Pages

Sabtu, 09 Maret 2019

Relasi Antara Muslim Dengan Non Muslim

Sumber Gambar: nu.or.id

Relasi Antara Muslim Dengan Non Muslim, sejarah tentang hubungan Nabi Muhammad dan umat Islam dengan kaum Nashrani dan Yahudi. Nyata bahwa Islam mengakui pluralitas agama dan tidak melakukan pemaksaan dalam berdakwah. Islam tidak datang untuk menghabisi dan memusnahkan agama lain, melainkan agar para pemeluk agama saling hidup damai berdampingan dan bekerja sama. Terlebih dalam masalah interaksi sosial (mu'amalah) dan pergaulan sehari-hari dengan orang kafir, Islam mengajarkan keluwesan dan sikap saling menghargai.

“Jangan melakukannya di lobang tanah, yang kemungkinan terdapat hewan hidup di dalamnya.” Demikian salah satu etika buang air besar dan kecil, seperti yang diterangkan oleh al-Imam Abu Syuja' dalam karyanya yang monumental, Ghayah al-Taqrib.

Kitab yang merupakan 'konsumsi wajib' para santri di hampir seluruh pesantren di pulau Jawa, memiliki banyak kitab syarh atau kitab yang menjadi penjelasnya dan yang mengomentarinya, seperti al-Iqna', al-Tadzhib, dan Fath al-Qarib. Bahkan Fath al-Qarib sendiri memiliki kitab syarhnya sendiri, seperti Hasyiyah al-Bajuri, Kifayah al-Akhyar, dan Tausyikh.

Syaikh Nawawi al-Bantani, seorang ulama Indonesia yang mendapat julukan sayyid ulama' al-hijaz (maha guru ulama tanah Hijaz), mengomentari ungkapan di atas, “Bisa jadi di dalam lobang itu terdapat hewan yang lemah. akibatnya hewan tadi menjadi terganggu dan tersakiti. Mungkin juga di dalamnya terdapat hewan yang kuat, maka kita yang justru akan terganggu dan tersakiti. Atau bahkan lobang tersebut merupakan tempat tinggal Jin…

Dalam Surat al-Anbiya ayat 107 dinyatakan, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Dengan lugas dinyatakan bahwa Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin. Kezaliman terhadap binatang, akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Dalam sebuah hadis dinyatakan, Siapa yang membunuh burung kecil, tanpa alasan yang dibenarkan ('abast), maka burung itu akan melayangkan 'somasi' di hadapan Allah berupa tuntutan: Ya Tuhanku, orang itu telah membunuhku tanpa alasan, ia membunuhku tanpa kemanfaatan.

Senada dengan Hadis di atas, Shahabat Abdullah bin 'Amr berkata bahwasanya Rasulullah pernah bersabda, “Siapa yang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya tanpa hak, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya.”Rasulullah saat ditanya tentang hak burung tersebut, beliau bersabda, “Burung tersebut memiliki hak untuk disembelih untuk kemudian dimakan, bukan dipotong lehernya untuk kemudian dilempar (tersia-sia).”

Sungguh, hak hewan dihormati oleh Islam. Apapun bentuk kesewenang-wenangan dan kezaliman terhadap hewan, akan mendapat kecaman dari Agama. Dalam sebuah hadis diriwayatkan, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Seorang wanita disiksa sebab seekor kucing yang dikurungnya. Ia tidak memberinya makan, hingga akhirnya kucing itu mati karena kelaparan. Ia juga tidak melepaskannya, hingga kucing tadi bisa mencari makan dengan sendirinya". Rasulullah menambahkan,“Wanita tadi dihukum masuk Neraka”.

Masih dalam konteks menghormati hak hewan, Nabi Muhammad menyuruh kita untuk menajamkan pisau yang digunakan dalam penyembelihan. Hal ini dimaksudkan agar hewan yang disembelih tidak terlalu lama merasakan sakitnya penyembelihan. Sabda beliau, “Ketika kalian menyembelih (hewan ternak), maka perbaguslah penyembelihanmu. Hendaknya pisau penyembelihan ditajamkan, dan hewan sembelihan dibuat merasa 'nyaman'.

Al-Imam Yahya bin Syaraf al-Nawawi mengomentari kata 'nyaman' pada hadis di atas, “Hendaknya menajamkan pisau penyembelihan dan mempercepat proses penyembelihan. Dianjurkan untuk tidak menajamkan pisau di hadapan hewan yang akan disembelih, dan tidak melakukan penyembelihan seekor hewan di hadapan hewan lain yang juga akan disembelih. Demikian seterusnya.”

Demikian sebagian penghormatan yang diberikan Islam terhadap semut, burung, kucing, dan hewan-hewan lainnya. Sesungguhnya masih banyak lagi hak-hak hewan yang dijaga dan dipelihara oleh Islam. Sikap menghormati ini juga berlaku pada semua makhluk Allah Ta'ala, termasuk tetumbuhan dan jin.

Dibandingkan dengan perlakuan terhadap hewan dan tetumbuhan, Islam lebih menghormati dan menghargai manusia. Penghormatan ini dengan jelas dinyatakan Allah Ta'ala dalam al-Quran surah al-Isra ayat 70, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam…”. Yang patut digaris bawahi dari ayat ini, adalah bahwa penghormatan ini tidak terbatas kepada orang-orang Islam, melainkan juga kepada mereka yang tidak beragama Islam, atau yang seterusnya akan kita sebut sebagai non muslim. Karena baik mereka yang beragama Islam maupun mereka yang non muslim, kesemuanya merupakan "anak-anak Adam".

Namun karena tipologi orang-orang Islam dan non muslim tidak sama, bahkan tipologi non muslim pun berbeda-beda. Maka perlakuan dan penghor-matan Islam kepada mereka juga berbeda. Bentuk hubungan ini mensyaratkan adanya pemahaman yang baik dan saling menghormati keyakinan dengan yang lain. Dalam aspek inilah, hubungan yang diistilahkan dengan mu’amalah dalam arti luas ini harus dijelaskan dalam kaitannya dengan legitimasi hukum Islam.

Hal ini sangat jelas dipraktekkan langsung oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. Praktik nabi berinteraksi dan bermu’amalah dengan umat beragama yang lain merupakan sebagai bentuk ajaran dan pengajaran kepada umat Islam. Beberapa contoh seperti ketika Nabi menggadaikan baju zirah (perang) nya kepada seorang Yahudi. Dan Nabi Muhammad Saw sendiri memiliki seorang mertua yang beragama Yahudi. Namun meskipun Nabi menjalin hubungan harmonis dengan non muslim serta saling tolong-menolong bersama mereka dalam hal muamalah sehari-hari, bukan berarti Nabi mengikuti akidah dan ibadah mereka. Ketika orang-orang non muslim Quraisy datang dan mengajak Nabi untuk menyembah tuhan mereka selama setahun dan merekapun akan menyembah Allah selama setahun, maka dengan tegas Nabi mengucapkan, “lakum dinukum waliyadin” (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Q.S. Al-Kafirun : 6). Setidaknya beberapa atas cukup bagi kita untuk membuktikan bahwa ternyata Islam dan umatnya tidak seeksklusif yang disangkakan oleh sebagian pihak, khususnya dalam menjalin relasi dengan pihak yang berbeda keyakinan dengan mereka. Islam sangat menghargai perbedaan dan tidak menjadikannya sebagai penghalang.

Terwujudnya kerukunan antara kaum muslimin dengan mereka dalam hal muamalah, bukan dalam hal akidah ataupun ibadah. Di sinilah letak prinsip dasar ajaran Islam yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Artikel ini mengulas beberapa tema yang berkaitan dengan relasi muslim dan nonmuslim. Misalnya seperti bagaimana hukum orang non-muslim memasuki masjid, ikut merayakan hari raya non-muslim, hukum menerima beasiswa dari non-muslim dan sebagainya. Endingnya adalah pemahaman kita semakin meningkat dan tidak jumud dalam menyikapi relasi muslim dan non-muslim dari pendapat fikih yang dikenal sangat plural dan beragam dengan kekhususan model penggalian hukumnya.

Sumber:
Andi Rahman, “Relasi Antara Muslim dan Non Muslim”, Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, No. 2, Vol. XV, (2 Oktober, 2016), 217-220.
Jurianto dan Yunal Isra, Relas Muslim dan Non Muslim (Jakarta: El Bukhari Institute, t.t)

Berikut kami sertakan link buku Relasi Muslim dan Non Muslim di bawah ini:

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer