Pages

Senin, 06 April 2020

Menembok Terorisme di Indonesia

Sumber gambar: merdeka.com


Istilah ekstremisme kekerasan (violent extremism) merupakan istilah yang baru dipercakapkan publik internasional dalam 15 tahun terakhir. Istilah ini juga merupakan istilah yang baru di Tanah Air. Belakangan ini, studi-studi dikembangkan untuk menjawab banyak sisi dari isu ini. Mulai dari peta jejaring, faktor, dan strategi-strategi mengatasinya.

Istilah ini sudah digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menunjuk sejumlah aksi-aksi kekerasan termasuk terorisme. Pada 15 Januari 2016, PBB telah mengeluarkan kebijakan yang mendorong negara-negara anggota membuat rencana aksi mencegah ekstremisme kekerasan.

Perkembangan isu ini, jika ditarik ke belakang hingga tahun 2005, tak bisa dilepaskan dengan kebijakan Pemerintah George Bush yang gencar memerangi terorisme pasca serangan 9/11. Istilah yang dipakai, Perang Global terhadap Teror, atau ‘Global War on Terror’ (GWOT). Karena terlalu vulgar, menurut Dr. Alex P. Schmid, peneliti dari  ICCT, istilah tersebut lalu diperlunak menjadi perjuangan melawan ekstremisme kekerasan, ‘Struggle Against Violent Extremism’ (SAVE). Istilah kedua dianggap lebih “soft”, bahkan dapat mengembangkan strategi menggandeng kelompok-kelompok “ekstremisme tanpa kekerasan” dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Perubahan strategi dan penggunaan istilah ini tentu saja memerlukan peneropongan lebih lanjut, terutama ukuran dan ruang lingkup yang tegas antara “ekstremisme” dan ekstremisme kekerasan, usaha yang tidak mudah. Usaha ini berimplikasi jauh pada peran yang hanya dapat dilakukan pemerintah, aparat hukum, atau hanya dilakukan oleh masyarakat sipil. Kerumitan lainnya juga berkaitan dengan istilah-istilah lan yang saling berhubungan seperti intoleran, radikalisme, fundamentalisme, islamisme, terorisme.

Kerumitan ini dapat dijumpai dalam perdebatan dan upaya-upaya pemerintah dan masyarakat sipil dalam menangani kekerasan, atau istilah yang lebih umum dipakai sebagai radikalisme. Perdebatan alot mengenai definisi radikalisme muncul dalam penyusunan salah satu pasal dalam RUU tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. RUU ini sendiri disahkan menjadi UU oleh DPR pada Jumat 25 Mei 2018.

Buku ini merupakan salah satu ikhtiar untuk berkontribusi dalam setiap usaha mengembangkan kebijakan termasuk pengembangan pengetahuan terkait isu ekstremisme kekerasan. Tulisan Idznursham Ismail, analis peneliti di Pusat Internasional Kajian Terorisme dan Kekerasan Politik (ICPVTR), RSIS Singapura, di awal bab buku ini menjelaskan panjang lebar mulai dari definisi dan ruang lingkup ekstremisme, termasuk faktor-faktor yang menyebabkannya. Ia juga mulai memperbincangkan ketepatan penggunaan istilah rawan (vulnerable) dan rentan (susceptible). Keduanya memiliki implikasi berbeda dalam merespons dan menyasar target pencegahan ekstremisme.

Buku ini sendiri terdiri dari empat bagian. Selain menyangkut kerangka konsep tentang ekstremisme kekerasan dan faktor-faktor penyumbang, bab kedua buku ini membicarakan mengenai kerangka legislasi di Indonesia. Payung hukum apa saja yang terkait dengan isu ini. Bagian ini ditulis oleh Muhammad Hafiz, Direktur Human Rights Working Group Jakarta.

Pada bagian ketiga, pembaca akan diajak melihat bagaimana langkah-langkah pemerintah Indonesia dan masyarakat sipil mengatasi masalah ini. Mulai dari penindakan hingga konter narasi oleh masyarakat sipil. Ditulis dua orang peneliti dari Serve, organisasi yang bergerak untuk isu-isu terorisme: Dete Aliyah dan Mayo Eka. Dalam keseluruhan tulisan ini, tampak jelas bagaimana Indonesia dapat menjadi contoh di mana peran masyarakat sipil sangat strategis dalam mencegah aksi-aksi ekstremisme.

Di bagian akhir peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membahas bagaimana Pengalaman Inggris dan Jerman merespons dan mengatasi ekstremisme kekerasan. Disajikan sebagai bahan perbandingan untuk Indonesia. Kami berharap buku ini memberi kontribusi dalam segenap usaha kita merespons tantangan-tantangan ekstremisme kekerasan di Tanah Air.

Dikutip dari Pengantar Buku Menghalau Ekstremisme: Konsep dan Strategi Mengatasi Ekstremisme Kekerasan di Indonesia karya Wahid Foundation.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer