Sudahkah
bangsa ini memperlakukan perempuan sebagai tiang Negara? Dulu, seneng sekali
dengan sebutan perempuan sebagai tiang Negara. Jika perempuan baik, maka
baiklah Negara. Jika perempuan rusak, maka rusaklah Negara. Gak main-main.
Penentu tunggal maju-mundurnya sebuah bangsa.
Sebutan
ini sering dimaknai dengan cara yang tidak adil, yakni perempuan adalah
penyangga tunggal moralitas bangsa. Ujung-ujungnya semua persoalan bangsa,
perempuanlah yang paling bertanggungjawab. Mengapa banyak koruptor di negeri
ini? Karena perempuan boros dan hobby foya-foya. Mengapa banyak perkosaan
terjadi di negeri ini? Karena perempuan pakaiannya seksi, keluar malam, dll.
Kalau
persoalan Negara yang besar saja begitu, apalagi persoalan keluarga toh.
Mengapa perempuan menjadi korban KDRT? Karena mereka tidak taat suaminya. Tidak
perlu dicek apakah suaminya layak ditaati atau tidak. Mengapa diduakan? Karena
tidak mampu melayani suaminya dengan baik. Tidak perlu juga dicek apakah suaminya
sudah melakukan tanggungjawabnya dengan baik atau belum. Pokoknya semua
masalah, akarnya adalah perempuan.
Tapi
anehnya kalau Negara mencapai prestasi, ko banyak yang lupa ya untuk mengaitkan
dengan perempuan? Padahal jika perempuannya baik, maka baiklah Negara juga loh.
Hm…..
Tiang
adalah salah satu bagian penting dalam sebuah bangunan. Bukan satu-satunya.
Rumah yang kokoh tidak hanya perlu tiang yang kuat, tapi juga fondasi, dinding,
atap dll yang mendukung. Penyebutan perempuan sebagai tiang Negara adalah
peringatan keras bagi siapa pun terutama mereka yang diberi amanah mengelola
Negara agar memastikan perempuan menjadi warga Negara yang kuat jika Negara
ingin kokoh dan maju.
Ingin
Negara kuat? Ya pastikan dong perempuan sebagai tiangnya kuat dan tidak
dilemahkan secara kultural dan struktural. Jangan biarkan mereka menikah,
hamil, melahirkan, dan menyusui bayi di usia anak-anak. Tunggu mereka dewasa
agar bisa menjadi Madrasah pertama yang baik bagi anak-anak bangsa.
Ingin
Negara maju? Ya jangan biarkan perempuan sebagai tiangnya terbelakang dan terus
mundur. Sertakan mereka dalam derap kemajuan bangsa. Dorong mereka sekolah
setinggginya agar bersama laki-laki dapat tumbuh kembang maksimal dan manfaat
seluas-luasnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ingin
Negara baik karena perempuannya baik? Ya bersikap baik dong pada perempuan
sebagai tiangnya. Ajarkan laki-laki untuk bertanggungjawab atas kegagalannya
dan jangan jadikan perempuan sebagai kambing hitamnya. Laki-laki dan perempuan
mesti didorong bersama-sama untuk memajukan Negara dan bertanggungjawab atas
kemundurannya.
Ingin
Negara tidak rusak karena perempuannya rusak? Ya jangan rusak masa depan
perempuan sebagai tiangnya dengan aneka bentuk kekerasan dong. Pastikan mereka
aman di dalam dan di luar rumah agar bisa terus tingkatkan kualitas diri biar
bisa menjadi manusia terbaik dengan bermanfaat seluas-luasnya.
Pesan
utama “Perempuan sebagai Tiang Negara” adalah kuatkan perempuan agar Negara
kokoh dan maju, bukan salahkan perempuan dalam setiap persoalan bangsa. Ingat,
laki-laki juga bertanggungjawab atas moralitas bangsa.
Meskipun
telat sehari saya ingin mengucapkan Selamat Hari Ibu eh Perempuan Indonesia,
baik sebagai ibu, nenek, tante, istri, anak, kakak, adik, teman main, teman
kerja, sesama Muslim, sesama bangsa Indonesia, dan sesama manusia. Hehehe.
Semoga
bangsa ini bisa semakin memperlakukan tiang-tiangnya dengan baik. Amin!
Disadur dari islami.co [Tulisan dari
Dr. Nur Rofiah, Dosen Tafsir di PTIQ & UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
alumnus Ankara University, Turki]
0 komentar:
Posting Komentar