Pages

Kamis, 09 April 2020

Potret Pendidikan Indonesia

Sumber gambar: kompasiana.com

Pemerataan pendidikan dimaksudkan untuk menekan disparitas taraf pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antardaerah, dan disparitas gender. Dengan pendidikan yang merata dan berkualitas, maka tujuan pemerintah mencerdaskan anak bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dapat terwujud.
(Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2017)

Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan. Pendidikan merupakan investasi bagi terbentuknya sumber daya manusia berkualitas. Melalui pendidikan yang baik, diharapkan tercipta manusia sebagai pelaku pembangunan yang berjiwa pembaharu, yang dapat mengembangkan segala potensi diri dan mengambil peran dalam pembangunan berbagai aspek kehidupan. 

Tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan periode 2015-2019 secara jelas tertuang dalam Nawa Cita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan Program Indonesia Pintar (PIP). Secara internasional tujuan pembangunan di bidang pendidikan tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) khususnya pada tujuan keempat yaitu memastikan mutu pendidikan yang inklusif dan merata, serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. Adapun tantangan utama dalam pembangunan pendidikan adalah peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan. 

Guna melihat sejauh mana pembangunan pendidikan di Indonesia, Publikasi  “Potret Pendidikan Indonesia, Statistik Pendidikan 2017” menyajikan data indikator pendidikan yang memberikan gambaran secara rinci mengenai kondisi dan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun provinsi. Publikasi ini menyajikan data dan informasi dunia pendidikan berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017 serta data sekunder Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ajaran 2016/2017. Informasi pendidikan yang disampaikan meliputi sarana dan prasarana pendidikan, partisipasi sekolah, kegiatan siswa di luar jam sekolah dan hasil capaian pendidikan.

Pasal 45 UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan. Pemerintah terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan antara lain melalui penambahan dan penataan bangunan sekolah, perbaikan ruang kelas yang rusak, serta peningkatan jumlah perpustakaan. Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat.

Data Kemdikbud TA 2016/2017 menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah sekolah dan peserta didik pada semua jenjang pendidikan, kecuali jenjang Sekolah dasar (SD). Hal ini ditengarai adanya kebijakan pemerintah melakukan penggabungan beberapa SD negeri.  Dilihat dari kondisi ruang kelas, sebagian besar ruang kelas dalam kondisi rusak pada semua jenjang pendidikan. Namun, persentase ruang kelas dengan kondisi baik pada jenjang pendidikan dasar mengalami peningkatan dibanding tahun ajaran sebelumnya. Jumlah perpustakaan juga meningkat setiap tahun. Selain itu, persentase guru yang berijazah minimal D4/S1 mengalami kenaikan setiap tahun sejak tiga tahun terakhir.

Capaian Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anka Usia dini (APK PAUD) kelompok umur 3-6 tahun secara nasional baru 33,84 persen, masih jauh di bawah target pembangunan sebesar 77,2 persen. Sementara itu, berdasarkan daerah tempat tinggal, terdapat disparitas antara perkotaan dan perdesaan dimana APK PAUD di perkotaan lebih besar dibandingkan di perdesaan (36,43 persen berbanding 31,08 persen). Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh akses dan fasilitas untuk pelayanan PAUD yang belum merata, dimana fasilitas PAUD lebih banyak tersedia di perkotaan.

Partisipasi sekolah masih bervariasi antar jenjang pendidikan yang terlihat melalui nilai Angka Partisipasi Kasar (APK). APK jenjang pendidikan SD/sederajat nilainya sudah melebihi 100 persen. Tingginya partisipasi sekolah jenjang pendidikan SD dan Sekolah menengah Pertama (SMP) merupakan dampak positif kebijakan pemerintah tentang wajib belajar sembilan tahun yang sudah dilaksanakan selama dua dekade terakhir. Namun demikian, semakin tinggi jenjang pendidikan nilai APK semakin menurun. Bahkan pada jenjang Perguruan Tinggi (PT) hanya 1 dari 4 orang yang mengikuti jenjang PT. Di sisi lain, masalah ekonomi merupakan salah satu persoalan penting dalam proses pendidikan formal mengingat apabila ekonomi suatu keluarga kurang bagus maka proses pendidikan juga menjadi terhambat. Hal tersebut berdampak pada kesenjangan partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan menengah ke atas yang lebih terlihat nyata antar kuintil pengeluaran rumah tangga. Separuh dari penduduk pada kelompok kuintil pengeluaran teratas mampu mengenyam pendidikan hingga PT, lain halnya dengan kelompok kuintil pengeluaran terendah, hanya 8% penduduknya  yang mampu mengenyam pendidikan hingga jenjang PT. 

Kegiatan di luar jam sekolah yang dilakukan oleh siswa dapat berupa mengakses internet, bekerja, dan membantu mengurus rumah tangga. Dalam bidang pendidikan, internet diterapkan sebagai media pembelajaran penunjang sistem kurikulum sekolah. Pada tahun 2017, persentase siswa umur 5-24 tahun yang mengakses internet selama tiga bulan terakhir relatif tinggi yaitu mencapai 40,96%, dimana yang tinggal di perkotaan hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan. Selain itu, terlihat adanya pola yakni meningkatnya persentase siswa umur 5-24 tahun yang mengakses internet seiring dengan meningkatnya kuintil pengeluaran dan jenjang pendidikan yang diikuti. Sebagian besar dari mereka mengakses internet untuk mengerjakan tugas sekolah dan aktivitas sosial media/jejaring sosial. Proses pembelajaran dan pencapaiannya akan terganggu ketika siswa memadukan dua aktivitas, yaitu bekerja dan sekolah. Data menunjukkan di antara 100 orang siswa terdapat 7 orang siswa umur 10-24 tahun yang aktif bekerja selama seminggu terakhir dan masih saja ditemukan siswa SD/sederajat yang bekerja. Persentase siswa umur 10-24 tahun yang tinggal di perdesaan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi lebih besar dibandingkan yang tinggal di perkotaan. Secara keseluruhan, siswa umur 10-24 tahun yang bekerja paling banyak terserap pada sektor jasa dan umumnya bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai serta pekerja bebas.

Mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, menjaga adik dan lain-lain merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga dalam mengurus atau membantu mengurus rumah tangganya. Data menunjukkan sekitar dua dari sepuluh siswa membantu mengurus rumah tangga dengan komposisi siswa perdesaan cenderung lebih tinggi dibanding siswa di perkotaan dan siswa perempuan hampir dua kali lipat dibandingkan siswa laki-laki. Selain itu, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka persentase siswa yang membantu mengurus rumah tangga semakin besar.

Pada buku ini juga diulas beberapa capaian pendidikan yang dapat diukur dari data Susenas 2017. Capaian pendidikan Indonesia secara umum meliputi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk umur 15 tahun ke atas, rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun ke atas, dan Angka Melak Huruf (AMH) penduduk kelompok umur muda (15-24 tahun) dan dewasa (15-59 tahun). Sementara itu, capaian pendidikan yang mencakup penduduk yang masih bersekolah antara lain angka bertahan sampai dengan kelas lima SD, angka naik kelas/mengulang dan angka melanjutkan.

Tercatat beberapa capaian sudah memenuhi target Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Berdasarkan Susenas tahun 2017, Angka Melek Huruf (AMH) penduduk umur 15-59 tahun lebih besar dari target yang ditetapkan dalam Renstra Kemdikbud. Akan tetapi, AMH penduduk umur 15 tahun ke atas masih di bawah target yang diharapkan, yaitu 95,50. Sementara itu, rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas mencapai 8,5 tahun atau setara kelas 2 SMP/sederajat (tanpa mempertimbangkan kejadian mengulang kelas). Angka ini masih cukup rendah mengingat program Wajib Belajar 9 Tahun telah dilaksanakan sudah sejak lama sebagaimana tertera dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun demikian, rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas setidaknya terus mengalami kenaikan

Dikutip dari Pengantar buku Potret Pendidikan Indonesia Statistik Pendidikan 2017 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer