Pages

Rabu, 02 Oktober 2019

Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma



Dalam perkembangan khazanah pengetahuan manusia dewasa ini, berbagai hal yang dijadikan sumber acuan atau sudut pandang bagi pemecahan suatu persoalan kerap juga disebut “paradigma”, seperti yang lazim kita dengar, “paradigma pembangunan” atau “paradigma be lajar” dan sebagainya. Sebutan dan penggunaan kata “paradigma” semacam ini dapat menimbulkan berbagai macam interpretasi, karena  konteksnya sangat situasional. Tetapi apa yang dimaksud dengan Paradigma dalam konteks ilmu sosial khususnya sosiologi, sebaiknya kita meng acu pada konsep dan pemikiran Thomas S. Khun di dalam bukunya yang terkenal, berjudul The Structure of Scientific Revolutions (1962). Menurut Thomas Khun (Veeger,1993: 22), paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan (sosial) tertentu. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan, bahwa sebuah paradigma adalah jendela keilmuan yang dapat digunakan untuk “melihat” dunia sosial.

Persoalannya adalah jernih tidaknya sebuah” jendela ilmu” yang digunakan akan sangat memengaruhi pemahaman seseorang tentang apa dan bagaimana sesungguhnya dunia sosial itu, baik menurut fakta subjektif maupun fakta objektif. Tetapi yang jelas, bertitik tolak dari satu paradigma tertentu, seorang ilmuwan dapat memusatkan dan merumuskan permasalahan objek kajian yang menjadi sasaran bidang ilmunya, lalu memilih dan menetapkan teori dalam rumpun paradigma itu yang relevan dengan persoalan yang tengah dikaji, serta menetapkan metode penelitian untuk mencari dan menemukan jawaban atau bukti-bukti empirisnya di lapangan

Sosiologi sendiri dikenal sebagai ilmu berparadigma ganda (Ritzer, 2008, Apendik :13). Perbedaan penting yang telah melahirkan bermacam-macam paradigma tersebut, sebenarnya terletak pada perbedaan sudut pandang di dalam melihat sebuah pokok persoalan  dalam dunia sosial. Paradigma yang tampak susul-menyusul dalam sejarah perjalanan sosiologi itu, juga telah bersaing satu sama lain dewasa ini, dan sangat mungkin membingungkan mahasiswa-mahasiswa pemula yang mempelajari sosiologi (Veeger,1993: 22). Belum berakhir perdebatan tentang pembagian paradigma menurut George Ritzer, belakangan sudah muncul pembagian paradigma menurut positivis, konstruksionis, dan paradigma kritis. Namun sebenarnya kebingungan itu tidak perlu terjadi, jika menyadari bahwa hidup dan kehidupan masyarakat dewasa ini pun memang telah diwarnai oleh dinamika dan berbagai macam persaingan, mulai dari yang laten hingga yang manifes dan dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.

Dalam bukunya yang berjudul: Sociology; A Multiple Paradigm Science (1980), George Ritzer, telah menjelaskan tiga paradigma yang di kenal dalam sosiologi selama satu setengah abad terakhir ini (Veeger, 1993: 23). Ketiga paradigma tersebut adalah: (1) paradigma fakta sosial; (2) paradigma definisi sosial; dan (3) paradigma perilaku sosial. Dalam perkembangan terakhir, ada juga penggolongan paradigma lain menjadi: (1) positivistik; (2)  konstruksi sosial; dan (3) paradigma kritis seperti disinggung di atas. Ketiga paradigma yang disebutkan terakhir ini karena berbagai alasan, sengaja tidak dibahas pada kesempatan ini.

Paradigma Fakta Sosial. Paradigma ini melihat masyarakat manusia dari sudut pandang makro strukturnya. Menurut paradigma ini, kehidupan masyarakat dilihat sebagai realitas yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan apakah individu-individu anggota masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju. Masyarakat jika dilihat dari struktur sosialnya (dalam bentuk pengorganisasiannya) tentulah memiliki seperangkat aturan (apakah itu undang-undang, hierarki kekuasaan dan wewenang, sistem peradilan, serangkaian peran sosial, nilai dan norma, pranata sosial, atau pendek kata kebudayaan) yang secara analitis merupakan fakta yang terpisah dari individu warga masyarakat— akan tetapi dapat memengaruhi perilaku kesehariannya (lihat: Veeger,1993).

Ilustrasi yang dapat diajukan dalam konteks ini adalah, bahwa setiap individu sejak ia kecil hingga tumbuh dewasa memperoleh pengaruh (bahkan daya paksa) dari masyarakat (sebagai sebuah struktur sosial). Seseorang tidaklah boleh melakukan sesuatu sekehendak hatinya atau menurut dorongan nalurinya semata, tetapi ia juga harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakatnya baik menurut aturan lisan maupun aturan tertulis, tentang “apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam konteks hidup bermasyarakat. Segala bentuk pelanggaran atas “larangan” tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam konteks norma hidup dan kehidupan bermasyarakat itu—tentulah akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat dan jenis pelanggarannya.

Berdasarkan ilustrasi di atas, tampak semakin jelas bahwa di luar individu ada kekuatan struktur yang melebihi keinginan atau kemauan orang per orang, apakah itu berupa norma, nilai, ataupun peraturan yang memiliki kekuatan memaksa kepada setiap individu warga masyarakat yang bersangkutan. Kehidupan sosial manusia merupakan kenyataan (fakta) tersendiri yang tidak mungkin dapat dimengerti berdasarkan ciri-ciri personal individu semata. Kehidupan sosial memiliki seperangkat hukum, dampak dan akibatnya sendiri. Jika dicermati, memang dalam setiap individu ada fakta yang bersifat psikis, tetapi dalam konteks masyarakat, Durkheim melihatnya sebagai fakta sosial. Oleh karena itu, Durkheim juga tidak menyangkal bahwa hidup manusia yang bersifat tunggal dan utuh tersebut, ikut ditentukan oleh ciri-ciri personalnya. Tetapi dalam pandangan Durkheim, ia lebih menekankan kepada aspek kehidupan sosial manusia sebagai unsur otonom yang kurang lebih sama faktanya dengan aspek individualnya. Dari dasar pandangan inilah kemudian lahir paradigma fakta sosial dan beberapa teori sosiologi makro (lihat: Veeger, 1993: 24) yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam buku ini.

TEORI-TEORI DALAM LINGKUP PARADIGMA FAKTA SOSIAL

Terori-teori besar yang berada dalam lingkup paradigma fakta sosial, antara lain: (a) teori struktural fungsional; (b) teori struktural konflik, atau kerap disebut juga teori konflik; (c) teori sistem; dan (d) teori-teori sosiologi makro lainnya. Teori-teori  ini pada dasarnya menganalisis peran dan pengaruh dari struktur sosial terhadap individu dalam masyarakat, seperti: pranata-pranata sosial, norma sosial, kelas sosial, social control, atau kekuasaan dan lain-lain; yang tampak berada di luar individu, akan tetapi dapat memengaruhi kelangsungan dan mungkin juga perubahan dalam masyarakat yang bersangkutan (Veeger,1993: 30).

Pada bagian pertama buku ini, secara sengaja tidak semua tokoh sosiologi klasik yang pernah disebutkan dalam berbagai buku teks sosiologi akan dibahas pada kesempatan ini, tetapi hanya beberapa tokoh sosiologi dan teori sosiologi klasik yang memiliki pengaruh hingga saat ini. Beberapa tokoh sosiologi klasik itu, antara lain: Karl Marx, Emile Durkheim, Talcott Parsons, dan Robert K. Merton.

Dalam penyajiannya, buku ini dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing bagian memuat paradigma dan rumpun teori yang bernaung di dalamnya, dirangkai kemudian dengan pembahasan tentang teori pilihan rasional dan teori kritis. Secara berturut-turut pembagian dalam buku ini dapat dipaparkan secara ringkas sebagai berikut. Bagian pertama memuat penjelasan tentang apa itu paradigma, dilanjutkan dengan pengenalan para tokoh paradigma fakta sosial, kemudian uraian tentang perspektif teori struktural fungsional dan perspektif teori struktural konflik. Pada bagian kedua dijelaskan tentang paradigma definisi sosial dilanjutkan kemudian dengan penjelasan ringkas tentang tokoh paradigma definisi sosial, dan dirangkai dengan teoriteori yang bernaung di bawah paradigma definisi sosial. Pada bagian ketiga dipaparkan secara ringkas pula paradigma perilaku sosial, berikut teori-teori yang berada dalam lingkup paradigma perilaku sosial ini. Sebagai penutup, disajikan pula penjelasan ringkas tentang teori pilihan rasional. Dalam perkembangan terakhir ada juga yang mengelompokkan paradigma ilmu sosial menurut kriteria paradigma positivis, paradigma konstruksionis, dan paradigma kritis. Pembagian paradigma sebagaimana disebutkan terakhir tidak dibahas dalam kesempatan ini.

(Cuplikan pengantar buku “Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma; Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial”)
Agar pembaca dapat mengulas lebih jauh, kami sajikan versi luring (offline) pada link pdf di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer