Pages

Minggu, 12 Agustus 2018

Tanam DI Kantor Panen Di Rumah

Sumber gambar: muslim.obsession.com

“Duhai suamiku Ibrahim”, suara Ibunda Hajar menghiba. “Apakah engkau akan meninggalkan kami, sedang di lembah ini tidak ada seorangpun dan tidak pula ada makanan apapun?”

Laki-laki kekasih Allah tidak menoleh. Jiwa suami dan keayahannya tentu tidak akan rela meninggalkan mereka dalam keadaan seperti itu. Tapi ini semua adalah perintah dari Allah swt dan Ibrahim yakin bahwa Allah lebih mengetahui segala rahasia dan hikmah setiap perintah.

“jawablah suamiku, apakah engkau akan meninggalkan kami dalam keadaan seperti ini? 

“Ibunda hajar berupaya menyentuh hati suaminya sekali lagi. Bahkan diulangnya lagi dan lagi. Tapi kaki laki-laki kekasih Allah tetap melangkah. Ibunda Hajar tertatih mengikuti di belakangnya. Ibrahim tetap melangkah. Sampai ketika ibunda berhenti dan terdiam beberapa saat. Lalu bertanya, “Wahai suamiku, ?”

Mendengarnya, nabi berbalik badan dan menatap istrinya, “Benar,” ucap beliau.

“kalau begitu, kami tidak akan disia-siakan oleh Allah swt”. Yakin ibunda Hajar seraya berpaling meninggalkan Ibrahim, kembali ke lembah Makkah.

Di Palestina. Dalam perpisahan dengan istri dan anak, dalam rindu yang membuncah, Nabi Ibrahim senantiasa melangitkan harapan dan doa kepada Allah swt: “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia pasti memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang shalih.” (Q.S. Al Shaff: 99-100)

Selanjutnya, Allah swt benar-benar tidak menyia-nyiakan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim. Ismail yang hidup hanya bersama ibunya, tumbuh menjadi anak yang shalih. Tidak hadirnya sosok ayah dalam kehidupannya, tak menghalanginya untuk tumbuh sebagai laki-laki yang baik akhlaknya. Allah sebaik-baik penjaga. Allah sebaik-baik pembimbing. Dia telah mencahayai keluarga Hajar di sebuah lembah tandus yang malam-malamnya gelap gulita. Dialah pemberi cahaya, cahaya petunjuk, kebaikan dan kasih saying-Nya tak tertandingi bahkan oleh seorang ibu dan ayah kandung sekalipun.

Kisah Nabi Ibrahim ini menjadi pengantar mengaji kita kali ini. Khususnya bagi orang tua yang demi mencari nafkah harus meninggalkan keluarga sejenak, sehari, seminggu bahkan berbulan-bulan lamanya. Ambillah setidaknya dua pelajaran berharga. Pertama, Nabi Ibrahim meniatkan kepergiannya untuk Allah swt. Maka kita pun, jangan pernah melangkahkan kaki meninggalkan rumah melainkan benar-benar dalam keadaan niat karena Allah swt. Ucapkankanlah, “Saya pergi meninggalkan anak istri, Karena Allah menyuruh saya menafkahi mereka dengan harta halal”. Yakinlah Allah mendengar apa yang kita katakana, seyakin Nabi Ibrahim saat mengucapkannya.

Kedua, jangan lupakan doa. Tirulah doa Nabi Ibrahim, “Rabbi habli minasshalihiin”. Ya Tuhanku jadikan bagiku anak-anak yang shalih”. Dalam tarikan gas motor atau mobil yang melaju ucapkan doa ini. Dalam lelahnya kerja, rehat shalat dhuhur dan Ashar di kantor, ucapkan doa ini. Dalam kemacetan jalan sepulang kerja, ucapkan doa ini. Allah mendengar dan tidak pernah menyia-nyiakan permohonan hamba-Nya.

Nabi Ibrahim telah mendapat janji Allah kepadanya. Beliau menanam amal di Yerussalem, Palestina, dan panennya Allah turunkan pada keluarganya di Mekkah. Kita pun demikian bila bersedia mengikuti millah (jalan) Ibrahim. Tanam amal di tempat kerja, Insya Allah panen keberkahannya, Allah turunkan ke dalam rumah tangga Insya Allah. Wallahu A'lam Bis shawab

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer