Pages

Minggu, 26 Agustus 2018

Jangan Lepaskan Kendalinya

Sumber gambar: mediaindonesia.com

Baru saja bulan Ramadhan meninggalkan kita. Kenangan akan bulan Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah. Ketika itu sebagian kita mungkin mampu melakukan shalat malam hampir setiap perguliran hari. Mampu bangun di waktu sahur menyongsong fajar. Ketika diantara kita ternyata bisa menyempatkan diri shalat berjamaah di masjid, lebih banyak ketimbang di bulan-bulan sebelumnya. Mampu lebih memperhatikan masalah keakhiratan, dan hadir di majlis dzikir. Mampu berinfak dan bersedekah lebih banyak. Mampu lebih banyak berdzikir dan membaca Al Qur’an. Mampu memelihara lidah, memelihara nafsu dan memelihara diri dari dosa.

Bagaimana dengan kita ketika itu? kita telah berusaha mengisi Ramadhan tersebut dengan amaliyah seperti yang di atas. Tetapi, kita tahu banyak sekali kekurangan kita. Kemalasan kita lebih banyak dari ketaatan kita. Kealpaan kita lebih besar dari dzikir. Lidah-lidah kita lebih banyak bergunjing, memaki, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak patut ketimbang membaca Al Qur’an, menyebut asma Allah, atau menghibur hamba-hamba-Nya. Telinga kita, mata kita, lebih banyak digunakan dalam kerangka yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Seluruh anggota badan kita lebih cepat memenuhi perintah hawa nafsu daripada menjemput panggilan Allah swt. meski ketika itu kita berada di bulan penuh rahmat dan maghfirah.

Bagaimanapun sekarang rahmat dan ampunan itu telah lewat. Bulan turunnya Al Qur’an yang penuh barakah dan limpahan pahala itu telah pergi. Meninggalkan kita di sini, memulai hari demi hari sendiri. Semoga Allah swt senantiasa menghimpun diri kita dalam kasih sayang-Nya. Jangan tinggalkan rutinitas yang pernah kita istiqamahkan di bulan Ramadhan. Sebab, perbedaan antara orang shadiq (benar) dengan orang kadzib (pembohong) menurut Imam Athaillah Al Askandary dalam kitab Al Hikam adalah, “Apabila engkau ingin mengetahui perbedaan antara shadiq dan kadzib maka lihatlah ciri-cirinya. Ciri orang yang shadiq adalah ia beramal terus menerus karena Allah swt dalam berbagai situasi dan kondisi. Sementara orang yang kadzib beramal satu dua hari, lalu jika berduyun-duyun orang datang menyambutnya maka ia teruskan amalnya. Tapi jika tidak, ia pun meninggalkan amalnya”

Mari kita senantiasa bersyukur atas limpahan rahmat dan pertolongan Allah swt kepada kita hingga saat ini. Kita berusaha memiliki bekal dan mengendalikan nafsu makan dan minum selama satu bulan. Tujuannya tentu tidak lain agar menjadi pribadi yang bertakwa secara lahiriyah dan batiniyah.

Orang yang terbiasa lapar akan bisa mengatur nafsu makan dan minumnya. Sementara ketidakmampuan mengendalikan nafsu makan dan minum, banyak orang melakukan kemaksiatan dan dosa. Kita juga telah berusaha mengendalikan nafsu istirahat tidur. Tujuannya, bukan agar kita sedikit atau bahkan tidak tidur, namun agar kita mampu mengatur tidur sehingga tidak dikalahkan oleh rasa kantuk saat menjalankan kewajiban. “Membiasakan diri untuk tidak tidur bukan tujuan, tapi agar orang bisa menguasai dan mengendalikan tidurnya sehingga ketika menunaikan kewajiban tidak dilalaikan oleh tidurnya” demikian ujar Ibnu Athaillah.

Terkadang, ada orang yang jarang tidur tapi ternyata ia tak mampu bangun shalat shubuh di awal waktu. Tidak dapat mampu bangun sebelum fajar untuk beristighfar dan tahajud. Kita juga telah berusaha mengendalikan nafsu syahwat di bulan Ramadhan. Bukan untuk menghilangkan nafsu syahwat, namun agar dalam diri kita muncul kemampuan mengontrol dan menahan nafsu syahwatt. Sebab ketidakmampuan mengontrol dan mengendalikan nafsu syahwat telah banyak menjerumuskan orang ke dalam perzinaan. Naudzubillah..

Berdoalah seraya sembari memperbanyak doa. Kita sangat membutuhkan peran Allah swt supaya diberi kekuatan dalam menjalani ini semua. Sejauh mana kadar perasaan kita dalam membutuhkan Allah, sejauh itulah jenjang kedekatan kita kepada-Nya. Perasaan butuh kepada Allah swt bergerak pararel dengan jenjang kedekatan seorang hamba kepada-Nya. Setiap kali rasa fakir dan kebutuhan kepada Allah semakin kuat, setiap itu pula bertambah perasaan kita terhadap makna Laa Haula wala quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adzim. Tidak ada daya upaya untuk menghindar maksiat terhadap Allah kecuali dengan pertolongan-Nya. Tidak ada daya untuk tetap taat kepada Allah kecuali dengan pertolongan-Nya. Tidak ada gerak, tidak ada diam kecuali dengan pertolongan-Nya.

Mari lebih mendekat kepada Allah swt dengan memperbanyak doa. Doa adalah bentuk praktis dari rasa membutuhkan. Doa adalah suasana jiwa paling puncak dari seseorang yang meyakini bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Yang Menguasai. Bukankah ibadah shalat laksana seluruhnya berisi doa? Hanya Allah sajalah yang bisa membimbing dan memberi kekuatan batin untuk kita sehingga tetap sabar menunaikan berbagai kewajiban dalam hidup.

“Ya Allah, para pengemis tengah berhenti di pintu-Mu. Orang-orang fakir tengah berlindung di hadapan-Mu. Perahu orang miskin tengah berlabuh pada tepian lautan kemurahan-Mu dan keluasan Mu, berharap dapat singgah di halaman kasih-Mu dan anugerah-Mu. Tuhanku, jika di bulan mulia ini. Engkau hanya menyayangi orang yang menjalankan puasa dan shalat malamnya dengan penuh keikhlasan, maka siapa lagi yang akan menyayangi pendosa yang kurang beribadah, yang tenggelam dalam lautan dosa dan kemaksiatan”.

Kendali hawa nafsu yang pernah kita upayakan untuk memilikinya jangan dilepas. Hawa nafsu itu ada kendalinya, jangan biarkan dia lepas dengan liar kembali. Ingatlah selalu perkataan seorang salafus shalih “Pangkal segala maksiat, kelalaian dan syahwat adalah ridha terhadap nafsu. Sedangkan sumber ketaatan, kesadaran dan meninggalkan hal-hal yang dilarang adalah tidak adanya keridhaan terhadap nafsu”.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer