Narasi-narasi keagamaan yang
bernafaskan kebencian semakin hari semakin mengeras dan tak bisa kita bendung.
Memang politik kadang membuat seseorang lupa dengan jalan agamanya. Sehingga
sikap egois seringkali menempel pada dinding pembuluh darah sebagai kebenaran
tunggal yang harus diikuti.
Bulan Ramadan ini merupakan waktu
yang tepat mengembalikan spirit agama yang humanis bisa tampil paling depan
dengan segala kreatifitas dan aktivitasnya. Kita harus belajar dengan
keberhasilan pesantren yang mengajar dan mendidik santri bersikap toleran dan
menghargai perbedaan pendapat, menjunjung tinggi kemanusiaan, mengalah demi
perdamaian, mengedepankan sikap luhur dalam setiap perbuatan, memilih lari dari
sekadar hanya bersitegang dengan orang yang berbeda pendapat.
Agama harus bisa memberikan kesejukan
dan kehangatan dalam berwarga negara serta perdamaian terhadap manusia. Sebab
pada dasarnya agama adalah untuk kemanusiaan. Kiai pesantren selalu mengajarkan
kita untuk membiarkan orang lain riang gembira dengan segala aneka ragamnya
masing-masing. Tidak ada tujuan lain selain untuk menomorsatukan Indonesia dari
segala perbedaan mazhab, pandangan politik, ekspresi agama, dan budaya.
Konon, Nabi pernah memberikan
informasi kepada kita semua yang dikutip dari kitab al-Jami’ al Shaghir, Juz 1, h, 197 “bahwa mendamaikan konflik antar
manusia memiliki nilai lebih utama ketimbang shalat, puasa atau zakat. Karena
kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik tersebut adalah kebinasaan agama”
Dari sini, kita belajar bagaimana
spirit kemajuan agama harus terus ditopang dengan rasa kasih sayang, penuh
tawaduk dan saling menghargai. Bukan justru spirit agama itu ditopang dengan
pengekangan, pembinasaan dan penindasan. Sebagaimana firman Allah dalam QS
an-Nahl: 125 yang artinya: “Serulah
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan pendekatan filosofis, pembelajaran yang
etis dan jika perlu berdebatlah secara elegan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
orang-orang yang mendapat petunjuk”
Jelaslah kitab suci sebagai sumber
kebenaran dan inspirasi pengetahuan berpulang kepada para penganutnya. Tetapi
karena sikap keagamaan yang sektarian, jumud, dangkal berpikir, serta rapuhnya
toleransi. Jadilah orang yang paling benar dengan segala mazhabnya dengan
mempersetankan orang lain.
Mari di bulan Ramadan yang penuh
berkah ini kita sama-sama meningkatkan kualitas keagamaan kita yang humanis,
toleran, dan semangat dalam menjalankan tugas ibadah kita sebagai hamba Tuhan
yang maha pengasih dan penyayang.
Sumber:
bincangsyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar