Kata "khalîfah" berakar pada tiga huruf, kha’-lam-fa’
(خ ل ف). Arti katanya berkisar pada "sesuatu
yang berada di belakang sesuatu yang lain". Lawan dari "quddam"
atau "yang berada di depan". Kemudian muncul ungkapan
"salaf" dan "khalaf" (generasi masa lalu dan masa kini).
Sebutan “khalifah” untuk Abu Bakar karena datang setelah Nabi dan menggantikan
kedudukan beliau sebagai pemimpin kaum muslimin. Empat pengganti Nabi juga
disebut Khulafa’ Rasyidin.
Bentuk jamak dari khalîfah adalah khalâif, sementara kata
khulafâ’ adalah bentuk jamak dari khalif. Ta’ ta’nits (ة) pada kata “khalifah” (خليفة)
berfungsi untuk mubalaghah (menguatkan suatu makna) seperti kata ’allâmah (علامة) artinya sangat alim. Kata jadiannya
adalah al-khilâfah (الخِلافةُ).
Menurut al-Ashfihani dalam "al-Mufradat" tentang makna
Khalifah:
وخَلَفَ فلانٌ فلانا، قام بالأمر عنه، إمّا معه وإمّا بعده، قال تعالى: وَلَوْ نَشاءُ لَجَعَلْنا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الْأَرْضِ يَخْلُفُونَ [الزخرف/ 60] ، والخِلافةُ النّيابة عن الغير إمّا لغيبة المنوب عنه، وإمّا لموته، وإمّا لعجزه، وإمّا لتشريف المستخلف. وعلى هذا الوجه الأخير استخلف الله أولياءه في الأرض، قال تعالى: هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ فِي الْأَرْضِ
Arti "khilâfah" adalah "hal menggantikan orang lain,
baik bersamaan atau datang setelahnya. Baik karena yang digantikan itu tidak
ada karena meninggal atau tidak berdaya lagi, atau juga karena tingginya
derajat orang yang menggantikan."
Dalam konteks makna khalîfah dalam Al-Qur’an, para ulama berbeda
pendapat tentang siapa yang digantikan oleh manusia. Pertama, ada pendapat
bahwa manusia semenjak Nabi Adam menggantikan makhluk sebelumnya yaitu yang
berjuluk “al-Hinn” dan “al-Binn” atau “ath-Thimm” atau “ar-Rimm”. Kedua makhluk
itu telah berbuat kerusakan di bumi, sehingga mereka diusir oleh Allah dan
dibinasakan. Demikian papar Ibn Katsir dan Muhammad Abduh dalam tafsir mereka.
Manusia adalah makhluk yang menggantikan mereka yang telah binasa itu.
Kedua, manusia dalam kiprahnya di dunia menggantikan manusia
sebelumnya. Inilah yang bisa dipahami dari kata: خلائف الأرض atau خلائف فى الأرض
kita mengenal kaum-kaum terdahulu yang menghuni bumi seperti kaum Nuh, kaum
‘Ad, kaum Tsamud, dan lain lainnya. Mereka yang telah tiada digantikan oleh
generasi setelahnya (al-A‘raf: 69).
Ketiga, menggantikan Allah dalam melaksanakan titah-Nya untuk
sekalian makhluk-Nya. Manusia dijuluki “Khalifatullah” atau pengganti Allah.
Hal ini bisa tercermin dari firman Allah: ( يا داود
إنا جعلناك خليفة فى الأرض ) hai
Dawud, Aku telah jadikan kamu menjadi khalifah di bumi (Syam). Agama adalah
pesan-pesan Allah untuk dilaksanakan di bumi ini. Manusia diserahi tugas oleh
Allah untuk menyosialisasikan pesan-pesan ini.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa tugas manusia sebagai
khalifah adalah ketika mereka masih hidup di bumi saja. Setelah hari kiamat,
atau setelah manusia meninggal, manusia tidak lagi menjadi khalifah.
Tugas-tugas kekhalifahan manusia berakhir.
Dan, makna "khilâfah" dalam konteks kekhilafahan manusia
di bumi tidak identik dengan pembentukan daulah “khilafah” yang banyak
didengungkan akhir akhir ini, tapi berupa tugas keagamaan yang telah dituangkan
oleh Allah dalam Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai nilai-nilai yang hidup
dalam pribadi masing-masing umat manusia dan masyarakat. Tugas ini memang
sangat berat. Maka umat Islam harus bahu-membahu agar nilai-nilai langit bisa
bersatu dengan kehidupan nyata di bumi. Keharmonisan antara keduanya akan
menjadikan bumi kita sebagai dambaan kita semua, yaitu baldah thayyibah wa
rabbun ghafur. Aamiin.
(Dr. KH Ahsin
Sakho dalam "Keberkahan Al-Qura'n" hal. 49-50).
0 komentar:
Posting Komentar