Pages

Sabtu, 25 April 2020

Memahami Tujuan Pokok Berpuasa


Sumber gambar: islam.nu.or.id

Berpuasa dan mengisi hari-hari bulan Ramadhan dengan serangkaian amal ibadah; tarawih, tadarus, taklim, dan amal ibadah lainya merupakan keinginan setiap orang yang jiwanya dibalut dengan iman dan takwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Meski Ramadhan tahun ini sedikit berbeda dengan Ramadhan sebelumnya karena pandemi Covid-19 tetapi antusias umat Islam di Indonesia tampak tidak berkurang, bahkan bisa jadi tambah semangat menjemput bulan penuh ampunan (maghfirah) ini.

Ada suatu karya menarik yang membahas perihal puasa ramadhan secara khusus yakni Syekh Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H), dalam karyanya berjudul Maqashidus Shiyam.

Profil Syekh Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H)

Nama lengkapnya adalah al-‘Allamah alSyaikh al-Imam al-Faqih al-Mujtahid Hujjatul Islam, Syaikhul Islam Izzuddin Abu Muhammad Abdul Aziz ibn Abdussalam ibn Abu alQasim ibn Hasan al-Sulami al-Dimasyqi alSyafi‘i. Ia lahir pada 577 Hijriah.

Beliau belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Ahmad al-Mawwazini, Barakat ibn Ibrahim al-Khusyu‘i, al-Qasim ibn Asakir, Umar ibn Thabrazid, Hanbal ibn Abdullah, dan beberapa guru yang lain.

Beliau juga menjadi guru bagi banyak murid yang sebagiannya kemudian dikenal sebagai ulama yang cukup masyhur, seperti al Dimyathi, Ibn Daqiq al-‘Id, Syihabuddin ibn Farh, al-Yunaini, Ibn Bahram al-Halabi, dan lain-lain.

Beliau memiliki riwayat panjang dalam tradisi ilmu dan ijtihad. Juga dikenal istiqamah dalam memperjuangkan kebenaran dan jihad. Dikenal luas pada zamannya sebagai salah satu ulama besar mazhab Syafi‘i. Juga dikenal teguh memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Selain itu, dikenal pula sebagai alim yang warak dan pemberani.

Al-Asnawi mengatakan, “Syekh Izzuddin ibn Abdussalam adalah syekh Islam yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Ia menganggap rendah kekuasaan dunia dan para penghamba dunia. Ia juga bersikap tegas kepada para raja dan bangsawan pada zamannya.”

Berikut ini beberapa karya tulisnya yang lain: Tafsîr al-Qur’ân—ringkasan atas al-Nukat wa al-‘Uyûn karya al-Mawardi, Al-Jam‘ bayna al-Hâwi wa al-Nihâyah, Qawâ’id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm, Al-Qawâ‘id al-Shugrâ, Bidâyah al-Sûl fî Tafdhîl al-Rasûl, Al-Alghâz fî al-Nahw, Amâlî al-‘Izz, Al-farq bayna al-Islâm wa al-Imân, Ahkâm al-Jihâd wa Fadhlih, Al-Isyârah ilâ al-Îjâz fî Ba‘dhi Anwâ‘ alMajâz, Al-Anwâ‘, Bayânu Ahwâl al-Nâs Yawm al-Qiyâmah, Targhîb Ahl al-Islâm fî Suknâ al-Syâm, Syarh Asmâ’ Allâh al-Husnâ, Al-Targhîb fî Shalât al-Raghâ’ib, Al-Radd ‘alâ al-Mubtadi‘ah wa al-Hasyawiyyah, Risâlah fî ‘Ilm al-Tawhîd, Risâlah fî al-Quthb wa al-Ghawts wa alAbdal wa Ghayruhum, Syarh Hadîts lâ Dharara wa lâ Dhirâra, Syarh Muntahâ al-Sûl wa al-Amal fî ‘Ilm al-Jadal wa al-Ushul, Milhah al-I‘tiqâd, Al-Fatâwa al-Majmû‘ah, Al-Fatâwa al-Mishriyyah, Al-Fatâwa al-Maushiliyyah, Fawâ’id al-Balwâ wa al-Mihan, Al-Fawâ’id fî Ikhtishâr al-Maqâshid, Qashîdah min 33 Bait min Bahr al-Wâfir fî Madh al-Ka‘bah, Mukhtashar Shahîh Muslim, Majlis fî Dzamm al-Hasyîsyah, Mukhtashar Majâz al-Qur’ân, Maqâshid al-Ri‘âyah, Maqâshid al-Shalâh, Maqâshid al-Shiyâm, Manâsik al-Hajj, Nubdzah Mufîdah fî Adâb al-Shuhbah, Washiyyah al-‘Izz Qabla Mawtihî.

Itulah beberapa kitab yang ditulis al-‘Izz. Disebutkan bahwa pemuka para ulama ini meninggal sebagai zahid pada 660 H. Sebagian riwayat lain menyebut 659 H di kota alMahrusah. Jenazahnya dikuburkan di lembah gunung al-Muqaththam. Di tempat itu ada pemakaman yang penjaganya tidak mengizinkan siapa pun dikuburkan di sana kecuali dengan kuburan yang sederhana, tanpa dinding, tanpa hiasan, dan bentuk kemegahan lainnya. Dengan begitu, sang zahid ini tetap menjadi zahid hingga akhir hayatnya dan di kehidupan berikutnya. Semoga beliau mendapatkan surga firdaus, kenikmatan yang paling nikmat, dan taman surga yang paling luas.

Kewajiban Berpuasa

Allah Swt. berfirman,“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 183). Artinya adalah agar kamu takut kepada neraka dengan mengerjakan puasa, karena puasa merupakan sebab bagi pengampunan dosa yang mengharuskan balasan neraka. Dalam Shahih Bukhari-Muslim diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda,

“Islam dibangun di atas lima hal: yaitu agar engkau menyembah Allah dan kufur kepada selain Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa bulan Ramadhan”. (H.R. Bukhari [8], Muslim [16], Turmudzi [2609], dan Ahmad bin Hanbal [2/29])

Fadhilah Puasa

Puasa mengandung beberapa faedah, seperti meninggikan derajat, menghapus kesalahan, melemahkan syahwat, memperbanyak sedekah, meningkatkan ketaatan, syukur kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang tidak tampak, menjauhkan diri dari bisikan maksiat dan menyimpang (dari syariat). Tentang manfaat meninggikan derajat, Rasulullah saw. menegaskan:

“Apabila Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, serta setan-setan dibelenggu”. (H.R. Bukhari [1799-1800], Muslim [1709], Ahmad [2/357], al-Nasa’i [4/127])

Kemudian berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang menceritakan dari Allah Swt,

“Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang membalasnya. Puasa adalah perisai, maka jika salah seorang dari kamu berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor pada hari itu dan bertengkar. Jik seseorang mengumpat atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia berkata; ‘Sesungguhnya aku adalah orang yang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh busuknya bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat dibanding bau minyak misik. Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: jika berpuasa, ia bergembira dengan bukanya. Dan ketika bertemu Tuhannya, ia bergembira dengan puasanya”. (Hadits Qudsi, HR. Bukhari [1805], Muslim [1151], Ahmad [3/273], dan Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf [7891]).
“Setiap amal anak Adam itu dilipatgandakan. Satu kebaikan mendapat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat.” Allah berfirman, “Kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Dia tinggalkan syahwat dan makanan karena Aku.” (HR. Muslim: 1151, Ibnu Majah: 1638, Ahmad: 2/443, dan al-Baihaqi: 4/273)

Puasa mengandung beberapa faedah, seperti meninggikan derajat, menghapus kesalahan, melemahkan syahwat, memperbanyak sedekah, meningkatkan ketaatan, syukur kepada Allah Yang Maha Mengetahui segala yang tidak tampak, menjauhkan diri dari bisikan maksiat dan menyimpang (dari syariat).

Dan Beliau saw bersabda,

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang disebut dengan ar-Rayyan, yang pada hari kiamat orang-orang yang puasa akan masuk melaluinya dan tak seorangpun selain mereka masuk bersama mereka. Dikatakan: manakah orang-orang yang puasa? Merekapun masuk melalui pintu itu. Dan setelah yang terakhir dari mereka masuk, pintu itupun ditutup sehingga tak seorangpun masuk melalui pintu tersebut”. (HR. Bukhari, 1797, Muslim, 1152, an-Nasa’i dalam Bab ash-Shiyam, 142 dan Ibnu Majah, 1640)

Dalam riwayat lain disebutkan,

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang disebut dengan ar-Rayyan, yang diserukan kepada orang-orang yang puasa. Barangsiapa termasuk orang-orang yang puasa, maka ia memasuki pintu itu dan barangsiapa memasukinya, maka tidak pernah haus selama-lamanya.” (HR. Turmudzi: 765 dan ia mengatakan, “Hasanshahih-gharib, dan oleh an-Nasa’i dalam bab ash-Shiyam: 4/168, serta Ibnu Adi dalam al-Kamil: 4/1612)

Rasulullah saw. juga bersabda,

“Sesungguhnya orang yang berpuasa itu didoakan oleh para malaikat ketika ada yang makan di sisinya sampai mereka selesai.” (HR. Turmudzi: 785 dan ia mengatakan, “Hasan shahih.” Dan diriwayatkan oleh Ahmad)

Yang dimaksud dengan dibukanya pintu surga berarti memperbanyak taat yang menyebabkan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu neraka berarti sedikitnya maksiat yang menyebabkan ditutupnya pintu-pintu mereka. Dibelenggunya setan berarti terputusnya bisikan setan terhadap orang-orang yang puasa, karena mereka tidak bisa berharap agar orang-orang yang puasa mengikuti ajakan mereka untuk berbuat maksiat. Tentang firman Allah Swt., “Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang membalasnya,” Allah menisbahkan puasa kepada-Nya sebagai bentuk kehormatan, karena puasa tidak termasuki oleh riya, karena puasa adalah ibadah yang tidak tampak, dan karena lapar dan haus tidak pernah digunakan untuk mendekatkan diri kepada seorang pun di antara raja-raja di bumi. Tidak pula untuk mendekat kepada berhala.

Firman Allah, “Dan Aku yang membalasnya,” meskipun Dia-lah yang membalas semua perbuatan taat, artinya adalah membesarkan balasan (pahala) puasa, karena Dia-lah yang mengurus pencurahan balasan tersebut. Firman Allah, “Puasa adalah perisai,” berarti puasa adalah penjaga dari azab Allah.

Kata al-rafats (الرفث) berarti kata-kata yang kotor, sedangkan al-sakhab (السخب) berarti pertengkaran. Firman Allah, Hendaklah ia berkata: “Sesungguhnya aku sedang berpuasa,” artinya ia mengingatkan diri sendiri bahwa dirinya sedang berpuasa agar terhindar dari kekeliruan dan pertengkaran. Kemudian firman Allah, “Sungguh busuknya bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat dibanding bau minyak misik.” Dalam kalimat ini ada kata yang dibuang. Perkiraannya: “Sungguh pahala bau busuk mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dibanding bau misik.” (Dikutip oleh az-Zabidi dalam al-Ithaf, 4/191. Perbedaan yang terjadi antara ash-Shalah dan al-Izz bin Abdus Salam adalah tentang apakah harumnya bau busuk itu di dunia dan akhirat atau di akhirat saja? Ibnu Shalah mengikuti pendapat pertama, sedangkan Ibnu Abdis Salam kepada pendapat kedua).

Dua kegembiraan yang dimaksud: pertama, karena mendapat taufik untuk menunaikan ibadah; kedua, karena balasan Allah saat Dia memberikan balasan.

Firman Allah Swt.: “Dia tinggalkan syahwat dan makanan karena Aku.” Artinya, karena dia mendahulukan taat kepada Tuhan daripada taat kepada diri sendiri, disertai kuatnya syahwat dan hawa nafsu, maka Allah memberi pahala dengan mengurus sendiri balasan itu. Barangsiapa mendahulukan Allah, Allah mendahulukan orang itu, karena Allah memosisikan hamba di sisi-Nya sebagaimana si hamba memosisikan Allah di hatinya. Karena itu, barangsiapa bermaksud melakukan maksiat kemudian meninggalkannya karena takut kepada Allah maka Allah berfirman kepada para malaikat pencatat amal,

“Catatlah perbuatan ini sebagai satu kebaikan, karena ia tinggalkan syahwat tiada lain karena Aku.” (Musnad Imam Ahmad, 2/42, 316 dan alBukhari, 7501)

Keistimewaan masuk surga melalui pintu ar-Rayyan: mereka mendapat keistimewaan dengan pintu tersebut karena keistimewaan dan kehormatan ibadah yang mereka kerjakan. Doa malaikat untuk orang yang berpuasa jika ada orang yang makan di dekatnya, karena ia tinggalkan makan padahal ada makanan di dekatnya, berarti sungguh-sungguh mengekang nafsu. Karena itu, dia berhak mendapat doa para malaikat. Shalawat malaikat itu berarti doa agar ia mendapat rahmat dan ampunan.

Dikutip dari Maqashidus Shiyam karya Syekh Izuddin bin Abdussalam (w. 660 H), Sulthanul Ulama dan Penulis Syajaratul Ma’arif.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer