Trilogi Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara di Era Industri 4.0
Oleh:
Senata Adi Prasetia
Mahasiswa S1 Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Dunia tengah memasuki era
revolusi industri 4.0 dan membutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya mengandalkan
kemampuan teknis saja. Dunia pendidikan sedang mengalami 'goncangan' menghadapi
tantangan era revolusi industri 4.0. Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi,
dan informasi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi industri 1.0 melahirkan
sejarah ketika tenaga manusia dan hewan tergantikan oleh kemunculan mesin uap
pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengangkat perekonomian
dunia secara dramatis. Berikutnya, pada revolusi industri 2.0 ditandai dengan
kemunculan pembangkit tenaga listrik yang memicu kemunculan pesawat telepon,
mobil, pesawat terbang, dan lainnya yang mengubah wajah dunia secara
signifikan. Selanjutnya, revolusi industri 3.0 ditandai dengan kemunculan pesatnya
perkembangan teknologi digital yang tidak saja mengubah dunia industri namun
juga budaya dan habit generasi secara mendasar.
Disruptif Teknologi
Seperti yang disampaikan oleh
Presiden Joko Widodo, revolusi industri 4.0 telah mendorong inovasi-inovasi teknologi yang memberikan
dampak disrupsi atau perubahan fundamental terhadap kehidupan masyarakat.
Perubahan-perubahan tak terduga menjadi fenomena yang akan sering muncul pada
era revolusi indutsri 4.0. Akan banyak pekerjaan yang hilang digantikan dengan
robot atau mesin. Namun juga menjadi peluang karena banyak ruang-ruang
pekerjaan baru yang muncul. Tantangan pendidikan ke depan adalah bagaimana
menyiapkan sumber daya manusia agar tak digantikan dengan mesin. Lihat saja
saat ini banyak pekerjaan bahkan tenaga pendidik, dosen, pengajar di semua
satuan instansi pendidikan secara masif mulai digantikan dengan mesin.
Karenanya, Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan setidaknya ada lima
kompetensi yang dibutuhkan dalam menghadapi era industri 4.0 diantaranya
kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kreatifitas dan inovasi (creativity
and innovation), komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration),
dan adaptasi (adaptability).
Generasi Digital
Karakteristik generasi 4.0 adalah
pola lingkungan teknologi dan serba instan. Masyarakat di era industri 4.0
memiliki ketergantungan dan kecanduan yang sangat besar dalam penggunaan
teknologi. Sebuah survey pada tahun 2014 oleh Nokia dikatakan bahwa rata-rata
hampir setiap enam setengah menit seseorang mengecek ponselnya. Bahkan dalam
kurun waktu 16 jam saat orang beraktivitas, mereka melakukan 150 kali per hari
untuk memeriksa ponsel mereka. Satu dari empat orang mengakui durasi onlinenya
lebih banyak ketimbang membuka buku dan waktu tidurnya dalam setiap hari. Fakta
ini merupakan gejala tipologi generasi sekarang. Dulu saya menganggap smart
phone tidak penting dan tak ubahnya hanya sekedar alat komunikasi, namun
sekarang melesat jauh menjadi lebih komprehensif. Mahasiswa zaman now tentu
berbeda mahasiswa zaman old. Jika generasi dahulu memerlukan waktu 1 minggu
untuk mengerjakan sebuah tugas kuliah, mahasiswa zaman now dengan media yang
ada mampu mengerjakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Di sinilah
kemudian dibutuhkan keberanian dan kemauan bagi para pendidik untuk berani
merefleksikan kembali fungsi dan perannya di hadapan generasi milenial.
Refleksi Ulang Trilogi Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan sebagai wujud mencerdaskan
kehidupan bangsa adalah pilar kebangsaan yang telah dicanangkan berpuluh-puluh tahun
lalu. Tekad untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Pemikiran yang dikonsepsikan Ki Hajar bagi bangsa
Indonesia merupakan sekelumit filosofi pendidikan Indonesia. Berkaca dari
pemikirannya sebagai sebuah inspirasi bagi kita dalam menyikapi pendidikan. Pendidikan
di negeri ini sudah kehilangan makna sehingga tujuan pendidikan bukan
memanusiakan manusia melainkan merobotkan manusia. Menyadari kondisi saat ini,
sudah saatnya melakukan refilosofi pendidikan di negeri ini. Sebuah upaya
mengembalikan hakikat pendidikan sebagai pilar kebangsaan. Muncul pertanyaan,
lalu harus berawal dari mana upaya untuk merefilosofikan konsepsi Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara? Tentu dimulai dari peran guru. Guru merupakan pribadi yang
menentukan peradaban sebuah bangsa. Guru juga yang menentukan arah pendidikan
generasi mendatang.
Ki Hajar menjelaskan menjelaskan
trilogi pendidikan yang sering kita dengar yaitu, Kesatu, ing ngarso
sung tulodo (yang didepan memberi teladan). Sebagai seorang guru, tidak
hanya bertugas transfer of knowledge di depan kelas, lebih dari itu,
tugas guru lebih berat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
keteladanan, motivasi, way of life, dan karakter. Guru merupakan panutan
bagi siswa. Teringat sebuah pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing
berlari” yang memiliki makna apapun yang dilakukan guru menjadi perintah
langsung bagi siswa. Keteladananlah yang menjadi ujung tombaknya. Teringat
pesan KH. Hasan Abdullah Sahal selaku pimpinan utama pondok modern Darussalam
Gontor, beliau mengatakan bahwa keteladanan adalah kunci daripada kunci-kunci
semua usaha pembinaan, pendidikan, dan kepemimpinan. Tanpa itu, hanya omong
kosong dan jarang bisa berhasil.
Kedua, ing madyo mangun karso (yang di tengah membangun semangat atau
motivasi). Guru adalah motivator bagi siswa, mendampingi siswa menciptakan
ruang impian yang ia inginkan. Selamilah lingkungan kehidupan siswa agar terjalin
keakraban. Hapus stigma guru, bahwa guru itu kejam, mendekte siswa, tidak
memberikan ruang berfikir. Jangan posisikan siswa seperti kerbau, cangkir, dan
kertas yang tidak berguna sehingga seenaknya diperlakukan. Seorang guru yang
baik adalah dia yang bisa menjadi sahabat bagi muridnya. Guru tidak akan bisa
jadi motivator jika ada jarak.
Ketiga, tut wuri handayani (yang dibelakang memberi dorongan). Guru
memberi dorongan bagi siswa setelah ia menyadari akan impiannya. Biarkan siswa
berkembang sesuai bakat dan keinginannya. Memang, disadari kurikulum pendidikan
formal belum mampu memberikan ruang kebebasan berekspresi dan berekplorasi.
Inilah Trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara, dengan begitu
guru mengetahui makna dan esensi dari trilogi tersebut. Seorang guru yang bisa
menjadi teladan sekaligus motivator bagi anak-anak didiknya akan dijadikan guru
favorit oleh para siswa. Apabila seorang guru sudah menjadi role model bagi
siswa, secara otomatis siswa merasa senang dengannya. Transfer of value dan
transfer of knowledge akan berjalan dengan lancar dan dapat memberikan
pengaruh positif bagi perkembangan siswa. Guru, dosen, pendidik dan sejenisnya
harus mampu melahirkan anak didik sesuai aturan ilmiah dan juga menjunjung
integritas. Dari sini diharapkan akan bermunculan generasi 'kekinian' yang
mampu menjawab setiap tantangan yang muncul di eranya dengan berkarakter dan
berintegritas.
0 komentar:
Posting Komentar