Pages

Selasa, 31 Maret 2020

Kaleidoskop Islam dalam Pusaran Orientalis Ignaz Goldziher


Sumber gambar: id.wikipedia.org

Otentisitas Al-Qur’an terjaga dengan proses transmisi isnad yang mutawatir dari generasi ke generasi, sebab itu keutuhan dan keaslian al-Qur’an menjadi terjamin. Catatan-catatan pribadi para sahabat tersebut memang banyak terdapat penambahan. Meskipun demikian, tambahan-tambahan tersebut tidak mempengaruhi keaslian Al-Qur’an, sebab bukan teks yang menjadi acuan qira’ah, tetapi sebaliknya. Sebagai contoh pemikiran Orientalis Ignaz Goldziher yang menohok tentang Islam seperti permasalahan seputar qira’ah, seperti Ahruf Sab’ah, Qira’at Sab’ah, kemudian munculnya Qira’ah Syadzah akibat dari perbedaan varian bacaan, menjadi celah-celah strategis untuk kembali mempertanyakan keotentikan al-Qur’an. Belum lagi ia menganggap Al-Qur’an itu alat bagi Umat Islam untuk membenarkan dirinya dan teks Quran itu copy paste dari kitab Romawi, katanya. Dan masih banyak pemikiran lainnya yang perlu kita kritisi. Untuk membuktikan itu, perlu kiranya kajian yang mendalam terkait hal ini sebagai respon atas tuduhan yang dilontarkan oleh Ignaz Goldziher. (Aris Hilmi Hulaimi dalam Jurnal Studia Quranika, Vol. 1, No. 1 (Juli 2016)).

Sekilas Ignaz Goldziher

Ignaz Goldziher adalah seorang Yahudi yang lahir di Hungarian 22 Juni 1850. Goldziher mampu membaca teks Bible "asli" dalam bahasa Ibrani. Pendidikan S1-nya bermula pada usia 15 tahun di Universitas Budapest, Hungaria. Goldziher sangat terpengaruh oleh pemikiran dosennya, yaitu Aminus Vambery. (1832-1913), seorang pengembara dan juga pakar tentang Turki. Aminus Vambery banyak mewarnai kehidupan intelektual Goldziher. Perjalanan intelektual Goldziher sangat bermutu tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di Budapest.

Pada Tahun 1871, Goldziher masih berusia 16 tahun. Goldziher sukses mempelajari manuskrip-manuskrip Arab di Leiden dan Wiena. Goldziher juga terpilih sebagai anggota pertukaran pelajar dengan melakukan ekspedisi di kawasan Timur Tengah dan menetap di Kairo. Selama di Kairo Goldziher sempat bertukar kajian di Universitas al-Azhar, kemudian pergi ke Palestina dan Suriah. Salah satu upaya untuk mengetahui Islam, banyak orientalis yang mengunjungi negara-negara muslim agar mereka bisa langsung bertemu serta berinteraksi dengan para ulama, Goldziher juga berkunjung ke Syiria dan Mesir pada tahun 1873-1874. Kemudian Goldziher juga dikenalkan oleh Dor Bey (Edouard Dor) merupakan seorang pejabat Inspektur Jendral Madrasah pada masa khodive Ismail di Mesir. Selanjutnya Dor Bey memperkenalkan Goldziher kepada Riyad Pasha, Menteri Pendidikan Mesir. Ketika itu Goldziher mengaku bahwa ia bernama Ignaz al-Maghyar (Ignaz dari Hungaria) dan mengaku dirinya "Muslim". Usaha ini dilakukan Goldziher dengan maksud dan tujuan agar bisa belajar di Universitas al-Azhar. Kegigihan serta semangat akhirnya Goldziher menjadi murid beberapa masyayikh al-Azhar, seperti Syaikh al-Asmawi, Syaikh Mahfudz al-Maghribi, Syaikh Sakka dan beberapa Syaikh al-Azhar lainnya.

Pada tahun 1874, Goldziher melanjutkan studinya ke Universitas Leipzig, Jerman. Kemudian Goldziher meraih gelar doktor dari Universitas tersebut ketika berusia 19 tahun. Karena intelektual Goldziher yang sangat luar biasa, maka tak heran ia mendapatkan beasiswa setelah dari Leipzig. Pada tahun 1875 usia 20 tahun, Goldziher melanjutkan penelitiannya di Universitas Leiden, Belanda, selama 1 tahun. Selanjutnya pada usia 21 tahun, Goldziher pulang ke kampung halamannya dan menjadi dosen privat di Universitas Budapest, Hungaria. Goldziher juga dipilih sebagai anggota "akademi sains Hungaria", sebuah penghargaan yang diberikan kepada dirinya. Selanjutnya Goldziher menjadi calon pengajar bahasa Semit di Universitas Budapest. Menjabat sebagai Sekretaris Zionis Hungaria (6).

Pada tahun 1904, Goldziher pun menjadi rektor pada mata kuliah bahasa Hebrew atau Ibrani. Pengalaman paling berharga selama perjalanan intelektualnya adalah ketika Goldziher mendapat beasiswa dari pemerintah Hungaria untuk belajar di Universitas al-Azhar, Kairo. Kemudian 10 tahun kemudian, Goldziher tetap meneruskan karirnya menjadi guru besar bahasa Semit di Universitas Budapest hingga akhir hayatnya, Ignaz Goldziher meninggal dunia pada 13 November 1921, pada usia 66 tahun.

Buah Karya Ignaz Goldziher

Karya Ignaz Goldziher banyak dipublikasikan dalam bentuk artikel jurnal, kemudian ada dari beberapa naskahnya yang disunting hingga dipublikasikan menjadi karya buku yang disumbangkan sebagai koleksi di akademi Hungaria. Kebanyakan naskah itu ia tulis dalam bahasa Jerman.

Ada 4 karya Goldziher yang tebal dan terkenal, yaitu:

Pertama, Die Zahiriten, ihr Lehrsystem und Geschichte, Leipzig 1884. Edisi bahasa arabnya berjudul al-zahiriyyah : Madzhabuhum wa Tarikhuhum di dalam kata pengantarnya dia memberikan suatu keterangan yang sistematis mengenai literatur-literatur Barat yang membicarakan tentang prinsip-prinsip dan metode-metode hukum Islam (fiqh), di mana dia juga menemukan adanya pertentangan antara aliran Zahiri dan Ahli Sunnah mengenai arti dan penafsiran Al-Qur’an. Kerena itu buku ini merupakan suatu karya pertama kali yang meletakkan dasar-dasar mengenai studi hukum Islam dengan metode-metode ilmu pengetahuan Barat.

Kedua, Muhammedanische Studien (dua jilid) diterbitkan di Halle tahun 1889-1890. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh C. R Barber dam S. M Stern dengan judul Muslim Studies diterbitkan di London tabun 1967. Di dalam jilid pertama Goldziher menguraikan bagaimana semangat agama Islam. Bahkan spirit Islam ini juga dapat mengalahkan perasaan Nasionalisme Persia, sehingga seluruh Timur Tengah pada waktu itu dapat disatukan dengan semangat Islam. Pada jilid kedua Goldziher membahas tentang hadis serta mengungkapkan urgensi hadis bukan dalam arti yang sebenarnya menurut Islam. Menurutnya hadis merupakan sumber utama untuk mengetahui perbincangan politik, keagamaan dan mistisme dalam Islam. Masalah-masalah ini terjadi sepanjang masa. Hadis dipakai senjata oleh masing-masing madzhab. Baik kelompok politik maupun paham fiqih berupaya menggunakan hadis sebagai alat untuk menguasai persoalan kehidupan di tengah umat Islam. Jadi, hadis tidak digunakan sebagai alat untuk mengetahui perilaku Nabi tetapi lebih untuk kepentingan tiap kelompok aliran, baik politik maupun keagamaan.

Ketiga, Vorlesungen uber den Islam, diterbitkan di Heidelberg tahun 1910 dan edisi kedua diterbitkan tahun 1925. Buku ini sudah diterjemahkan kedalam bahasa rusia (1911), Hongaria (1912), Perancis (1920), ke dalam bahasa Inggris oleh Andras dan Ruth Hamory dengan judul Introduction to Islamic Theology and law dan bahasa arab (1974) dengan judul al-Aqidah wa al-Syariah fi al-Islam dan diterjemahkan pula ke dalam bahasa Indonesia oleh Hersri Setiawan (1991) dengan judul Pengantar Teologi dan Hukum Islam. Dalam buku ini, Goldziher mendeskripsikan Islam dari berbagai aspeknya antara lain: Muhammad dan Agama Islam, perkembangan Hukum, perkembangan Akidah, sekte-seket Islam, Asketisme dan Dunia Mistisme Islam dan lainnya.

Keempat, Die Richtungen der Islamischen Koran auslegung, diterbitkan di Leiden tahun 1920. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Swedia (1915), ke dalam bahasa Arab oleh Abd al-Karim al-Najar dengan judul Madzahib al-Tafsir al-Islami dan kedalam bahasa Indonesia (2003) oleh M. Alaika Salamullah, Saifuddin Zuhri Qudsy dan Badrus Syamsul Fata dengan Judul Madzahib Tafsir: dari Klasik hingga Modern. Buku ini terdiri dari 6 bab yang berisi penjelasan tafsir tahap awal, tafsir bi al-ma'tsur, tafsir dalam perspektif Teologi rasional, tafsir dalam perspektif tasawuf, tafsir dalam perspektif sekte keagamaan, dan tafsir era kebangkitan Islam.

Qur’an dalam Definisi Ignaz

Goldziher mempunyai pandangan yang buruk terhadap Al-Qur`an, menurutnya Al-Qur`an hanyalah sebagai alat bagi umat Islam untuk dijadikan senjata ampuh dalam melawan musuh-musuh, isi dari kandungan Al-Qur`an bukanlah petunjuk yang benar, demikian Goldzher mempunyai strategi yang baik disertai semangat yang besar untuk menghancurkan umat Islam. Dengan beragumen bahwa Al-Qur`an telah mengcopy paste ajaran romawi. Kemudian Goldziher juga mengungkapkan bahwa Al-Qur`an merupakan hasil cipta karya Nabi Muhammad saw. Strategi Goldziher untuk meragukan otentisitas Al-Qur`an dengan menggunakan pendekatan sejarah, dengan demikian beliau bisa banyak mengomentari tentang sejarah bahkan kisah-kisah dalam Al-Qur`an. Hasil dari pemikiran karya Goldziher dalam buku Mazhab Tafsir, dalam bukunya tersebut beliau berusaha untuk menjelaskan sekte-sekte keagamaan dalam menafsirkan Al-Qur`an.

Goldziher memandang bahwa tafsir memiliki kepentingan teks suci Al-Qur`an bukan lagi sebagai sumber agama tetapi lebih dari itu, Al-Qur`an menjadi salah satu aliran keagamaan tertinggi bagi suatu kelompok ajaran tertentu. Bahkan beberapa golongan aliran mazhab mengklaim bahwa kebenaran Allah adalah suatu bukti yang tidak bisa diganggu gugat. Hasil pemikiran karya Goldziher daam buku madzhab tafsir, Goldziher berusaha untuk menjelaskan sekte-sekte keagamaan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dalam karyanya beliau telah mengklasifikasikan serta menyeleksi berbagai sekte aliran secara ringkas. Terdapat 5 sekte aliran dalam tafsir yakni: tradisionalis, dogmatis, mistik, sekretarian dan modernis. Perbedaan itu menjadi keniscayaan tinggal bagaimana menyingkapi perbedaan tersebut.

Ignaz Mendefinisikan Nabi Muhammad saw.

Goldziher adalah seorang pakar yang telah jauh menela’ah tradisi keilmuan Islam, khususnya ilmu Al-Qur`an, tafsir, dan hadis Nabi. Kontribusi yang telah diberikan oleh Goldziher untu khazanah keilmuan dunia Islam juga begitu besar. Walaupun Goldziher seorang orientalis tetapi sumbangsih karya pemikiran yang diberikannya memberi warna tersendiri bagi Islam. Menurutnya agama Islam adalah keprasahan seorang hamba kepada Tuhannya (Allah), hal ini merupakan salah satu ajaran dari Nabi Muhammad untuk menyatukan hamba dengan Tuhannya, keprasahan hamba kepada Tuhannya merupakan salah satu pendidikan istimewa dalam ajaran agama Islam. Kemudian menurutnya Islam hanya sebagai agama yang bisa menyerap unsur-unsur dari agama lain dengan membungkusnya secara rapi melalui cerita sejarah sehingga seolah-olah Islam adalah agama yang sangat murni. Padahal Islam mengambil ajaran dari judaisme. Dunia Islam tanpa ilmu tidak akan mengenal pengetahuan pemikiran yang spesifik. Artinya Agama Islam dalam menyebarkan agama selalu berlandaskan ilmu. Ketika Islam menyebarkan ajarannya tanpa ilmu, maka akan dipertanyakan identitas utusan Allah, yakni Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah.

Sangat berbeda dengan pandangan kaum muslim yang mendudukan Muhammad dalam posisi yang teramat penting statusnya sebagai Nabi dan Rasul, dalam pandangan orintalis citra Nabi Muhammmad secara garis besar dipahami dalam dua posisi, yang pertama Muhammad sebagai Nabi dan Rasul yang telah membebaskan dari kezhaliman, dan posisi yang lain dipahami sebagai paganis dan penganut Kristen dan Yahudi murtad yang akan menghancurkan ajaran-ajaran Kristen dan Yahudi, Intelektual yang pintar yang memiliki imajinasi yang kuat dan pembohong, tukang sihir yang berpenyakit gila dan ayan.

Visi Orientalis dalam memahami Muhammad ternyata beragam, bagi kaum rivalis, terkadang semena-mena mereka melukiskan Muhammad tidak lebih sebagai penipu dan pemimpin keji, terlebih lagi hal itu terjadi setelah terjadinya Perang Salib. Misalnya D’Herbelot melukiskan Nabi Muhammad ialah penipu yang terkenal dan pendiri serta pencipta suatu bid’ah yang telah diberi nama agama. Yang kita sebut dengan Muhammadisme. Para penafsir Al-Qur`an dan doktor-doktor hukum Islam telah memberikan suatu penghormatan dan pujian kepada Nabi Palsu itu yang tidak pernah diberikan oleh para pengikut Aria, kaum Paulusia dan Paulunis. Dan kelompok bid’ah lainnya kepada Yesus Kristus. Lain dari itu seorang Dante Alighieri (1265-1321) walaupun dalam beberapa wacana lain menyadari hutang Eropa terhadap Islam, karena kesombongan intelektualnya, ia menyatakan bahwa Muhammad adalah pemuka dari jiwa-jiwa terkutuk yang membangkitkan perpecahan dalam agama dan mengembangkan agama palsu.

Adapun pandangan Goldziher tentang Nabi Muhammad sebagai pelopor pembawa Islam, Goldziher mengira bahwa Nabi Muhammad telah menerima ajaran dari unsur agama kristen, umumnya melalui jalan tradisi serta bid’ah yang bertebaran didalam Gereja Timur. Dengan bid’ah dalam Gereja Timur maka Nabi Muhammad  mendapatkan pemberitaan suci. Dalam pandangannya Nabi Muhammad memperoleh hubungan lahiriah urusan perdagangan ketika beliau belum diangkat menjadi Rasul. Untuk memperkuat argumentasinya agama Kriten dan Yahudi menyediakan unsur-unsur pokok dan takaran yang sama. Lima pokok unsur yang dikenal dengan rukun Islam sudah diperkenalkan oleh Nabi pada periode Makkah memperolah bentuknya yang pasti pada periode Madinah. Jadi menurut beliau unsur-unsur ajaran dalam Al-Qur`an sebenarnya banyak menyerap unsur atau tradisi sebelumnya. Ditambah lagi dengan meluasnya ekspansi perluasan umat Islam ini mengindikasikan bahwa hadirnya Islam ternyata belum mampu menjawab segala problematika yang ada, karena penyempurnaan baru ada setelah diperoleh hasil Ijtihad generasi selanjutnya.

Hadis dan Sunnah Versi Ignaz

Menurut  Goldziher, kata hadis mengandung pengertian tutur atau kisah, dan pengabaran, baik yang menyangkut kehidupan secara umum, sejarah, maupun keagamaan. Pemahaman ini dapat dibaca melalui pernyataan berikut,

The word hadith means tale, communication. Not only are communication among those who have embraced the religious life called whether of times long past or of more recent events”.

“Kata hadis berarti tutur, perkabaran. Bukan hanya perkabaran diantara orang-orang yang menganut kehidupan keruhanian yang disebut hadis itu, tetapi data sejarah baik yang berupa duniawi maupun yang bersifat keagamaan, demikian pula baik yang berasal dari masa silam maupun tentang kejadian-kejadian dari masa yang paling mutakhir”.

Dalam pandangan Goldziher, perbedaan hadis dan sunnah tetap dipertahankan. Ia menyatakan bahwa hadis bermakna suatu disiplin ilmu yang teoritis dan sunnah adalah compendium aturan-aturan praktis. Satu-satunya kesamaan sifat diantara keduanya adalah bahwa keduanya berakar secara turun temurun. Dia menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam ibadah dan hukum, yang diakui sebagai tata cara kaum muslim pertama yang dipandang berwenang dan telah pula dipraktikkan dinamakan sunnah atau adat/kebiasaan keagamaan. Adapun bentuk yang memberikan pernyataan atau tata cara itu disebut hadis atau tradisi.

Goldziher juga menyinggung  mengenai perbedaan hadis dan sunnah. Ia cenderung membuat perbedaan antara keduanya. Ia menggunakan analisa empiris dan tidak menggunakan analisa yang digunakan ahli hadis dalam memahami suatu hadis sehingga menghasilkan rumusan  yang berbeda dengan mereka.

Goldziher berpendapat, bahwa pengertian hadis dan sunnah harus dibedakan. Menurutnya, hadis adalah berita lisan yang bersumber dari Nabi saw. sedangkan sunnah adalah hal yang menunjukkan pada permasalahan hukum atau keagamaan, dengan tidak memandang ada atau tidak adanya berita mengenai permasalahan tersebut. Hal ini dapat kita pahami dari penyataan kutipan ini:

“The difference which has to be kept in mind is this: hadith means, as has been shown, an oral communication derived from the prophet, where as Sunna, in the usage prevailing in the old muslim community, refers to a religious or legal point, without regard to wether or not there  an oral tradition  fot it.”

“Perbedaan yang harus diingat adalah: Hadis, seperti telah diutarakan, berarti berita lisan yang bersumber dari Nabi, sedangkan Sunnah menurut penggunaaan yang lazim  di kalangan umat Islam kuno menunjukkan persoalan hukum atau kegamaan, tanpa memperhatikan ada atau Selanjutnya, dia menambahkan bahwa ada satu persamaan antara hadis dan sunnah, yaitu keduannya merupakan pengetahuan yang berakar secara turun-temurun.

Menurut Goldziher, perkataan sunnah-sebagaimana yang dikenal umat Islam hingga saat ini semula adalah istilah animis yang sudah dikenal masyarakat sejak masa pra Islam dahulu. Dia menganggap bahwa istilah tersebut telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan orang-orang animis jauh sebelum kedatanggan Islam jadi konsep sunnah pra Islam tersebut pada gilirannya seperti sangat populer dalam kehidupan umat Islam.

Dalam pandangan Goldziher, umat Islam seharusnya tidak perlu menciptakan konsep dan pentinggnya sunnah dalam praktek hidup. Karena hal tersebut  sudah lama akrab pada masyarakat Arab sebelum Islam. Bagi mereka (masyarakat Arab) sunnah berarti seluruh peraturan yang sesuai denga tradisi-tradisi Arab dan warisan-warisan nenek moyang, serta adat kebiasaan. Karena dalam pemahaman bangsa Arab kuno, sunnah adalah “aturan emas”, yakni apa saja yang telah menjadi adat adalah benar dan patut; apa saja yang dilakukan nenek moyang mereka adalah pantas untuk ditiru.

Dengan demikian, terminologi sunnah sebagai sumber hukum pada mulanya adalah masalah-masalah ideal atau norma yang dikenal dalam masyarakat, yang kemudian pada masa belakangan pengertian tersebut terbatas hanya untuk perbuatan-perbuatan Nabi saw. saja.

Pendapat Goldziher di atas bahwa sunnah adalah istilah animis yang dipakai oleh Islam, sesungguhnya tidak benar sama sekali. Bahkan bertolak belakang dengan kenyataan dan logika yang ada. Menurut Azami, kata sunnah sudah dipakai dalam syair-syair Jahiliyah, Al-Qur`an, dan kitab-kitab hadis, yaitu untuk menunjuk kepada arti tata cara, jalan, sikap hidup, syari`at dan jalan hidup. Dan ini adalah arti yang sebenarnya. Kalaupun orang-orang Jahiliyah atau orang yang menganut aliran animis menggunakan sebuah kata dalam bahasa Arab untuk arti yang etimologis (harfiah, lughawi), maka hal itu tidak berarti istilah itu menjadi milik Jahiliyah atau animis. Kalau hal ini dibenarkan, maka bahasa Arab pun seluruhnya juga istilah Jahiliyah, dan tentu saja hal ini sulit diterima oleh akal sehat.

Mengenai tuduhan Goldziher yang menyebutkan bahwa sunnah adalah sebagai tradisi nenek moyang atau adat istiadat masyarakat Jahiliyah. Perlu penulis kemukakan bahwa sejak awal, terminologi sunnah memiliki pemahaman yang beragam. Hal ini dapat dipahami dari penegasan Ibn `Umar ketika dia dituduh berbeda dengan ayahnya, `Umar dalam persoalan haji Tamattu, dimana Ibnu `Umar menyatakan bahwa haji Tamattu` itu ada berdasarkan Al-Qur`an dan Rasulullah saw.  sendiri melakukannya. Untuk menegaskan keyakinannya Ibnu `Umar  mengajukan sebuah pertanyaan diplomatis, “Manakah yang berhak diikuti, sunnah Rasul atau sunnah `Umar?”. Tampaknya hal itu sudah tampak membuktikan  adanya perbedaan makna antar kedua istilah tersebut, dimana apabila terjadi perbedaan, sunnah Rasulullah yang wajib diikuti. Dengan demikian jelaslah bahwa sunnah yang wajib diikuti adalah sunnah Nabi saw. apabila tradisi atau adat istiadat diartikan sebagai sunnah, maka apa maksud ucapan Ibnu `Umar tadi?.

Dikutip dari Abstrak Aris Hilmi Hulaimi dalam Jurnal Studia Quranika dan makalah Maria Ulfa, IIQ, Jakarta tentang Orientalis Ignaz Goldziher.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf Muslims Studies karya Ignaz Goldziher pada link di bawah ini.

Citra Ganja dan Peradaban Manusia


Sumber gambar: nationalgeographic.grid.id

HIKAYAT POHON GANJA merupakan sedikit kajian yang mengedepankan bukti-bukti empiris dan kajian historis yang cukup lengkap dari zat psikoaktif yang dalam masyarakat kita diharamkan karena dipercaya mempunyai efek yang sangat negatif terhadap individu dan masyarakat. Ganja atau Ganjika (Sanskerta) telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan herbal sejak ribuan tahun sebelum kelahiran Nabi Isa. Berapa ribu tahun lalu? Literatur menyatakan 2.000 sampai dengan 4.000 tahun silam. Upaya para penulis untuk meluruskan pandangan sebagian besar masyarakat mengenai ganja perlu disambut gembira karena memang sudah saatnya diskusi mengenai apa pun di negeri ini tidak boleh hanya satu arah. Jangan sampai pendapat mayoritas atau yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan selalu menjadi pendapat yang benar.

Pandangan negatif terhadap ganja antara lain dipicu oleh cara berpikir yang keliru, tetapi banyak dilakukan dan menimbulkan segudang masalah. Cara berpikir ini oleh IDPC (International Drug Policy Consortium) disebut sebagai pharmacological determinism. Dalam cara berpikir seperti itu, sebuah substansi—seperti ganja— jika dimiliki dan digunakan, dengan sendirinya akan mengakibatkan malapetaka. Kepemilikan dan penggunaan ganja akan menyebabkan individu atau masyarakat terjerat dalam tindakan kriminal yang terwujud dalam penipuan, kekerasan, perilaku seks bebas, dan lain-lain.

Berbagai kajian menunjukkan bahwa keberadaan, kepemilikan, dan pemakaian zat adiktif perlu melalui proses yang sangat panjang hingga timbul berbagai masalah yang dikhawatirkan. Dalam proses itu terdapat berbagai faktor yang berpengaruh, antara lain: penilaian moral, pelarangan, stigma dan diskriminasi, ketamakan, eksploitasi, dan lain-lain. Pertimbangan moral dan pelarangan saja tidak perlu menimbulkan masalah sosial karena dalam setiap budaya tersedia norma-norma untuk menimbang sebuah tindakan dapat berakibat baik atau buruk disertai pelarangan jika diamati ada konsekuensi yang tidak diinginkan. Penggunaan alkohol di Bali dan komunitas Yahudi, penggunaan kanabis di komunitas asli Amerika dan Aceh atau penggunaan daun koka di Bolivia yang tidak disertai indikasi adiksi dan masalah sosial. Persoalan menjadi berbeda jika ada unsur ketamakan yang memanfaatkan adiksi dan kriminalisasi—karena kedua faktor itu secara eksplisit dan langsung mendefinisikan kepemilikan dan penggunaan zat secara negatif.

Laporan Dunia mengenai Napza 2011 dengan jelas menyatakan bahwa menangani persoalan Napza tidak akan pernah tuntas jika hanyak mengedepankan sikap “War on Drugs” yang selama ini dipimpin oleh negara adidaya, terutama AS. Pemahaman kultural adalah komponen penting dalam tanggapan global. Perlu diingat bahwa penggunaan zat psikoaktif secara natural melibatkan masyarakat miskin yang jarang sekali memperoleh manfaat dari industri modern napza, tetapi menderita dampak negatifnya karena kehilangan nafkah, zat yang digunakan untuk hal-hal positif secara bergenerasi, bahkan mengalami kekerasan karena upaya pmusnahan.

Dikutip dari Pengantar Buku Hikayat Pohon Ganja.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf Hikayat Pohon Ganja tersebut pada link di bawah ini.

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer