Tema yang cukup mengandung perdebatan di kalangan publik hari-hari ini
adalah term kekhalifahan dalam Islam. Perdebatan menguat karena banyak kalangan
tidak memahami makna khilafah dalam al-Quran, serta rujukan pendapat (aqwal)
para ulama yang sering keliru dipahami.
Ada banyak sekali perubahan kata dan asosiasi maknanya dalam sejarah
Islam. Term khilafah sendiri tidak digunakan kecuali pada masa Sahabat Nabi.
Bahkan bisa dikatakan jarang, untuk mengatakan tidak ada. Apa lagi sebagai
sebuah sistem sosial dan politik yang menggunakan term ‘khilafah’ pasca
kekhalifahan yang 4.
Abdul Aziz dalam bukunya The Chiefdom of Madinah Salah Paham
Negara Islam, menerangkan bahwa banyak pihak menyatakan bahwa piagam madinah
merupakan salah satu preseden dari cita-cita negara Islam. Bahwa Negara Madinah
yang diciptakan dan dibuat oleh Nabi Muhammad dipahami sebagai ilustrasi atas
bentuk tidak adanya suatu negara yang dibangun atas primordialisme, suku
(tribalism) bahkan agama tertentu. Buku ini termasuk layak untuk dibaca
terutama bagi setiap kalangan.
Negara Madinah adalah bentuk ideal dari pemerintahan yang melampaui
sistem tribalisme sebagai corak paling dominan dari kultur masyarakat arab pada
saat itu. Sistem berikutnya, tepatnya pada masa Abu Bakar al-Shiddiq lahir dari
kekosongan pemerintahan, lalu selanjutnya mengedepankan sistem pemilihan
melalui Ahlul Halli wa al-Aqdi. Hingga bentuk sistem tersebut mulai
berubah pasca Bani Umayyah.
Dari perbedaan pemilihan pemimpin sejak dari sahabat Nabi hingga
berdirinya kerajaan Umayyah, Muhammad Abid al-Jabiri dalam Negara Islam mengatakan
bahwa tidak ada role model khusus yang ditentukan oleh Nabi Muhammad saw
sendiri dan para sahabat terkait sistem politik. Dari pembacaan historis
seperti ini, kemudian para ulama mengatakan bahwa persoalan sistem politik
merupakan bentuk itjihad.
Persoalan lain adalah adanya perbedaan sebutan bagi para pemimpin umat
Islam. Hal ini terbukti pada masa pemerintahan Sayyidina Umar bin Khattab. Ia
dikenal dengan nama Amir al-Mukminin (pemimpin kaum muslimin). Gelar
pemimpin Amir al-Mukminin, cukup lekat dipakai oleh tiga khalifah Islam awal
yaitu Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mengenai
perubahan dan pergantian nama/ gelar jabatan pemimpin dalam tubuh umat Islam
ini bisa dilihat dari buku Sirah Ibnu Hisyam, Sirah Ishaq dan sebagainya.
Konteks gelar Amir disini merefer kepada pemimpin pasukan perang pada
kala itu. Konteks inilah yang dipahami oleh para ulama bahwa pemimpin kala itu
identic dengan kuda, kemampuan berperang secara langsung dan seterusnya. Banyak
sekali unsur maskulinitas dalam karakter pemimpin yang diciptakan oleh sistem
sosial umat Islam kala itu. Dari konteks gelar dan pembedaan pemilihan
kepemimpinan Islam awal bisa disimpulkan tidak adanya sistem baku dan paten
dalam Islam soal kepemimpinan.
Dalam buku ini dijelaskan tentang makna khalifah dalam alquran, pandangan
al-Qurthubi tentang khilafah dan pandangan Imam al-Mawardi. Di tengah
masyarakat yang terus berubah dan berkembang, gagasan negara Islam merupakan
bentuk ilusi dalam dirinya (Abdurrahman Wahid: Ilusi Negara Islam). Untuk
mengatakan bahwa utopis, khilafah Islamiyah dikaji dalam buku ini dengan
melihat konteks tafsiran dan pendapat para ulama tentang khilafah.
Berikut link unduhan buku Khilafah Islamiyyah di bawah ini:
Sumber: Mukaddimah Khilafah Islamiyah: Catatan Kritis dari Aspek Teologis
hingga Pendapat Ulama
0 komentar:
Posting Komentar