Pages

Selasa, 28 Agustus 2018

Rumah Yang Berpenghuni


Adalah rumah yang dihuni oleh pribadi-pribadi yang beriman pada Al Qur’an dan istiqamah menjaga kepercayaannya kepada Al Qur’an. Penjagaan ini membuat ia merasa malu jika ia belum bisa akrab dengan Al Qur’an. Dalam arti belum bisa membacanya (tilawah lafdziyyah), belum mengerti maknanya (tilawah ma’nawiyyah), belum mampu mempraktekkan (tilawah amaliyyah) dan merasa malu tidak punya waktu mengajarkannya.
Penghuni ini, walau kebutuhan primer dan sekundernya telah tercukupi, bahkan bisa jadi berlebih. Tetapi jika ia belum mengenal Al Qur’an ia merasa belum punya apa-apa, merasa belum diberi kecukupan, belum diberi kelebihan. Sebab ia tidak bisa melupakan sabda Nabi saw, “Siapa yang di dalam dirinya tiada sesuatu dari Al Qur’an, maka ia seperti rumah kosong.”

Sabda Nabi saw ini terus terngiang dan terngiang di pendengarannya. Membuat ia faham tentang barometer kekayaan maupun kemuliaan. Maka rumah yang penghuninya kosong dari Al Qur’an sama saja dengan rumah yang tidak berpenghuni.

Oleh karena itu, agar rumah benar-bensr berpenghuni maka suami istri, anak, dan siapapun yang ada di rumah itu, harus menghargai Al Qur’an, harus mampu membaca, mampu memahami, dan memohon bantuan Allah mendapat rahmat mempraktekkan firman-Nya dan mengajarkannya; Allahumma Inni ‘Ala dzikrika Wasyukrika Wahusni ‘Ibaadatika  (Ya Allah bantulah aku untuk bisa mengingat-Mu dan membaguskan pengabdian kepada-Mu).

Seseorang yang betah dan disenangkan mengakrabi Al Qur’an akan mempunyai kekuatan prinsip hidup, diantaranya: 

1.  Selalu butuh Tuhan

Artinya ia senantiasa menyadari Allah selalu terlibat dalam aktifitasnya. Ia faham kuasa Allah sedang aktif menggerakkan ginjalnya, jantungnya, memudahkan alur nafasnya dan lain-lain. Andai kuasa-Nya dihentikan sejenak saja, pasti seseorang tidak sanggup berbuat apa-apa. Maka perasaan butuh kepada Allah ini akan membuat ia senang, bahkan cinta. Cinta yang membawa kerinduan yang sangat kepada-Nya.

Perasaan ini menjadikan ia dimudahkan pada segala hal yang mendekatkan diri pada Allah, mudah berdialog dengan-Nya, mudah bermunajah, mudah bangun malam, mudah bersedekah, mudah menyadari kesalahan. Mudah memilih jalan yang mendaki. Bahkan ia diberi kecerdasan dan kefahaman terhadap apa-apa yang menghidupkan hati. Juga dinikmatkan menjaga jarak terhadap sesuatu yang sia-sia, sesuai yang a-produktif; yang menghabiskan umur. Sungguh perasaan butuh Allah ini menghadirkan kesadaran kehambaan; Iyyaka Na’budu. Dan menghindarkan dari kekeliruan meminta tolong; Wa Iyyaka Nasta’iin.

2. Selalu butuh Teman

Sebagaimana Nabiyullah Adam, kesenangan dan fasilitas apa yang tidak didapat di surga tetapi kesendirian menikmati membuat kesenangan itu menghampa. Maka  kehadiran teman amat sangat dibutuhkan. Kata pepatah seribu teman masihlah sedikit, satu musuh sudahlah banyak. Maka jika punya musuh satu sajalah dan cukupkan musuh itu bernama syaithan. Dan jika sudah mendapat teman, mohonlah perlindungan kepada Allah dari berubahnya pertemanan, juga terputusnya kekerabatan.

Menyendiri memang kadang dibutuhkan. Berpisah sesaat juga diperlukan untuk menjaga kerinduan, agar persuami istrian terjaga sakinah, mawaddah wa rahmah, agar pertemanan terjaga islahnya. Ini semua bisa digapai jika disetiap liku pertemanan itu ketakwaan selalu mengikutinya. Al Akhillau yaumaidzin ba’dhuhum li ba’dhin ‘aduwwun ilal muttaqiin. (43: 67) segala teman akrab pada hari itu, sebagian mereka pada sebagian yang lain akan menjadi musuh, kecuali orang-orang yang bertakwa. Jadi teman yang diikat tali ketakwaan akan mengabadi sampai nanti kehidupan berganti.

3. Selalu butuh Tahan

Ia menyadari imunitas itu diperoleh justru setelah ia mengalami keadaan yang berubah-ubah. Nabi  saw mengingatkan, orang yang sabar di lingkungan yang beragam, justru lebih baik, jika setiap diri adalah da’i, ia akan mampu memproteksi diri dari pengaruh miliu yang belum baik. Bahkan justru ia yang mewarnai miliu itu agar merasakan bahagianya di tata oleh Islam. Islam yang menghidupkan hati, mencerdaskan akal, dan merahmati nafsu.

Ketahanan ini menghasilkan kesabaran yang terus berlapis. Sabar tiada henti ssmpai mati. Ia ingat bahwa orang yang beriman tidak akan merasa berat dengan ujian. Karena setiap ujian akan meninggikan derajatnya, akan memperkuat ketahanan sabarnya, bahkan mengurangi dosa-dosanya.

4. Selalu butuh Teguran

Allah yang Maha Rahman mengutus Rasul sebagai basyir dan nadzir, semata agar kehidupan semesta tetap dalam keadaan aman dan disayangi. Salah satu ciri masyarakat yang saling menyayangi adalah tidak membiarkan orang lain dalam kondisi lalai. Maka nasihat, teguran, kritik yang muhsin, justru bukti kasih sayang satu sama lain.

Berbahagialah jika ada yang keliru, lalu ada yang berani meluruskannya. Bersyukurlah jika saat lalai, ada yang peduli mengingatkannya. Bergembiralah jika terlibat dosa, ada yang membantu menghentikannya.

Ingatlah Abu Lahab celaka adalah karena menolak naadzir dan tidak mempercayai basyiir. Sayyidina Umar menjadi mercusuar karena beliau meneyambutnya dengan hati yang lapang, benar dan wajah yang bersinar.

5. Selalu butuh Tulus

Ini puncak cita yang selalu dijaga. Ini keperkasaan yang setan pun tak bisa mengalahkannya. Ketulusan, ketaatan yang normal, kebersihan hati dari hasud dan dengki, keyakinan balasan ukhrawi, membuat wajahnya asli senyumnya, membuat kebaikannya tanpa ungkitan dan tanpa kata yang menyiksa. Inilah cita tertingginya, keikhlasan.

Cita ini pasti tidak mudah, bahkan sedikit sekali yang tulus. Ya Allah ij’alna minal mukhlisin, Ij’alnaa minal mukhlisin. Tanpa pertolongan yang Maha Kuat, mustahil ada yang tulus. Sebab musuh yang dihadapi tidak menampakkan diri, tetapi serangannya dari segala penjuru tiada henti.

Sangat beruntung Allah yang Maha Perkasa telah menyertakan senjatanya. Wa Qurrabbi audzubika rabbi ayyahdhuruun. Dan berdoalah, Ya Tuhanku aku mohon perlindungan kepada Mu dari bisikana rayu setan dan aku mohon perlindungan kepada Mu pula, sekiranya mereka mendatangikut.

Senjata ini dipakai terus menerus ia akan berubah wujud secara otomatis sesuai serangan yang mendatanginya. Ia akan jadi puasa jika nafsu yang menyerang, akan jadi ingat balasan surga jika serangan ingin marah menyerbu kalbu. Serangan barang haram akan ditolak dengan senjata kesadaran.

Nah, barangkali inilah diantara kekuatan prinsip yang akan lahir dari siapapun yang mengakrabi Al Qur’an. Mereka ini akan menjadi penghuni rumah dunia baitii jannatii.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer