Saudaraku, Pikiran
itu Pelita hidup. Sesat pikir, Binasa hidup. Pikiran sehat
menyatukan pelajaran dan pemahaman. Membaca membuatmu belajar, mencintai
membuatmu memahami.
Sebuah bangsa
yang tumbuh di atas lahan tandus daya baca dan cinta, susah menyuburkan
pelajaran dan pemahaman. Bangsa tersebut mudah dilanda sesat
pikir. Di bawah gelap sesat pikir-dangkal ilmu, Republik
berjalan tanpa pelita hidup. Ada banyak pemimpin tanpa keteladanan.
Ada banyak gelar ilmuwan tanpa tuntunan. Pancaran pengetahuan
suci dan kebijaksanaan itu sendirilah yang menjadi tanda apakah
seseorang itu tercerahkan atau tidak (tanpa memandang dia raja
atau pandita dalam wujud lahirnya)
Banyak orang
berpenampilan pandita untuk menjual ayat dengan harga yang murah;
membenarkan kejahatan politik dengan rekayasa statistika;
mengajari orang untuk tujuan kesesatan dan kebencian.
Merajalelanya pandita
palsu membawa bencana dan kemarau keteladanan. Sutasoma berkata, “Meskipun
benar dikatakan bahwa murid haruslah mematuhi gurunya seperti mematuhi
orang tuanya sendiri. Namun jika guru bertindak jahat, maka akan ada kekeringan,
hujan turun salah musim, panen-panen gagal, kesepuluh
penjuru mata angin diliputi ketakutan, kejahatan terjadi di mana-mana, dan
wabah penyakit berlangsung tanpa akhir”.
Banyak orang berambisi
memimpin negeri tanpa mempelajari dan mencintai negerinya. Bagaimana bisa
berempati atas derita dan bhinneka bangsa, bila kurang mengenali dan
menjelajahi negerinya. Bagaimana bisa menghayati ideologi negara, bila tiak
merasakan pahit getir sejarah perjuangan bangsa.
Tanpa dukungan nalar
sehat dan kuat, negara berada di tepi jurang. Negara adalah penjelmaan
dari pikiran; organisasi rasional dari sebuah masyarakat.
Membangun negara
harus melalui cara bagaimana kedaulatan menyatakan dirinya dalam
pengetahuan dan pemikiran. Negara dapat dipandang sebagai mesin-pengumpul
kecerdasan. Kedekatan antara negara dan kecerdasan, dan bahwa
keselamatan negara ditentukan oleh kecerdasan, terlihat dari
pemahaman umum yang cenderung mengaitkan istilah “intelijen”
(kecerdasan) dengan badan intelijen negara.
Negara yang
dibangun tanpa landasan kecerdasan dan pemikiran bak istana besar. Boleh
jadi tampak indah namun mudah roboh diterpa angin.
Jika demokrasi kita
maksudkan sebagai jalan kemaslahatan bangsa, maka demokrasi yang kita
kembangkan harus menumbuhkan kembali daulat rakyat yang dipimpin oleh terang
akal budi (hikmat kebijaksanaan) dengan memeras tetes-tetes madu pikiran
sehat dari berbagai sarang lebah wakil rakyat (permusyawaratan perwakilan)
0 komentar:
Posting Komentar