Pages

Rabu, 03 Oktober 2018

Kisah Tabarak: Sang Hafidh Quran Dari Mesir




Menghafal itu mudah. Terlebih menghafal Al Qur’an merupakan suatu ibadah yang mulia di sisi Allah. Membacanya saja bernilai ibadah, apalagi mampu menghafal serta mengamalkannya menjadi nilai plus tersendiri bagi seseorang tersebut. Ada berbagai banyak metode dalam menghafal Al qur’an. Salah satunya adalah metode Tabarak.

Metode Tabarak menitikberatkan pada konsep reward sebab metode ini memang secara khusus dilahirkan untuk anak usia balita. Melalui reward pemberian hadiah ternyata mampu memberikan stimulus pada anak untuk selalu meningkatkan semangat dan motivasinya dalam menghafal Al Qur’an.

Asal muasal penamaan metode ini dilatarbelakangi oleh nama seorang anak kecil yakni Tabarak yang berasal dari keluarga Dr. Kamil el Laboody dan Dr. Rasya Abdul Mun’im el Gayyar. Pasangan suami istri tersebut berasal dari Tanta, Mesir dan dianugrahi tiga orang anak yakni Tabarak, Yazid dan Zeenah.

Pada tahun 2000, mereka berdua merantau ke Jeddah dan bekerja sebagai dosen di Batterjee Medical College. Mereka tinggal di kawasan bandara lama dekat masjid Sa’id bin Zubeir. Imam masjid itu adalah Syaikh Ali Badahdah. Di kawasan itulah sang istri mengandung anak pertama yang kelak menjadi kebanggaan umat Islam.

Sejak Tabarak masih berada dalam kandungan, kedua orang tuanya telah memiliki cita-cita yang kuat bahwa anaknya kelak akan menjadi seorang hafidz. Dr. Kamil bercerita, “Semenjak istri saya hamil, ia selalu membaca Ali Imran ayat 35 seraya bernazar bahwa janin yang ada di perut ini akan diabdikan demi Al Qur’an. Ketika itu Dr. Rasya baru hafal surat Al Baqarah dan Ali Imran atau dikenal dengan al-Zahwarain”.

Dr. Rasya tak lain istrinya selalu membaca ayat tersebut. ayat itu menggambarkan nazar istri Imran yang sedang mengandung untuk mendedikasikan anaknya kelak dalam rangka pengabdian kepada Allah swt. Ternyata bayinya itu perempuan dan diberi nama Maryam. Istri Imran pun melaksanakan nazarnya. Sejak usia kecil, Maryam mengabdikan diri di tempat peribadahan hingga akhirnya memiliki seorang bayi, yaitu Nabi Isa a.s. Seperti halnya istri Imran, istri Dr. Kamil ini pun bernazar ingin menjadikan anaknya kelak mengabdi untuk Al Qur’an.

Pada tanggal 22 Februari 2003 M, bertepatan dengan 20 Dzulhijjah 1423 H, lahirlah putra pertama mereka yang diberi nama Tabarak. Mereka menamakan anaknya dengan Tabarak karena sang ayah selalu memimpikan kalimat Tabaarakasmu rabbika dzul jalaali wal ikraam. 

Mimpi ini tidak hanya terjadi satu kali, melainkan berulang kali selama masa kehamilan sang istri. Mimpi inilah yang menginspirasi mereka untuk menamai anaknya Tabarak. Kedua orang tua Tabarak mempunyai azam besar agar keturunan mereka diberi kelebihan oleh Allah untuk menghafal Al Qur’an. Hal itu dimulai dari diri mereka berdua terlebih dahulu, kemudian diterapkan pada anak pertamanya.

Tabarak mulai menghafal Al Qur’an pada usia 3 tahun. Surat pertama yang dihafal adalah surat Al Faatihah karena ia adalah induk Al Qur’an. Hafalan kemudian dilanjutkan ke Surat An Naba’ di Juz Amma.

Beberapa lama kemudian, atau tepatnya tahun 1428 H, keluarga itu pindah rumah ke kawasan al-Salamah, samping Masjid Al Syua’iby. Di sanalah Tabarak mengkhatamkan hafalannya pada bulan Ramadhan tahun yang sama. Ketika itu usianya 4,5 tahun.

Pada tahun itu pula, Tabarak mengikuti ujian dari berbagai lembaga Al Qur’an, di antaranya dua lembaga resmi berkedudukan di Jeddah. Kedua lembaga ternama tersebut menguji hafalan Tabarak 30 Juz sekaligus pada bulan Ramadhan 1429 H. Hasilnya Tabarak dinyatakan lulus dengan predikat Mumtaz sekaligus memcahkan rekor hafiz termuda sedunia, mengalahkan Muhammad Ayyub dari Tazikistan yang menghafal Al Qur’an pada usia 5 tahun.

Hadirin yang dirahmati Allah swt,

Ternyata dibalik anak yang sukses, anak yang cerdas, anak yang ta’dzim sopan santun, anak yang ramah, ada peran orang tua yang begitu hebat dalam mendidik dan membesarkan putra putrinya tak terkecuali Tabarak Al Hafidz. Oleh karena itu, pelajaran yang dapat diambil bahwa di era modern ini, di era revolusi industri 4.0/ digital dimana perkembangan informasi dan teknologi semakin cepat, mari meneladani ghirah dan semangat juang kedua orang tua Tabarak  untuk menjadikan anak-anak kita generasi penerus bangsa yang Ahlulllah yakni penghafal Qur’an lafdzan wa ma’nan wa amalan  serta mampu memberi syafaat kita di hari kiamat nantinya aamiin.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer