Pages

Sabtu, 17 September 2022

Mengulik Pendekatan Ma‘nā-cum-Maghzā atas Al-Quran Perspektif Sahiron Syamsuddin

Sumber: tafsiralquran.id


Secara etimologis, gabungan kata Ma‘nā-cum-Maghzā terdiri dari tiga kata: ma‘nā, maghzā (keduanya dari Bahasa Arab) dan cum (dari Bahasa Latin). Ibn Manẓūr dalam Lisān al-‘Arab mengatakan, ‘anaytu fulānan ‘anyan itu berarti: qaṣadtuhu (‘saya memaksudkan atau menunjuk pada dia’). Jadi, secara leksikal, kata ma‘nā berarti ‘maksud’ atau ‘arti’. Secara terminologis, istilah al-ma‘nā dimaksudkan: mā yadullu ‘a;ayhi l-lafẓu (‘apa yang ditunjukkan atau dimaksudkan oleh lafal/kata’).

Berdasarkan hal ini, dalam Bahasa Indonesia, kata ini sering diterjemahkan dengan: makna, arti atau maksud lafal/kata. Istilah al-ma‘nā ini dibagi dalam dua kategori: (1) al-manṭūq dengan definisi: mā yadullu ‘alayhi l-lafẓu fī maḥall al-nuṭq (‘apa yang dimaksudkan oleh lafal/ kata secara eksplisit’), dan (2) al-mafhūm yang berarti: mā yadullu ‘alayhi l-lafẓu lā fī maḥall al-nuṭq (‘apa yang dimaksudkan oleh lafal/kata secara implisit’). Adapun kata al-maghzā memiliki akar kata: ghayn, zay dan waw. Kata ghazā itu memiliki kemiripan arti dengan kata qaṣada (memaksudkan). Ibn Manẓūr menjelaskan, “ghazā al-syay’a ghazwan” itu berarti: qaṣadahu wa ṭalabahu (‘Dia memaksudkan sesuatu dan mencarinya’). Dia juga menjelaskan, “maghzā al-kalām itu berarti maqṣiduhu (‘maksud kalimat’). Adapun kata cum itu berarti ‘bersama’. Hal ini menunjukkan bahwa ma‘nā dan maghzā harus diperhatikan dalam proses penafsiran Al-Qur’an.

 

Pendekatan ma‘nā-cum-maghzā adalah pendekatan di mana seseorang menggali atau merekonstruksi makna dan pesan utama historis, yakni makna (ma‘nā) dan pesan utama/signifikansi (maghzā) yang mungkin dimaksud oleh pengarang teks atau dipahami oleh audiens historis, dan kemudian mengembangkan signifikansi teks tersebut untuk konteks kekinian dan kedisinian. Dengan demikian, ada tiga hal penting yang akan dicari oleh seorang penafsir yang menggunakan pendekatan ini, yakni (1) makna historis (al-ma‘nā al-tārīkhī), (2) signifikansi fenomenal historis (al-maghzā al-tārikhī), dan (3) signifikansi fenomenal dinamis kontemporer (al-maghzā al-mutaḥarrik al-mu‘āṣir) dari teks Al-Qur’an yang ditafsirkan.

 

Setiap ayat atau kumpulan ayat Al-Qur’an itu memiliki tiga hal tersebut secara sekaligus. Makna historis ayat (al-ma‘nā al-tārīkhī) adalah makna bahsa/ literal yang mungkin dimaksudkan oleh Allah Swt pada masa diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi Muhammad Saw, dan atau yang dipahami oleh beliau dan para sahabatnya sebagai audiens pertama Al-Qur’an (al-mukhāṭabūn al-awwalūn). Sedangkan signifikansi historis ayat (al-maghzā al-tārikhī) adalah maksud atau pesan utama yang ingin disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya, baik itu berupa maqāṣid syar‘iyyah (maksud-maksud utama penetapat hukum), ‘illat al-ḥukm (alasan penetapan hukum tertentu) maupun ‘ibrah (pelajaran moral). Adapun signifikansi dinamis kontemporer (al-maghzā al-mutaḥarrik al-mu‘āṣir) itu hasil ijtihad/penafsiran seorang penafsir dalam mengembangkan al-maghzā al-tārikhī dengan cara mereaktualisasikannya, mendefinisikannya kembali dan mengimplementasikannya dalam konteks dimana penafsiran itu dilakukan pada ruang dan waktu tertentu.

 

Dengan pendekatan ini diharapkan bahwa para penafsir dapat melakukan, paling tidak, dua hal berikut ini. Pertama, mereka mampu melakukan penafsiran yang kontekstualis. Mereka tidak hanya terpaku pada makna literal ayat saja, tetapi juga memperhatikan pesan utamanya. Dengan demikian, mereka dapat mengaktualisasikan pesan-pesan Al-Qur’an dalam ruang dan waktu secara dinamis. Dalam hal ini, dari satu sisi mereka memperhatikan aspek linguistik ayat, tetapi juga di sisi lain memperhatikan konteks tekstual dan konteks sosial historis pada masa pewahyuan Al-Qur’an serta konteks sosial pada masa kontemporer (ketika teks ditafsirkan). Karena memperhatikan hal-hal tersebut, pendekatan ma‘nā-cum-maghzā merupakan pendekatan yang seimbang (balanced approach).

 

Kedua, para penafsir mampu menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu ṣāliḥ li-kull zaman wa makān (sesuai dengan segala waktu dan tempat). Ketika mereka hanya memperhatikan aspek kebahasaan Al-Qur’an semata, maka mereka tidak akan merasakan ṣalāḥiyyat (kesesuaian) Al-Qur’an dengan berbagai macam situasi dan kondisi masyarakat yang bervariasi dalam hal pola pikir, cara pandang, budaya, ekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspek-aspek lainnya.

 

Dikutip Dari Orasi Ilmiah Prof. Dr.phil. Sahiron Syamsudin, M.A, dalam Pendekatan ma‘nā-cum-maghzā atas Al-Quran.

 

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

Pendekatan ma‘nā-cum-maghzā atas Al-Quran pdf

New Trends in Quranic Studies pdf

The Quran with Cross References pdf

Scriptual Polemic the Quran pdf

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer