Pages

Selasa, 21 Mei 2019

Epistemologi Tafsir Kontemporer




Al-Qur’an adalah kitab petunjuk yang di dalamnya memuat ajaran moral universal bagi umat manusia sepanjang masa. Dalam posisinya sebagai kitab petunjuk, Al-Qur’an diyakini tidak akan pernah lekang dan lapuk dimakan zaman. Akan tetapi dalam ke-nyataannya, teks Al-Qur’an sering kali dipahami secara parsial dan ideologis sehingga menyebabkannya seolah menjadi teks yang mati dan tak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Fenomena inilah yang menggelisahkan para mufassir modern-kontemporer, seperti Fazlur Rahman, Muhammad Syahrur, Muhammad Arkoun, Hassan Hanafi, dan Nasr Hamid Abu Zaid.

Menurut para mufassir modern-kontemporer ini, yang di-butuhkan saat ini adalah model dan metodologi baru dalam pem-bacaan dan pemahaman atas Al-Qur’an agar kitab suci umat Islam ini benar-benar menjadi kitab petunjuk yang akan senantiasa rele-van untuk setiap zaman dan tempat serta mampu merespons se-tiap problem sosial-keagamaan yang dihadapi oleh umat manusia. Ini mengandung arti bahwa paradigma pemahaman atas Al-Qur’an harus digeser dan diubah; dari paradigma literalis-ideologis yang sudah berlangsung selama beberapa abad lamanya menjadi para-digma kritis-kontekstual. Tanpa adanya perubahan paradigma dalam membaca dan memahami kalam Tuhan tersebut maka yang muncul hanyalah pembacaan yang berulang-ulang (al-qira’ah al-mutakarrirah) dan tidak produktif.

Buku yang ada di hadapan pembaca ini, yang pada mulanya merupakan karya disertasi Abdul Mustaqim di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengkaji pemikiran dan metodologi penafsiran dua tokoh yang cukup representatif mewakili para pemikir muslim kon-temporer di bidang kajian keislaman, khususnya di bidang tafsir, yakni Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur. Kedua tokoh ter-sebut dinilai oleh penulis buku ini mewakili pemikiran dari dua wilayah yang berbeda, yakni India (Indo-Pakistan) dan Timur Tengah (Syiria). Dengan menggunakan analisis komparatif, penu-lis buku ini mengkaji secara mendalam dan juga kritis terhadap metodologi penafsiran Al-Qur’an yang ditawarkan oleh Rahman dan Syahrur beserta implikasi yang ditimbulkannya.

Penulis mengawali kajiannya dalam buku ini dengan memot-ret sejarah perkembangan tafsir sejak era nabi hingga era modern-kontemporer dengan menggunakan perspektif the history of idea-nya Ignaz Goldziher. Dari hasil penelusurannya atas sejarah tafsir, ditemukanlah fakta bahwa telah terjadi pergeseran paradigma dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, yang dapat dipetakan menjadi tiga babakan atau periodisasi penafsiran Al-Qur’an dengan basis penalarannya masing-masing. Pertama, periode formatif, yakni penafsiran Al-Qur’an yang terjadi atau berlangsung di masa nabi dan para sahabat hingga era pasca sahabat. Pada periode ini, nalar yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah nalar kuasi-kritis. Kedua, periode afirmatif, yakni penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada Abad Pertengahan Islam, yang mendasarkan penaf-sirannya pada nalar ideologis. Ketiga, periode reformatif, yakni penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad modern-kontem-porer. Pada periode ini, nalar yang digunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah nalar kritis.

Melalui perspektif the history of idea ini, Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur dikategorikan oleh penulis buku ini sebagai mufassir era modern-kontemporer yang menggunakan nalar kritis dalam menafsirkan Al-Qur’an. Kritisisme Rahman dan Syahrur terlihat jelas dari kritik-kritiknya yang tajam terhadap produk-pro-duk penafsiran para ulama terdahulu yang cenderung bersifat literalis dan dogmatis sehingga menjadikannya tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Atas ketidakpuasannya terhadap model dan produk penafsiran para ulama terdahulu, Rahman dan Syahrur pun kemudian menawarkan metodologi baru dalam mem-baca dan menafsirkan Al-Qur’an. Dalam hal ini, Rahman menawar-kan dua metode pembacaan atas Al-Qur’an, yakni (1) metodo-logi hermeneutika double movement dan (2) metode tematik (maudhu’i). Di sisi lain, Muhammad Syahrur juga menawarkan dua metode penafsiran Al-Qur’an, yakni (1) metode ijtihad dengan pen-dekatan teori hudud yang digunakan untuk membaca dan menafsir-kan ayat-ayat muhkamat dan (2) metode hermeneutika takwil dengan pendekatan linguistik-saintifik yang digunakan untuk mem-baca dan menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Langkah yang ditempuh Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur ini boleh dikatakan cukup progresif dan prospektif.

Dengan metode pembacaan dan penafsiran Al-Qur’an yang ditawarkan oleh Rahman dan Syahrur tersebut, diharapkan akan melahirkan “pembacaan yang kreatif dan produktif” sehingga ajaran-ajaran normatif-universal Al-Qur’an bisa dikontekstualisasikan dengan perkembangan zaman.

Model dan metodologi pembacaan dan penafsiran Al-Qur’an yang ditawarkan oleh Rahman dan Syahrur ini tentu saja sangat menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Dan, Abdul Mustaqim dalam buku ini telah membahas dan mengelaborasinya secara baik, mendalam dan tentu saja juga kritis. Selain itu, persoalan hakikat tafsir dan tolak ukur kebenaran tafsir juga menjadi bagian pembahasan yang menarik dalam buku ini, di samping juga me-ngenai implikasi yang ditimbulkan dari model penafsiran Al-Qur’an yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman dan Muhammad Syahrur. Oleh karena itu, buku ini sangat menarik untuk dibaca dan didiskusikan lebih lanjut guna memperkaya wacana dalam penafsiran Al-Qur’an dan diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi pengembangan metodologi tafsir di negeri ini.

Hadirnya buku ini ke hadapan pembaca tentu saja semakin melengkapi buku-buku tentang kajian Al-Qur’an yang telah kami terbitkan sebelumnya, seperti Tekstualitas Al-Qur’an karya Nasr Hamid Abu Zaid (1997); Kritik Nalar Al-Qur’an karya Ali Harb (2003), Stilistika Al-Qur’an karya Syihabuddin Al-Qalyubi (2009), dan Antropologi Al-Qur’an karya Baidhawi (2009).

Berikut kami sertakan link pdf buku Epistemologi Tafsir Kontemporer
       Epistemologi Tafsir Kontemporer pdf

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer