Pages

Sabtu, 16 Mei 2020

Logika dan Sistematika Cara Berpikir Benar


Sumber gambar: dictio.id

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (Q.S. al-An’am [6]: 153)

Jalan” dalam ayat tersebut berarti metode, sistem pedoman, pola laku, pola tindak dan pola pikir yang menghantarkan manusia kepada kebenaran. Ayat tersebut menyerukan manusia untuk selalu berpegang teguh kepada logika Qurani agar tidak sesat pikir dalam mencapai kebenaran. Untuk mencapai hal tersebut perlu menelusuri usaha-usaha yang telah dilakukan oleh manusia dalam meluruskan petunjuk-petunjuk operasional yang bermanfaat dalam menjalankan logika Qur’an.

Mengikat Makna Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.1 Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau berucap.

Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Sedangkan logika yang dikatakan sebagai pengertian yang masuk akal, biasanya di dalamnya terdapat dua penalaran yang saling berlawanan, yakni antara yang betul dan yang salah. Karena itu, Irving M. Copi mengatakan, “Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dan penalaran yang salah.

Menurut Syaikh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisy, logika (mantiq) adalah
المنطق هو قانون تعصم مراعاته بتوفيق الله تعالي الذهن من الخطاء في فكره

“Tatanan berpikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berpikir dengan pertolongan Allah Swt”

Adapun menurut Syaikh Al-Jurjani merumuskan logika sebagai,

آلة قنونية تعصم مراعاثها الذهن عن الخطاء في الفكر فهو علم عملي آلي

“Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berpikir agar terhindar dari kesalahan; selain merupakan ilmu kecermatan praktis”

Sedangkan menurut Al-Quasini, ilmu logika adalah,

ﻋﻠﻢ ﻳﺒﺤﺚ ﻓﻴﻪ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻮﻣﺎت اﻟﺘﺼﻮرﻳﺎت واﻟﺘﺼﺪﻳﻘﻴﺎت ﻣﻦ ﺣﻴﺚ أﻧﻬﺎ ﺗﻮﺻﻞ اﻟﻲ ﻣﺠﻬﻮل ﺗﺼﻮري او ﺗﺼﺪﻳﻖ او ﻳﺘﻮﻗﻒ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻟﺘﻮﺻﻞ اﻟﻲ ذاﻟﻚ

“Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk mencapai interaksi dari keduanya, atau suatu pemahaman yang dapat mendeskripsikan tashawur dan tashdiq

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi logika antara lain:

1.    Ilmu yang memberikan aturan-aturan berfikir valid.
2.  Ilmu mengenai ketentuan-ketentuan yang dijadikan petunjuk oleh manusia dalam berfikir.
3.    Ilmu tentang undang-undang berfikir
4.    Ilmu tentang cara mencari dalil
5.    Ilmu tentang menggerakan fikiran kepada jalan yang lurus, dalam memperoleh suatu kebenaran.
6.    Ilmu yang membahas tentang undang-undang yang umum untuk fikiran.
7. Ilmu sebagai alat yang merupakan undang-undang dan bila undangundang itu dipelihara dan diperhatikan, maka hati nurani manusia dapat terhindar dari fikiran yang salah.
8.    Ilmu tentang hukum berfikir guna memelihara jalan fikiran dari setiap kekeliruan
9.    Ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir lurus atau tepat 10. Filsafat berfikir
10. Teknik berfikir.

Dari beberapa uraian di atas mengenai pengertian logika, kiranya dapat disimpulkan bahwa logika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang baik dan benar dengan menggunakan otak atau akal yang mendapatkan bimbingan dari Allah Swt. agar terhindar dari kesalahan.

Sejarah Logika

Perkembangan ilmu logika tidak terlepas dari perjalanan filsafat Yunani dan transformasinya ke dalam pemikiran dalam kegiatan ilmiah.

Pada mulanya kegiatan berpikir muncul berbarengan dengan adanya manusia pertama. Manusia diberi potensi berpiikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Namun, mengenai berpikir sistematis (dalam pengertian secara logika), para penulis Ilmu Logika meyatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis, kegiatan berpikir yang kemudian melahirkan tata cara berpikir yang dituangkan dalam suatu disiplin ilmu yang disebut Logika, baru tejadi kira-kira 470 SM. yang dirintis oleh kelompok Sofisme (Sufsathaiyun). Kelompok inilah yang mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan pendekatan akal; benar-salah dan baik-buruk sesuatu diukur dengan timbangan akal mereka. Sayangnya, kajian mereka kerapkali mengarah pada kesesatan berpikir, karena belum ada norma berpikir yang baku yang dapat menuntun mereka ke arah berpikir yang benar dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.

Pernyataan mereka kelihatannya benar, namun membuat penyesatan-penyesatan pemikiran, nilai dan moral. Di antara penyataan-pernyataan mereka adalah

Kebaikan adalah apa yang Anda pandang baik.
Keburukan adalah apa yang Anda pandang buruk.
Apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar buat dia.
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, itulah yang salah buat dia

Karena memperhatikan kenyataan kelompok Sofisme tersebut, muncullah Thales (624 SM-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Dan dimulai dari Thales inilah rumusan ilmu logika akhirnya tercipta.

Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Karena itu ia juga mengatakan bahwa bumi ini terapung di atas air. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

Pernyataan ini tentu saja menolak kepercayaan mayoritas orang Yunani yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah dari dewadewa. Pun demikian, pendapat Thales ini mendapatkan reaksi keras dari Anaximander yang berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal segala sesuatu yaitu Yang Tak Terbatas, yang ia sebut to operion. Menurut Aximander bahwa yang menyusun segala sesuatu bukanlah air karena, jika air adalah asas pertama yang menyusun semesta, maka air harus terdapat di mana-mana, harus meresapi segala sesuatu termasuk api dan benda-benda kering. Air begitu terbatas untuk berada di manamana. Air dibatasi oleh lawannya, yaitu api. Air dan apa pun yang terbatas tidak bisa dikatakan menjadi penyusun segala sesuatu.

Teori Aximander itu mengatakan bahwa terciptanya alam semesta berawal dari chaos (kekacauan), yaitu pada saat terjadi proses perpisahan dari “yang tak terbatas” dengan “yang terbatas.” Dari yang tak terbatas terlepaslah unsur-unsur yang selalu berlawanan, yaitu panas-dingin, kering-basah. Kemudian terciptalah hukum keseimbangan, yaitu suatu hukum yang membuat kedua tetap berpasangan dalam keberlawanan, yang panas melingkupi yang dingin; keduanya menggumpal menjadi sejenis bola. Karena panas melingkupi dingin itu mengakibatkan air terlepas menjadi kabut udara. Udara menekan “bola” itu hingga meletus, letusannya menghasilkan lingkaran-lingkaran yang masing-masing memiliki satu pusat. Tiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara, tiap lingkaran memiliki satu lubang yang menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bumi, bulan, matahari dan planet-planet (bintang-bintang).

Diketahui bahwa jawaban air yang diberikan oleh Thales terhadap pertanyaan asal segala sesuatu adalah berdasarkan pengamatan dan logika geometri. Sedangkan Aximander, mengarahkan cara menjawabnnya dengan menggunakan pikiran. Kemudian pendapat keduanya diperbaharui oleh Heraklitos (504 SM).

Heraklitos adalah orang yang pertama secara tegas memperbincangkan Tuhan. Tuhan yang dimaksud Heraklitos adalah Logos (akal). Logos adalah sesuatu yang mencakup seluruh dunia seperti siang dan malam, musim salju dan musim panas, perang dan damai, kelaparan dan kemakmuran. Ia menyatakan bahwa kita hidup di antara keragaman dan perubahan-perubahan. Asal materi adalah sejenis api yang bersinar dan meredup, menyala-nyala dan padam yang tunduk pada hukum, bukanlah air. Tuhan atau logos universal ini menurutnya merupakan sesuatu yang ada dalam diri kita manusia dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang.

Ada tiga gagasan Heraklitos yang akhirnya memengaruhi Plato:

1) Segala sesuatu terus berubah seperti aliran sungai. Ia bilang kita tidak bisa masuk dua kali ke dalam air aliran sugai.

2) Hanya ada satu yang benar-benar nyata, yaitu logos. Logos digambarkan dengan “api” alamiah yang terus menerus menggerakkan perubahan. Logoslah yang menjadi sebab perubahan terus menerus, dan yang mengatus serta menyatukan perubahan (keanekaan) tersebut. Oleh karena itu, logos dianggap sebagai sumber pengetahuan. Melalui logos segala perubahan bisa diketahui maknanya.

3) Kesatuan dibentuk dari pluralitas dan pluralitas muncul dari kesatuan.

Jika Empidocles menggabungkan pemikiran Heraklitos dan Parmeneides dengan kesimpulan bahwa segala sesuatu tidak mungkin berubah menjadi sesuatu yang lain, “Air tidak akan berubah menjadi tanah, tanah tidak berubah menjadi udara, udara tidak akan berubah menjadi api, dan seterusnya.” Plato dengan caranya sendiri berusaha untuk mensintesakan kedua tokoh di atas dengan cara yang lebih sistematis.

Bagi Plato: 

- Realita itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah (seperti pemikiran Heraklitos) dan ada yang tetap (seperti pemikiran Parmeneides)
- Yang berubah tertangkap oleh indrawi, sedangkan yang tetap tertangkap oleh pikiran (Noetic, logos).
- Logos menjadi sebab, pengatus, dan pemersatu segala perubahan. Oleh karena itu logos menjadi asal yang harus dicari dari perubahan yang nampak

Teori Tauhid Plato

Ada
Penampakan
Pure good (yang tetap, baik, dan  sempurna)
Alam yang berubah (baik buruk, sempurna dan tidak sempurna)
Asal dari yang tampak
Memiliki jejak menuju yang tetap
Berada di balik dunia ini
Yang tampak di dunia ini
Dipahami oleh logos
Diserap oleh indra

Dikutip dari Pengantar Buku Logika karya Dr. Khalimi, MA.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) pdf pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer