Pages

Minggu, 06 Oktober 2019

Sedang Tuhan pun Cemburu



Ternyata buku saya yang pernah terbit pada 1994 ini: Sedang TUHAN pun Cemburu akan menemui pembacanya kembali. Tak ada lain kecuali bersyukur kepada Allah swt., satu-satunya Maha Dzat yang menyodorkan kepada saya kemungkinan, bahan, dan energi untuk pernah menuliskan semua ini. Kemudian, terima kasih kepada semua pihak yang berkat kerja keras mereka, buku ini hadir dan menjadi media kemesraan hati dan dialog pikiran antara Anda dengan saya.

Saya bergaul di tengah banyak kawan-kawan yang setia. Maksud saya, suatu “nukleus” komunitas kecil tempat kami percaya bahwa kesetiaan adalah anugerah Allah yang mengagumkan. Kesetiaan kepada kawan, yang dimuarakan kesetiaannya kepada para pembaca bahwa buku ini terbit tidak lain dari tradisi kesetiaan itu, plus kerajinan dan kerja keras.

Ada “gudang kliping” di rumah kontrakan saya pada waktu itu. Kami selalu membayangkan entah berapa puluh buku bisa disusun dari tulisan-tulisan yang bertumpuk-tumpuk itu. Namun, ternyata tidak gampang bekerja sebagai editor, meneliti tulisan demi tulisan, mengamati jaringan dan peta makna-makna yang dikandungnya, jeli terhadap bentuk dan modus-modus ungkapnya, serta melacak latar belakang situasi sejarah kapan tulisan itu lahir, kemudian menuliskan semua itu kembali, huruf per huruf. Betapa beratnya. Namun, ternyata tidak bagi kawan kita itu karena semua yang dilakukannya bukanlah pekerjaan untuk mendapatkan uang, melainkan memesrai komitmen-komitmen hatinya pada nilai-nilai.

Dari proses pengamatan itu, lantas coba disusun suatu frame, sehingga kumpulan tulisan dari berbagai media massa ini diharapkan bisa hadir sebagai sebuah paket yang komprehensif muatan-muatannya, serta dengan nada irama yang orkestratif.

Anda tahu, saya “bukan” seorang penulis. Dalam arti saya sekadar menjalankan metabolisme jasmani-rohani saya secara alamiah. Saya menulis karena memang harus menulis, sebagaimana sekuntum bunga mekar karena pada suatu pagi ia memang dititahkan untuk mekar. Tiap hari saya makan-minum pengalaman hidup: otak, hati, jiwa, roh saya mengenyamnya. Tinjanya saya buang, hasil gizi, kesehatan, dan energinya saya silaturahmikan kepada anda. Sekuntum hanya mekar, dan esok tinggal kelopaknya, jika Yang Punya telah memanggilnya kembali.

Memang sekadar itulah yang mampu saya lakukan: bekerja keras, menulis, tidak malas, sampai detik terakhir napas hidup saya. Sepenuhnya saya kuakkan kemerdekaan bagi saudara Toto untuk memilih “jenis” apa buku ini. Terserah mau memilih tulisan yang mana, menyisihkan yang mana, dan dengan apa pola penggabungan itu.

Segera sesudah saya membaca-baca kembali tulisan-tulisan yang ia himpun, saya menemukan bahwa yang hadir dalam buku ini bukan hanya saya, melainkan terutama juga sahabat saya, Toto Rahardjo: seorang pekerja sosial yang sangat mencintai orang kecil, menikmati kesederhanaan hidup sehari-hari, dan senantiasa menggali kemesraan dan keindahan nilai di balik peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman bersahaja manusia yang kebanyakan orang melupakannya. Dengan “hati” semacam itulah ia menyusun buku ini.

Mudah-mudahan kenigninannya untuk bermesraan dengan hati anda, melalui upaya penerbitan kembali buku ini, bisa anda terima dengan senyuman dan kelapangan cinta.

(Dikutip dari buku Sedang TUHAN pun Cemburu karya Emha Ainun Nadjib)

Agar pembaca dapat mengulas lebih jauh tulisan di atas, kami sajikan versi luring (offline) pada link pdf di bawah ini


0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer