Pages

Jumat, 04 Maret 2022

Runtuhnya Kejayaan Peradaban Islam di Andalusia

Sumber gambar: pwmu.co


Di antara sejumlah besar capaian peradaban umat Islam masa klasik adalah penaklukan (dalam sumber Arab, futuhat) yang mereka lakukan ke arah Barat, yakni dari Hijaz menuju Syiria (Syam), lalu kemudian ke wilayah Mesir, Afrika Utara (Ifriqiyya) hingga menyeberang ke Andalusia, Semenanjung Iberia. Penaklukan ini begitu penting dikarenakan oleh dua hal. Pertama, Andalusia adalah titik barat terujung dari wilayah yang ditaklukkan umat Islam. Tidak hanya itu, wilayah ini dapat pula dipersepsi sebagai perwakilan dari peradaban Barat, sehingga penaklukannya memiliki relevansi kultural tersendiri, lebih dari wilayah-wilayah lainnya. Kedua, bahwa ternyata pencapaian sosial dan budaya yang dilakukan oleh umat Islam di Andalusia berakhir secara ‘tragis’, dan hampir tidak menyisakan apa-apa. Dapat disebut bahwa penaklukan Andalusia berakhir dengan sebuah anti-klimaks dalam berbagai aspek.

 

Sejarah Islam Andalusia bermula dengan penaklukan yang dilakukan oleh tentara Muslim pada awal abad ke 2H/8M. Di bawah ini dikutipkan sebuah paragraf dari sejarawan Albert Hourani:

 

The Arabs first landed in Spain in 710 and soon created there a province of the caliphate which extended as far as the north of the peninsula. The Arabs and Berbers of the first settlement were joined by a second wave of soldier from Syria, who were to play an important part, for after the ‘Abbasid revolution a member of the Umayyad family was able to take refuge in Spain and found supporters there. A new Umayyad dynasty was created and ruled for almost three hundred years, although it was not until the middle of the tenth century that the ruler took the title of caliph. In their new kingdom the Umayyads were involved in the same process of change as took place in the east. A society where Muslims ruled over a non-Muslim majority gradually changed into one where a considerable part of the population accepted the religion and language of the rulers, and a government which ruled at first in a decentralized way, by political manipulation, became a powerful centralized one ruling by bureaucratic control.

 

Penjelasan Hourani di atas menekankan pentingnya penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam dan betapa penaklukan itu memengaruhi secara sangat signifikan keadaan sosial dan kultural Andalusia. Namun demikian, Hourani dengan jelas pula menekankan betapa perubahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan agama dan bahasa, terjadi secara gradual dan perlahan, bukan sebuah perubahan mendadak dan revolusioner. Dengan kata lain, meskipun Andalusia mengalami perubahan yang relatif drastis pada aspek politik dan kemiliteran, perubahan tersebut terjadi dalam tempo yang relatif lebih perlahan dalam urusan agama dan budaya, khususnya bahasa.

 

Pada masa-masa awal umat Islam di Andalusia adalah merupakan minoritas dalam jumlah namun mengendalikan kekuasaan politik dan kekuatan militer. Jarak yang begitu jauh dari pusat peradaban Islam di Timur (Syria-Hijaz) mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk Muslim berjalan relatif lambat, dan karenanya penanaman pengaruh Islam dan penyebarluasan penggunaan bahasa Arab juga berjalan sangat perlahan. Malah pada masa awal terdapat kecenderungan terjadinya asimilasi budaya Arab Muslim dengan budaya setempat. Ini misalnya terlihat dalam kasus amir pertama, ‘Abd al-‘Aziz ibn Musa yang menikahi janda dari Jenderal Roderick yang dia kalahkan. Sang amir kemudian dituduh telah terpengaruh oleh isterinya dan beralih agama, sehingga akhirnya dia dieksekusi. Kasus ini diangkat sekedar untuk menunjukkan betapa saling pengaruh adalah hal yang lumrah dalam interaksi sosial kultural, bahkan religius.

 

Menarik untuk dicatat bahwa ternyata permusuhan politik antara Dinasti Abbasiyah (yang menguasai dunia Islam Timur) dengan Umayyah di Andalusia tidak menghalangi Muslim Andalusia untuk belajar dari Muslim di Timur dalam hal pengembangan kebudayaan Islam. Chejne menulis sebagai berikut:

 

Although al-Andalus assumed an independent political posture from the outset, the Muslims of al-Andalus turned not inward for self-development, but outward toward the East for religiocultural inspiration and guidance. In fact, borrowing from Spain was relatively small, indeed much smaller than the heavy borrowing from the East. There is no indication of extensive translation from Greek or Latin into Arabic in al-Andalus as in the East ... Nor is there any indication that the intellectual life in Spain was in a state of development sufficient to exert appreciable influence on the intellectual perspective of the Muslims... Under those circumstances, al-Andalus was the recipient, slavishly dependent on the East for intellectual nourishment, and remained so for a long time.

 

Catatan-catatan sejarah menunjukkan bahwa Andalusia mengimpor sejumlah besar buku-buku karya para ulama dari dunia Islam Timur, sejumlah besar orang pindah dari Timur ke Andalusia dan sebaliknya. Beberapa contoh ilmuan Andalusia yang belajar ke Timur dan kemudian kembali ke Andalusia dapat ditemukan dalam bab khusus mengenai wilayah ini dalam karya Al-Andalusi, Thabaqât al-Umâm. Di antara yang paling populer adalah sufi besar Muhyiddin ibn ‘Arabî, yang bertualang belajar dan mengajar ke berbagai penjuru dunia Islam Timur.

 

Dikutip dari L. Hidayat Siregar dalam Andalusia: Sejarah Interaksi Religius dan Linguistik.

 

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

Bangkit dan Runtuhnya Islam di Andalusia: Jejak Kejayaan Peradaban Islam di Spanyol pdf


0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer