Pages

Kamis, 23 Mei 2019

Tiga Tingkatan Puasa dalam Pandangan Al Ghazali



Puasa adalah menahan haus dan lapar dari sejak terbit matahari sampai terbenam matahari. Dalam pandangan ulama fikih, puasa dikatakan batal bila melakukan perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Misalnya, makan, minum, berhubungan suami-istri, dan lain-lain. Sementara melakukan maksiat seperti mencuri dan mencaci-maki tidak disebut sebagai perkara yang membatalkan puasa.

Hal ini tentu berbeda dengan ulama tasawuf. Bagi mereka, puasa tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan hati dan anggota tubuh untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Sebab itu, Imam al-Ghazali membagi puasa menjadi tingkatan. Tiga tingkatan puasa tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: puasa umum, yaitu menahan perut dan kemaluan dari segala hal yang membatalkan puasa. Dalam pandangan awam, puasa menahan diri dari makan dan minum, serta berhubungann suami istri.

Kedua: puasa khusus, yaitu menahan anggota tubuh, semisal kaki, tangan, lisan, dan anggota tubuh lainnya dari segala hal yang dapat merusak kesempurnaan ibadah puasa. Orang yang sudah sampai pada tingkatan ini, dia tidak hanya menahan haus dan lapar, tapi juga menahan mulutnya untuk tidak membicarakan orang lain; menahan tangannya untuk tidak mencuri; menahan kakinya untuk tidak melangkah kepada tempat yang diharamkan Allah.

Ketiga: puasa paling khusus, yaitu menahan hati dari segala perbuatan yang bisa membawa kehinaan, terlalu fokus pada dunia, dan memikirkan selain Allah. Orang yang sudah sampai pada level ini, berkeyakinan bahwa setiap sesuatu yang bisa mengalihkan hati dan pikirkan kepada selain Allah berati itu termasuk membatalkan puasa.

Demikianlah tiga tingkatan puasa dalam pandangan Imam al-Ghazali. Semoga puasa yang kita lakukan bisa naik level agar puasa yang dikerjakan tidak sekedar menahan haus dan lapar saja

Diambil dari harakahislamiyah.com

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer