Bu...,
Calon Isteriku Belum Bisa Masak.. Di Subuh yang dingin...ku dapati Ibu sudah
sibuk memasak di dapur. "Ibu masak apa? Bisa ku bantu?" "Ini
masak gurame goreng. Sama sambal terong kesukaan Ayah" sahutnya.
"Alhamdulillah..
mantab pasti.. Eh Bu.. calon istriku sepertinya dia belum bisa masak loh..."
"Iya
terus kenapa..?" Sahut Ibu.
"Ya
tidak kenapa-kenapa sih Bu.. hanya cerita saja, biar Ibu tak kecewa, hehehe"
"Apa
kamu pikir bahwa memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu
kewajiban Wanita?"
Aku
menatap Ibu dengan tak paham.
Lalu
beliau melanjutkan, "Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban Lelaki.
Kewajiban kamu nanti kalau sudah beristri." katanya sambil menyentil
hidungku.
"Lho,
bukankah Ibu setiap hari melakukannya?" Aku masih tak paham juga.
"Kewajiban
Istri adalah taat dan mencari ridho Suami." kata Ibu.
"Karena
Ayahmu mungkin tidak bisa mengurusi rumah, maka Ibu bantu mengurusi semuanya.
Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan juga wujud Istri yang
mencari ridho Suaminya”
Saya
makin bingung Bu. "Baik, anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang
mau menikah."
Beliau
berbalik menatap mataku.
"Menurutmu,
pengertian nafkah itu seperti apa? Bukankah kewajiban Lelaki untuk menafkahi
Istri? Baik itu sandang, pangan, dan papan?" tanya Ibu.
"Iya
tentu saja Bu..
"Pakaian
yang bersih adalah nafkah. Sehingga mencuci adalah kewajiban Suami. Makanan
adalah nafkah. Maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah. Karena
belum bisa di makan. Sehingga memasak adalah kewajiban Suami. Lalu menyiapkan
rumah tinggal adalah kewajiban Suami. Sehingga kebersihan rumah adalah
kewajiban Suami."
Mataku
membelalak mendengar uraian Bundaku yang cerdas dan kebanggaanku ini.
"Waaaaah..
sampai segitunya bu..? Lalu jika itu semua kewajiban Suami. Kenapa Ibu tetap
melakukan itu semuanya tanpa menuntut Ayah sekalipun?"
"Karena
Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho dari Suaminya. Ibu juga mencari
pahala agar selamat di akhirat sana. Karena Ibu mencintai Ayahmu, mana mungkin
Ibu tega menyuruh Ayahmu melakukan semuanya. Jika Ayahmu berpunya mungkin
pembantu bisa jadi solusi. Tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk
Ibu."
Aku
hanya diam terpesona.
"Pernah
dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahandanya, Nabi, karena
tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar
juga saat Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar diam saja karena beliau tahu
betul bahwa wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang
sebenarnya itu bukanlah tugas si Istri."
"Iya
Buu..."
Aku
mulai paham, "Jadi Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu,
seharusnya setiap Lelaki berterimakasih pada Istrinya. Lebih sayang dan lebih
menghormati jerih payah Istri."
Ibuku
tersenyum.
"Eh.
Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan
kewajiban Ibu?"
"Menikah
bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut Suami, atau sebaliknya.
Tapi banyak hal lain. Menurunkan ego. Menjaga keharmonisan. Mau sama mengalah.
Kerja sama. Kasih sayang. Cinta. Dan Persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk
berusaha melakukan yang terbaik satu sama lain. Yang Wanita sebaik mungkin
membantu Suaminya. Yang Lelaki sebaik mungkin membantu Istrinya. Toh impiannya
rumah tangga sampai Surga"
"MasyaAllah....
eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana
Bu?"
"Wanita
beragama yang baik tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan Suaminya.
Sehingga tidak mungkin setega itu. Sedang Lelaki beragama yang baik tentu juga
tahu bahwa Istrinya telah banyak membantu. Sehingga tidak ada cara lain selain
lebih mencintainya."
Semoga
tulisan ini menginspirasi sahabat agar mengerti dan memahami esensi
berkeluarga yang sebenarnya.
0 komentar:
Posting Komentar