Fikih merupakan sebuah produk khazanah intelektual peradaban Islam yang
sangat berharga. Fiqih menawarkan sebuah jawaban yang beragam terhadap berbagai
fenomena kehidupan masyarakat baik dalam peribadatan maupun dalam muamalah.
Dalam pemaparan kali ini, kita membahas pengertian fikih secara definitif
dengan harapan bisa memberikan pemahaman kepada kita tentang hakikat fiqih
tersebut.
Imam Abu Ishak As-Syirazi menerangkan sebagai berikut:
Imam Abu Ishak As-Syirazi menerangkan sebagai berikut:
والفقه معرفة
الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد
Artinya, “Fiqih ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad,” (Lihat Abu Ishak As-Syirazi, Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2010, halaman 6).
Dari definisi di atas, kita bisa memahami bahwa fiqih merupakan pengetahuan
tentang hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan proses
ijtihad. Pengetahuan-pengetahuan tentang hukum syariat yang untuk mengetahuinya
tidak perlu dilakukan ijtihad, bukanlah bagian dari fiqih. Untuk mengetahui
keharaman zina, kita tinggal langsung merujuk pada Surat Al-Isra ayat 32.
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya, “Janganlah kalian dekati zina, karena sesungguhnya zina itu kotor dan seburuk-buruknya jalan.”
Tanpa perlu proses berpikir panjang, dengan hanya melihat pada ayat di
atas, kita bisa pahami bahwa zina itu haram.
Demikian juga tentang kewajiban shalat, sesuatu yang bisa kita ketahui
dengan langsung merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 43:
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya, “Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat, dan shalat (rukuk)-lah bersama orang-orang yang shalat.”
Pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya langsung dipahami dengan hanya
melihat teks, dalam agama Islam disebut sebagai syariat yang bukan fiqih. Untuk
lebih jelas memahami hal ini, ke depan, Insya Allah akan kita bahas
tentang perbedaan antara syariat dan fiqih.
Seperti yang kita singgung di atas, fiqih hanya terbatas pada pengetahuan
tentang hukum syariat yang memerlukan proses ijtihad untuk mengetahuinya,
contoh-contoh penjelasan hal tersebut bisa kita simak pada pemaparan Jalaluddin
Al-Mahalli dalam kitab Syarh Al-Waraqat:
وهو معرفة
الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد، كالعلم بأن النية في الوضوء واجبة، وأن
الوتر مندوب وأن النية من الليل شرط في صوم رمضان، وأن الزكاة واجبة في مال الصبي،
وغير واجبة في الحلي المباح، وأن القتل بمثقل يوجب القصاص، ونحو ذلك من مسائل
الخلاف
Artinya, “(Fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan ijtihad. Salah satunya pengetahuan bahwa niat dalam wudhu adalah wajib, witir (hukumnya) sunah, niat di malam hari merupakan syarat (sah) puasa di bulan Ramadhan, zakat (hukumnya) wajib pada harta anak kecil, tidak wajib (hukumnya) pada perhiasan yang diperbolehkan, dan membunuh dengan benda berat bisa menyebabkan qishas, serta contoh-contoh permasalahan khilaf lainnya,” (Lihat Jalaluddin Al-Mahalli, Syarh Al-Waraqat, Surabaya, Al-Hidayah, 1990, halaman 3).
Pembaca yang budiman, contoh-contoh yang dikemukakan oleh Imam Al-Mahalli
di atas merupakan contoh-contoh persoalan hukum syariat yang cara mengetahuinya
perlu dengan melakukan ijtihad terlebih dahulu.
Kita ambil contoh pertama. Niat dalam wudhu hukumnya adalah wajib. Awalnya,
muncul pertanyaaan dari umat tentang status hukum niat dalam berwudhu.
Pertanyaan ini kemudian memunculkan inisiatif para mujtahid untuk merumuskan
jawaban dari pertanyaan tersebut. Hal pertama yang dilakukan oleh para mujtahid
ialah merujuk pada dalil kewajiban wudhu pada Al-Maidah ayat 6:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”
Dari pembacaan terhadap teks di atas, tidak disinggung tentang perintah
niat ketika kita akan melaksanakan wudhu. Hal ini membuat Imam Hanafi sang
pendiri madzhab Hanafiyah mengeluarkan fatwa bahwa niat dalam wudhu tidak
wajib. Berbeda halnya dengan Imam Syafi’i yang melanjutkan pembacaan terhadap
teks lainnya yakni An-Nisa ayat 43:
فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا
Artinya, “Maka bertayamumlah kalian (dengan) debu yang suci.”
Ketika membaca ayat ini, Imam Syafi’i mengartikan kata تيمم dengan pemaknaan kebahasaan (lughawi), di mana secara kebahasaan kata tersebut bermakna “menyengaja”. Artinya, ketika akan melaksanakan shalat, sementara hendak berwudlu tidak ditemukan air, kita diperintahkan untuk “menyengaja” mencari debu suci dalam rangka bertayammum. Dari “menyengaja” ini, bisa kita pahami bahwa dalam tayamum, kita diwajibkan untuk niat.
Sementara kita tahu, bahwa tayamum merupakan pengganti
niat, maka bila dalam tayamum (yang hanya pengganti) saja kita wajib niat, maka
dalam wudhu pun kita wajib niat. Dengan penyusunan argumen semacam ini, maka
Imam Syafi’i memfatwakan kewajiban niat dalam berwudhu.
Membaca argumen di atas, Imam Hanafi yang tidak
mewajibkan niat dalam wudhu membangun argumen baru untuk menolak argumen Imam
Syafi’i dengan menyatakan bahwa kata تيمم dalam
ayat di atas mestinya dimaknai secara istilah sebagai prosesi “bertayamum”,
tidak lagi dimaknai secara lughawi sehingga Imam Hanafi tetap pada pendiriannya
tidak mewajibkan niat dalam wudhu.
Penyusunan argumentasi melalui proses ijtihad hingga
mengeluarkan jawaban hukum sebuah persoalan, itulah yang dinamakan sebagai fiqih.
Dari sini bisa kita pahami bahwa fiqih bekerja pada persoalan-persoalan yang
sifatnya khilafiyah (persoalan yang dalam menjawabnya berpotensi terjadinya
perbedaan pendapat). Wajar bila terjadi perbedaan pendapat antara satu madzhab
dan lainnya, dan itu bukanlah masalah.
Rasulullah SAW menganggap masing-masing pendapat
tersebut sebagai benar adanya. Inilah yang disebut bahwa perbedaan adalah
rahmat. Sebaliknya, sikap terlalu fanatis terhadap madzhab fiqih tertentu
merupakan sebuah kesia-siaan saja.
Sumber:
nu.or.id
Berikut kami sertakan link pdf kumpulan fiqih di bawah
ini.
0 komentar:
Posting Komentar