Hafidh Setoran
Ini
merupakan kategori hafidz yang paling banyak terdapat dimana-mana, hanya
selesai setoran 30 juz saja tapi setelah itu banyak yang hilang, yang tersisa
hanya sebagian kecil saja. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya semangat/
ghirah yang kuat untuk mengulang hafalan, atau karena kesibukan, atau karena
targetnya hanya ingin selesai setoran saja (pernah menghafal). Hafidz semacam
ini sering mengalami kebosanan beribadah karena bebannya terlalu besar dan
merasa hafalannya tidak lengket-lengket sehingga mudah mengantuk dan putus asa.
Hafidh Pesantren
Hafidz
kategori ini biasanya rajinnya ketika di Pesantren saja, dan akan lalai ketika
berada di luar pesantren atau ketika liburan pulang kampung. Kadang tidak itu
saja, di Pesantren pun ia rajin ketika di hari aktif saja, dan di saat libur
akhir pekan sudah terlihat bibit-bibit kelalaian itu. Hafidz kategori ini
sangat mengkhawatirkan, ia butuh lingkungan yang mendukung dan support dari
orang-orang sekitarnya jika ingin tetap terjaga hafalannya.
Hafidz Musabaqah
Hafidz
kategori ini tidak dipungkiri lagi dari segi keindahan suara dan kelancaran di
atas rata-rata. Kegiatannya berpindah-pindah dari satu majelis ke majelis lain,
dari satu daerah ke daerah yang lain dalam rangka mengikuti musabaqah bahkan
terkadang rela menggunakan identitas palsu demi untuk mengikuti lomba.
Hafidz Kuliahan
Hafidz
kategori ini menghafal Al Qur’an demi kepentingan kelulusan kuliah atau
persyaratan kenaikan tingkat atau beasiswa. Biasanya mereka akan menghafal
sejumlah juz atau surat yang akan diujikan atau dipersyaratkan, dan setelah
tingkat tersebut terlampaui, dia akan mulai menghafal juz untuk tingkat
berikutnya, tanpa menjaga juz-juz di tingkat sebelumnya.
Hafidz
Ideal
Hafidz
kategori ini akan terus menjaga Al Qur’an hingga maut yang memisahkan, tidak
terpengaruh tempat atau waktu, tidak terpengaruh apakah dikontrol oleh Kiainya
atau tidak, tidak terpengaruh dengan hari libur, tidak mengharap pujian, dan
kesehariannya selalu diikuti komitmen yang kuat dari dalam dirinya sendiri.
Akhlaqnya baik, karena ia selalu berusaha mengamalkan ayat-ayat yang ia
hafalkan. Hafalannya menjadi wirid harian dan bacaan shalatnya. Kalaupun ia
mengikuti musabaqah bukan karena mengejar hadiah dan popularitas, tetapi karena
ingin menjadikannya sebagai sarana untuk menguatkan hafalannya.
Semoga
kita semua mampu menjadikan Al Qur’an sebagai cahaya di dada, penyejuk di kala
gundah dan bahagia aamiin. Sebagaimana sabda Rasul saw., “Bacalah Al Qur’an
maka sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat bagi siapa yang
membacanya."