Pages

Jumat, 04 Maret 2022

Fenomena Keberagamaan dan Runtuhnya Otoritas Keagamaan di Media Sosial

Sumber gambar: islami.co



Media sosial menjadi wahana yang memfasilitasi penciptaan atau pertukaran informasi, ide, minat karier, dan bentuk ekspresi lainnya melalui komunitas dan jaringan virtual (Kietzmann dkk., 2011; Obar & Wildman., 2015). Penggunaannya terus mengalami peningkatan dalam kehidupan keseharian masyarakat. Data menunjukkan bahwa 60% penduduk dunia merupakan pengguna aktif media sosial (Kemp, 2020a). Di Indonesia, laporan Datareportal per Januari 2020 menunjukan bahwa pengguna aktif media sosial di Indonesia berjumlah 160 juta dengan persentase penetrasi sebesar 59% (Kemp, 2020b).

 

Saat ini media sosial telah menjadi sumber informasi yang populer untuk mengetahui kabar apapun. Baik yang sifatnya ringan maupun penting dan serius, termasuk di dalamnya adalah informasi terkait agama. Naiknya penggunaan media sosial untuk komunikasi keagamaan pun mempengaruhi cara orang beragama. Beberapa studi menunjukan bahwa berbagai macam praktik keagamaan mulai dari berderma hingga kegiatan-kegiatan virtual yang diyakini mampu memperkuat keimanan dan keyakinan semakin mudah dijumpai (Laney, 2005). Hal ini menjadi mungkin karena sifat media sosial yang ekspresif, sehingga ia bisa digunakan untuk memberi dan menerima dukungan spiritual, mengekpresikan keyakinan seseorang, menginformasikan kepada orang lain terkait praktek/ritual, aktivitas, bahkan pemahaman keagamaan. Media sosial juga menjadi media untuk memperoleh panduan spiritual dan rujukan primer dalam beragama, dan secara bersamaan menawarkan hiburan bagi para penggunanya. Oleh karena itu, media sosial menyediakan jalan untuk memenuhi kebutuhan dan gairah keagamaan yang bisa diekspresikan dan dipenuhi secara online (Brubaker & Haigh, 2017).

 

Para penganut agama bahkan memiliki keleluasaan dalam memilih pola-pola pengkonsumsian agama secara online. Mereka bisa memilih berbagai situasi virtual sesuai seleranya, baik yang mampu menghadirkan suasana nyaman dalam berdiskusi di komunitas virtual relijius (Mandaville & Karim, 2003), yang bisa memunculkan ruang berdoa bersama secara online sebagai bentuk kesalehan yang baru (Cheong, 2011, 2014), atau bisa saja menjadi alternatif di tengah kejenuhan narasi dakwah yang direproduksi oleh otoritas keagamaan tradisional (Campbell, 2007). Tapi ada juga yang memanfaatkan media sosial untuk saling hujat antar masyarakat beragama––yang ternyata kerap didukung oleh para pemegang otoritas keagamaan bercorak fundamentalis di dunia maya (van Zoonen, Liesbet, Farida Vis, 2013).

 

Media sosial juga digunakan untuk mentransmisi paham dan ideologi keagamaan yang terjadi di tengah fenomena keagamaan online misalnya, untuk menyebarkan pemahaman konservatif (Lim, 2017; Sebastian & Nubowo, 2019), fundamentalisme beragama (Barzilai-Nahon & Barzilai, 2005; Howard, 2010), radikalisme, islamisme, hingga ekstremisme (Bräuchler, 2003, 2004; O’Hara & Stevens, 2015). Bahkan pada tingkat yang ekstrim, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini membantu kelompok terorisme untuk mengembangkan jaringannya dan memobilisasi individu-individu agar melakukan berbagai tindakan teror baik online maupun offline (Jurriens & Tapsell, 2017). Studi lainnya yang dilakukan oleh Weng (2018) terkait media sosial dan propagasi Islam, juga menjelaskan bagaimana aktivitas dakwah seorang tokoh HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Felix Siauw, yang secara kreatif menggunakan media sosial dan gambar visual untuk menyebarkan ideologi HTI di kalangan pemuda Muslim Indonesia.

 

Meskipun telah ada beberapa studi yang dilakukan terkait internet dan penyebaran pemahaman keagamaan di dunia maya, ada beberapa kelemahan dari studi-studi tersebut. Pertama, studi-studi yang ada cenderung membatasi pada satu tokoh atau satu organsisasi saja sehingga sulit untuk memahami kecenderungan umum paham keagamaan yang berkembang di dunia maya. Kedua, secara metodologi belum banyak studi yang menggunakan big data untuk analisis konten dan jaringan sosial dalam penyebaran pemahaman keagamaan di media sosial. Ketiga, belum banyak studi yang mencoba mengeksplorasi secara komprehensif hubungan antara konteks sosial politik dan perkembangan narasi keagamaan di dunia maya. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan dalam literatur, penelitian ini bermaksud untuk menganalisa paham dan narasi keagamaan yang berkembang di media sosial, menganalisa jaringan sosial untuk melihat persebaran paham kegamaan online dan menganalisa pengaruh konteks sosial politik bagi perkembangan dan perubahan narasi keagamaan di dunia maya.

 

Dikutip dari MERIT REPORT INDONESIA PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

MERIT REPORT: Beragama di Dunia Maya; Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia 2020 pdf

Digital Indonesia Februari 2022 pdf

Dialektika Keilmuan Ushuluddin: Epistemologi, Diskursus dan Praksis pdf

Studi Tafsir Mulla Sadra pdf

Scriptual Polemics: The Quran and Other Religions Mun’im Sirry pdf

Sejarah Indonesia Modern M.C. Ricklefs pdf


0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer