Pages

Sabtu, 09 Maret 2019

Dialektika Islam dan Tradisi Islam; Memahami dan Memaknai Tradisi di Indonesia



Belakangan ini wacana agama banyak diwarnai dengan kekhawatiran menguatnya ekslusivisme legal-tekstual bersama masuknya paham Islam transnasional yang sayangnya cenderung kotradiktif dengan budaya dan produk-produknya. Masih belum hilang ingatan kita kepada Talibanisme yang menghancurkan patung Budha di Bamiyan, Afghanistan, ketika sekarang kita dihadapkan pada gejala ISIS, NII, HTI dengan jargon khilafahnya yang jauh lebih radikal, puritan, dan brutal. Bukan saja memusuhi namun juga membantai semua kelompok yang berbeda dengannya walau se agama pun.

Di Indonesia negara yang notabene mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, tengah kecolongan dengan masifnya gerakan-gerakan kekerasan berkedok agama. Mereka anti nasionalisme. Anomali konstruk berfikir mereka tengah dihadapkan pada realita ke Indonesiaan, sekaligus melupakan bahwa Tuhan bermanifestasi bukan hanya ciptaan fisik yakni alam dan manusia, namun juga segenap produk non fisiknya yakni hukum alam (sunnatullah), hukum kemanusiaan (resultante) termasuk budaya dengan segala pernak perniknya. Beragam budaya yang ada, dengan segala keunikannya adalah lokus-lokus unik dari manifestasi-Nya. Maka, mempelajari diri manusia dan alam semesta dapat menyadarkan kita akan kedekatan Tuhan dengan alam dan manusia.

Islam sangat menghargai tradisi/ budaya suatu masyarakat. Islam justru tidak pernah menentang sebuah tradisi jika tradisi itu memiliki makna dan pesan agama di dalamnya. Penghargaan Islam terhadap suatu tradisi tidak bisa dipahami, kecuali dalam kerangka penghargaan terhadap apa yang hidup (living) di dalam masyarakat

Sebagai konsekuensinya, orang Indonesia Muslim bukan hanya dapat memeluk, melainkan wajib memelihara budaya Indonesia. Pertanyaannya, seperti apa budaya Indonesia? Sutan Takdir Alisjahbana pernah mengupas budaya Nusantara, yang ia sebut memiliki tiga lapisan. Pertama, budaya asli Indonesia yang kurang lebih mistis. Kedua, lapisan budaya Hindu (India) yang telah diwarnai literasi. Ketiga, lapisan budaya Islam yang menurut Alisjahbana telah membawa bersamanya rasionalisme keagamaan dan ilmu pengetahuan.

Tradisi dalam masyarakat Indonesia, bisa jadi- meski tidak semuanya- sesuai dengan spirit Al-quran dan Sunnah. Tradisi ini dikenal juga dengan living quran atau living sunnah. Dengan begitu, sikap akomodatif Islam ini sejalan dengan kaidah fikih al-‘Addah Muhakkamah (suatu tradisi bisa dijadikan hukum syariat Islam). Dari konsep ini, para ulama ushul fikih membagi adat dalam dua bentuk. Pertama, adat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kedua, adat yang bertentangan dengan nash-nash al-quran.

Tradisi yang memiliki proses Islamisasi di dalamnya. Misalnya, adat atau kebiasaan yang baik dan hidup di kalangan masyarakat. Misalnya, kebiasaan untuk membangun rumah menggunakan simbol cabe digantung dan sebagainya.  Tradisi ini, tentu tidak akan ditemukan dalilnya secara nash (manshush). Akan tetapi, kebiasaan ini merupakan bentuk dari doa si empunya rumah untuk memohon kepada Allah agar seisi rumah diberikan berkah dan keselamatan selalu.

Doa-doa menggunakan symbol ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Doa dengan symbol dikenal dengan al-Du’a bi al-Rumuz. Doa ini dipraktekkan oleh Rasulullah Saw ketika memindahkan sorban ketika saat sholat istisqa’ (memohon minta hujan). Menurut KH. Ali Mustofa Yaqub hadis ini merupakan cara rasulullah mengajarkan dibolehkannya menggunakan simbol untuk berdoa.

Tulisan ini bertujuan mengulas beberapa tema tradisi masyarakat Indonesia dilihat dari aspek makna dalam agama. Banyak tradisi beragama di Indonesia sarat akan makna dan permohonan ampunan dan keselamatan kepada Allah Swt. Tradisi yang dibahas dalam artikel ini, mencakup apa saja yang lahir dan hidup di tengah masyarakat, tradisi menjunjung tinggi rantai keilmuan para ulama dan seterusnya. 

Lebih jelasnya kami sertakan link download buku fiqih tradisi di bawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer