ini, walau kebutuhan primer dan sekundernya telah tercukupi, bahkan bisa jadi
berlebih. Tetapi jika ia belum mengenal Al Qur’an ia merasa belum punya
apa-apa, merasa belum diberi kecukupan, belum diberi kelebihan. Sebab ia tidak
bisa melupakan sabda Nabi saw, “Siapa yang di dalam dirinya tiada sesuatu dari
Al Qur’an, maka ia seperti rumah kosong.”
Sabda
Nabi saw ini terus terngiang dan terngiang di pendengarannya. Membuat ia faham
tentang barometer kekayaan maupun kemuliaan. Maka rumah yang penghuninya kosong
dari Al Qur’an sama saja dengan rumah yang tidak berpenghuni.
Oleh
karena itu, agar rumah benar-bensr berpenghuni maka suami istri, anak, dan
siapapun yang ada di rumah itu, harus menghargai Al Qur’an, harus mampu
membaca, mampu memahami, dan memohon bantuan Allah mendapat rahmat
mempraktekkan firman-Nya dan mengajarkannya; Allahumma Inni ‘Ala dzikrika
Wasyukrika Wahusni ‘Ibaadatika (Ya Allah bantulah aku untuk bisa
mengingat-Mu dan membaguskan pengabdian kepada-Mu).
Seseorang
yang betah dan disenangkan mengakrabi Al Qur’an akan mempunyai kekuatan prinsip
hidup, diantaranya:
1. Selalu butuh Tuhan
Artinya
ia senantiasa menyadari Allah selalu terlibat dalam aktifitasnya. Ia faham
kuasa Allah sedang aktif menggerakkan ginjalnya, jantungnya, memudahkan alur
nafasnya dan lain-lain. Andai kuasa-Nya dihentikan sejenak saja, pasti
seseorang tidak sanggup berbuat apa-apa. Maka perasaan butuh kepada Allah ini
akan membuat ia senang, bahkan cinta. Cinta yang membawa kerinduan yang sangat
kepada-Nya.
Perasaan
ini menjadikan ia dimudahkan pada segala hal yang mendekatkan diri pada Allah,
mudah berdialog dengan-Nya, mudah bermunajah, mudah bangun malam, mudah
bersedekah, mudah menyadari kesalahan. Mudah memilih jalan yang mendaki. Bahkan
ia diberi kecerdasan dan kefahaman terhadap apa-apa yang menghidupkan hati.
Juga dinikmatkan menjaga jarak terhadap sesuatu yang sia-sia, sesuai yang
a-produktif; yang menghabiskan umur. Sungguh perasaan butuh Allah ini
menghadirkan kesadaran kehambaan; Iyyaka Na’budu. Dan menghindarkan dari
kekeliruan meminta tolong; Wa Iyyaka Nasta’iin.
2. Selalu butuh Teman
Sebagaimana
Nabiyullah Adam, kesenangan dan fasilitas apa yang tidak didapat di surga
tetapi kesendirian menikmati membuat kesenangan itu menghampa. Maka
kehadiran teman amat sangat dibutuhkan. Kata pepatah seribu teman masihlah
sedikit, satu musuh sudahlah banyak. Maka jika punya musuh satu sajalah dan
cukupkan musuh itu bernama syaithan. Dan jika sudah mendapat teman, mohonlah perlindungan
kepada Allah dari berubahnya pertemanan, juga terputusnya kekerabatan.
Menyendiri
memang kadang dibutuhkan. Berpisah sesaat juga diperlukan untuk menjaga
kerinduan, agar persuami istrian terjaga sakinah, mawaddah wa rahmah, agar
pertemanan terjaga islahnya. Ini semua bisa digapai jika disetiap liku
pertemanan itu ketakwaan selalu mengikutinya. Al Akhillau yaumaidzin ba’dhuhum
li ba’dhin ‘aduwwun ilal muttaqiin. (43: 67) segala teman akrab pada hari itu,
sebagian mereka pada sebagian yang lain akan menjadi musuh, kecuali orang-orang
yang bertakwa. Jadi teman yang diikat tali ketakwaan akan mengabadi sampai
nanti kehidupan berganti.
3. Selalu butuh Tahan
Ia
menyadari imunitas itu diperoleh justru setelah ia mengalami keadaan yang
berubah-ubah. Nabi saw mengingatkan, orang yang sabar di lingkungan yang
beragam, justru lebih baik, jika setiap diri adalah da’i, ia akan mampu
memproteksi diri dari pengaruh miliu yang belum baik. Bahkan justru ia yang
mewarnai miliu itu agar merasakan bahagianya di tata oleh Islam. Islam yang
menghidupkan hati, mencerdaskan akal, dan merahmati nafsu.
Ketahanan
ini menghasilkan kesabaran yang terus berlapis. Sabar tiada henti ssmpai mati.
Ia ingat bahwa orang yang beriman tidak akan merasa berat dengan ujian. Karena
setiap ujian akan meninggikan derajatnya, akan memperkuat ketahanan sabarnya,
bahkan mengurangi dosa-dosanya.
4. Selalu butuh Teguran
Allah
yang Maha Rahman mengutus Rasul sebagai basyir dan nadzir, semata agar
kehidupan semesta tetap dalam keadaan aman dan disayangi. Salah satu ciri
masyarakat yang saling menyayangi adalah tidak membiarkan orang lain dalam
kondisi lalai. Maka nasihat, teguran, kritik yang muhsin, justru bukti kasih
sayang satu sama lain.
Berbahagialah
jika ada yang keliru, lalu ada yang berani meluruskannya. Bersyukurlah jika
saat lalai, ada yang peduli mengingatkannya. Bergembiralah jika terlibat dosa,
ada yang membantu menghentikannya.
Ingatlah
Abu Lahab celaka adalah karena menolak naadzir dan tidak mempercayai basyiir.
Sayyidina Umar menjadi mercusuar karena beliau meneyambutnya dengan hati yang
lapang, benar dan wajah yang bersinar.
5. Selalu butuh Tulus
Ini
puncak cita yang selalu dijaga. Ini keperkasaan yang setan pun tak bisa
mengalahkannya. Ketulusan, ketaatan yang normal, kebersihan hati dari hasud dan
dengki, keyakinan balasan ukhrawi, membuat wajahnya asli senyumnya, membuat
kebaikannya tanpa ungkitan dan tanpa kata yang menyiksa. Inilah cita
tertingginya, keikhlasan.
Cita
ini pasti tidak mudah, bahkan sedikit sekali yang tulus. Ya Allah ij’alna
minal mukhlisin, Ij’alnaa minal mukhlisin. Tanpa pertolongan yang Maha
Kuat, mustahil ada yang tulus. Sebab musuh yang dihadapi tidak menampakkan
diri, tetapi serangannya dari segala penjuru tiada henti.
Sangat
beruntung Allah yang Maha Perkasa telah menyertakan senjatanya. Wa Qurrabbi
audzubika rabbi ayyahdhuruun. Dan berdoalah, Ya Tuhanku aku mohon
perlindungan kepada Mu dari bisikana rayu setan dan aku mohon perlindungan kepada
Mu pula, sekiranya mereka mendatangikut.
Senjata
ini dipakai terus menerus ia akan berubah wujud secara otomatis sesuai serangan
yang mendatanginya. Ia akan jadi puasa jika nafsu yang menyerang, akan jadi
ingat balasan surga jika serangan ingin marah menyerbu kalbu. Serangan barang
haram akan ditolak dengan senjata kesadaran.
Nah,
barangkali inilah diantara kekuatan prinsip yang akan lahir dari siapapun yang
mengakrabi Al Qur’an. Mereka ini akan menjadi penghuni rumah dunia baitii
jannatii.