Pages

Selasa, 28 Mei 2019

Memaknai Islam Kaffah Perspektif Ibn Khaldun


 
sumber gambar: litbang.kemendagri.go.id
Islam sebagaimana yang dikatakan banyak ulama merupakan agama yang mengatur semua dimensi kehidupan manusia dimulai dari hal-hal yang sepele seperti istinja, memotong kuku, pengobatan dan lain-lain sampai ke urusan-urusan yang lebih kompleks seperti urusan pemerintahan, perang dan seterusnya. Semua aspek kehidupan ini dibahas secara tuntas dalam kitab-kitab fikih.

Karena mengatur semua aspek kehidupan ini, tokoh feminis dari Perancis, Caroline Fourest, ketika berdebat dengan Tariq Ramadhan dalam sebuah stasiun televisi swasta Perancis, menilai bahwa Islam merupakan agama yang totaliter. Disebut totaliter karena totalitas kehidupan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali diatur oleh Islam tanpa ada celah sedikit pun bagi kreatifitas manusia. Sebut saja dalam bahasa Indonesia Islam yang demikian ini namanya Islam kafah.

Namun tidak seperti pandangan ahli fikih pada umumnya yang cenderung merumuskan teori fikihnya atas dasar prinsip apa yang seharusnya (Das sollen), Ibnu Khaldun yang dikenal dengan pemikiran realisnya memiliki pandangan ini terkait apa yang disebut sebagai Islam Kaffah ini. Kata Ibnu Khaldun, syariat tidak memberikan aturan tertentu yang mengatur semua detail-detail kehidupan kita. Wahyu seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun biasanya hanya menjelaskan soal kewajiban-kewajiban syariat (takalif syariyyah). Adapun di luar itu, yakni yang berurusan dengan urusan-urusan kehidupan, urusan masyarakat dan pemerintahan, semuanya kata Ibnu Khaldun harus diserahkan kepada akal, bukan syariat.

Ibnu Khaldun dalam kitab al-Muqaddimah memberikan alasan kenapa syariat hanya mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan agama saja demikian:

فإنه صلى الله عليه وسلم إنما بعث ليعلمنا الشرائع، ولم يبعث لتعريف الطب أو غيره من العاديات، وقد وقع له في شأن تلقيح النخل ما وقع. فقال: أنتم أدرى بشؤون دنياكم

“Nabi Muhammad SAW diutus bagi umat manusia untuk mengajarkan ajaran-ajaran keagamaan, dan bukan diutus untuk mengajarkan kita apa itu pengobatan atau kedokteran atau semua aspek kehidupan lainnya. Dalam urusan dunia, seperti yang dapat dilihat pada hadis pengkawinan kurma, Nabi menegaskan: kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.

Di antara urusan yang bersifat duniawi ialah persoalan pemerintahan dan kemasyarakatan. Kata Ibnu Khaldun kehidupan manusia dapat berjalan melalui pemerintahan seorang kepala negara atau melalui kebijakan-kebijakannya yang didasarkan kepada ashabiyyah . Jadi tidak melalu harus yang berbau syariat. Seorang pemimpin atau kepala negara, kata Ibnu Khaldun, ketika memimpin tidak mesti harus dengan syariat.

Demikian juga dalam soal menegakkan keadilan dan menghindari konflik antara sesama manusia, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa hal demikian cukup dengan:

معرفة كل واحد بتحريم الظلم عليه بحكم العقل، فادعاؤهم أن ارتفاع التنازع إنما يكون بوجود الشرع هنا ونصب إمام هناك، غير صحيح، بل كما يكون بوجود الرؤساء أهل الشوكة أو بامتناع الناس عن التنازع والتظالم.

“Masing-masing individu mengetahui bahwa kezaliman itu dilarang berdasarkan pertimbangan nalar, bukan pertimbangan yang melulu syariat. Ada sebagian orang yang berpandangan bahwa usaha untuk menghilangkan permusuhan antara sesama manusia hanya dapat dilakukan dengan adanya penerapan syariat agama dan penunjukkan seorang pemimpin di dalamnya. Pandangan ini jelas tidak benar.

Tanpa perlu syariat, penunjukkan pemimpin pun bisa dilakukan asalkan ia ditunjuk berdasarkan ashabiyyah.dengan ashabiyyah ini, konflik dapat terhindarkan.”
 
Dalam kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa bagi Ibnu Khaldun hukum-hukum permerintahan dan politik harus berlandaskan kepada pertimbangan nalar dan tidak mesti menggunakan syariat.

Bagi Ibnu Khaldun, inti dari dibuatnya hukum pemerintahan dan politik terletak kepada usaha untuk menghindari mafsadat dan mewujudkan kemaslahatan. Yang demikian ini hanya bisa diketahui melalui pertimbangan akal dan pengalaman dan bukan syariat agama. Atas alasan itu, Ibnu Khaldun kemudian mempertegas demikian dalam kitab al-Muqaddimah:

هذه المعاني التي يحصل بها ذلك لا تبتعد عن الحس كل البعد، ولا يتعمق فيها الناظر، بل كلها تدرك بالتجربة، وبها تستفاد لأنها معان جزئية تتعلق بالمحسوسات، وصدقها وكذبها يظهر قريبا في الواقع.

“Persoalan-persoalan pemerintahan dan politik merupakan persoalan yang sangat konkrit dan tak perlu bagi kita untuk mengabstraksikannya lebih jauh. Semuanya dapat dipahami melalui pengalaman. Melalui pengalaman ini pula, persoalan-persoalan particular dapat diketahui melalui kondisi riilnya. Kebenaran dan kekeliruan solusi bagi persoalan-persoalan ini juga dapat dilihat pada dunia kenyataannya.”

Semua persoalan masyarakat, pemerintahan dan politik dapat diselesaikan dengan menggunakan pertimbangan akal. Hal demikian karena semua persoalan itu masuk ke dalam ranah dan batasan-batasan akal dan sekali lagi, bukan syariat. Jadi syariat tidak harus melulu mengatur semua kehidupan manusia dan detail-detailnya. Syariat mungkin hanya memberikan kaidah-kaidah umum saja yang didasarkan kepada pertimbangan maslahat dan kemudaratan.

Simpulnya, sebagian muslim yang selalu melihat persoalan-persoalan di Indonesia yang meliputi kapitalisme, liberalisme, ketidakadilan, penindasan, kezaliman dan seterusnya dan menawarkan khilafah sebagai satu-satunya solusi serta kembali kepada Islam kaaffah jelas dalam pandangan Ibnu Khaldun tidaklah benar. Ibnu Khaldun menegaskan bahwa semua persoalan itu jelas solusianya harus menggunakan akal dan pertimbangan pengalaman dan bukan khilafah dan Islam kaffah. Dalam logika Ibnu Khaldun, semua solusi ada di agama itu tidak realistis. Allahu Alam
 
Sumber: bincangsyariah.com

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer