Puasa adalah menahan haus
dan lapar dari sejak terbit matahari sampai terbenam matahari. Dalam pandangan
ulama fikih, puasa dikatakan batal bila melakukan perbuatan yang dapat
membatalkan puasa. Misalnya, makan, minum, berhubungan suami-istri, dan
lain-lain. Sementara melakukan maksiat seperti mencuri dan mencaci-maki tidak
disebut sebagai perkara yang membatalkan puasa.
Hal ini tentu berbeda
dengan ulama tasawuf. Bagi mereka, puasa tidak hanya menahan haus dan lapar,
tetapi juga menahan hati dan anggota tubuh untuk tidak melakukan perbuatan yang
dilarang Allah SWT. Sebab itu, Imam al-Ghazali membagi puasa menjadi tingkatan.
Tiga tingkatan puasa tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: puasa umum, yaitu
menahan perut dan kemaluan dari segala hal yang membatalkan puasa. Dalam
pandangan awam, puasa menahan diri dari makan dan minum, serta berhubungann
suami istri.
Kedua: puasa khusus, yaitu
menahan anggota tubuh, semisal kaki, tangan, lisan, dan anggota tubuh lainnya
dari segala hal yang dapat merusak kesempurnaan ibadah puasa. Orang yang sudah
sampai pada tingkatan ini, dia tidak hanya menahan haus dan lapar, tapi juga
menahan mulutnya untuk tidak membicarakan orang lain; menahan tangannya untuk
tidak mencuri; menahan kakinya untuk tidak melangkah kepada tempat yang
diharamkan Allah.
Ketiga: puasa paling
khusus, yaitu menahan hati dari segala perbuatan yang bisa membawa kehinaan,
terlalu fokus pada dunia, dan memikirkan selain Allah. Orang yang sudah sampai
pada level ini, berkeyakinan bahwa setiap sesuatu yang bisa mengalihkan hati
dan pikirkan kepada selain Allah berati itu termasuk membatalkan puasa.
Demikianlah tiga tingkatan
puasa dalam pandangan Imam al-Ghazali. Semoga puasa yang kita lakukan bisa naik
level agar puasa yang dikerjakan tidak sekedar menahan haus dan lapar saja
Diambil dari
harakahislamiyah.com
0 komentar:
Posting Komentar