Dalam perkembangan khazanah
pengetahuan manusia dewasa ini, berbagai hal yang dijadikan sumber acuan atau
sudut pandang bagi pemecahan suatu persoalan kerap juga disebut “paradigma”,
seperti yang lazim kita dengar, “paradigma pembangunan” atau “paradigma be
lajar” dan sebagainya. Sebutan dan penggunaan kata “paradigma” semacam ini
dapat menimbulkan berbagai macam interpretasi, karena konteksnya sangat situasional. Tetapi apa
yang dimaksud dengan Paradigma dalam konteks ilmu sosial khususnya sosiologi,
sebaiknya kita meng acu pada konsep dan pemikiran Thomas S. Khun di dalam
bukunya yang terkenal, berjudul The Structure of Scientific Revolutions (1962).
Menurut Thomas Khun (Veeger,1993: 22), paradigma adalah pandangan yang mendasar
tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan (sosial)
tertentu. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan, bahwa sebuah paradigma adalah
jendela keilmuan yang dapat digunakan untuk “melihat” dunia sosial.
Persoalannya adalah jernih tidaknya
sebuah” jendela ilmu” yang digunakan akan sangat memengaruhi pemahaman
seseorang tentang apa dan bagaimana sesungguhnya dunia sosial itu, baik menurut
fakta subjektif maupun fakta objektif. Tetapi yang jelas, bertitik tolak dari
satu paradigma tertentu, seorang ilmuwan dapat memusatkan dan merumuskan
permasalahan objek kajian yang menjadi sasaran bidang ilmunya, lalu memilih dan
menetapkan teori dalam rumpun paradigma itu yang relevan dengan persoalan yang
tengah dikaji, serta menetapkan metode penelitian untuk mencari dan menemukan
jawaban atau bukti-bukti empirisnya di lapangan
Sosiologi sendiri dikenal sebagai
ilmu berparadigma ganda (Ritzer, 2008, Apendik :13). Perbedaan penting yang
telah melahirkan bermacam-macam paradigma tersebut, sebenarnya terletak pada
perbedaan sudut pandang di dalam melihat sebuah pokok persoalan dalam dunia sosial. Paradigma yang tampak
susul-menyusul dalam sejarah perjalanan sosiologi itu, juga telah bersaing satu
sama lain dewasa ini, dan sangat mungkin membingungkan mahasiswa-mahasiswa
pemula yang mempelajari sosiologi (Veeger,1993: 22). Belum berakhir perdebatan
tentang pembagian paradigma menurut George Ritzer, belakangan sudah muncul
pembagian paradigma menurut positivis, konstruksionis, dan paradigma kritis.
Namun sebenarnya kebingungan itu tidak perlu terjadi, jika menyadari bahwa
hidup dan kehidupan masyarakat dewasa ini pun memang telah diwarnai oleh
dinamika dan berbagai macam persaingan, mulai dari yang laten hingga yang
manifes dan dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks.
Dalam bukunya yang berjudul: Sociology;
A Multiple Paradigm Science (1980), George Ritzer, telah menjelaskan tiga
paradigma yang di kenal dalam sosiologi selama satu setengah abad terakhir ini
(Veeger, 1993: 23). Ketiga paradigma tersebut adalah: (1) paradigma fakta sosial;
(2) paradigma definisi sosial; dan (3) paradigma perilaku sosial. Dalam
perkembangan terakhir, ada juga penggolongan paradigma lain menjadi: (1)
positivistik; (2) konstruksi sosial; dan
(3) paradigma kritis seperti disinggung di atas. Ketiga paradigma yang
disebutkan terakhir ini karena berbagai alasan, sengaja tidak dibahas pada
kesempatan ini.
Paradigma Fakta Sosial. Paradigma ini melihat masyarakat
manusia dari sudut pandang makro strukturnya. Menurut paradigma ini, kehidupan
masyarakat dilihat sebagai realitas yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan
apakah individu-individu anggota masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju
atau tidak setuju. Masyarakat jika dilihat dari struktur sosialnya (dalam
bentuk pengorganisasiannya) tentulah memiliki seperangkat aturan (apakah itu
undang-undang, hierarki kekuasaan dan wewenang, sistem peradilan, serangkaian
peran sosial, nilai dan norma, pranata sosial, atau pendek kata kebudayaan)
yang secara analitis merupakan fakta yang terpisah dari individu warga masyarakat—
akan tetapi dapat memengaruhi perilaku kesehariannya (lihat: Veeger,1993).
Ilustrasi yang dapat diajukan dalam
konteks ini adalah, bahwa setiap individu sejak ia kecil hingga tumbuh dewasa
memperoleh pengaruh (bahkan daya paksa) dari masyarakat (sebagai sebuah
struktur sosial). Seseorang tidaklah boleh melakukan sesuatu sekehendak hatinya
atau menurut dorongan nalurinya semata, tetapi ia juga harus menyesuaikan
dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakatnya baik menurut aturan lisan
maupun aturan tertulis, tentang “apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan dalam konteks hidup bermasyarakat. Segala bentuk pelanggaran atas “larangan”
tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam konteks norma
hidup dan kehidupan bermasyarakat itu—tentulah akan mendapatkan sanksi sesuai
dengan tingkat dan jenis pelanggarannya.
Berdasarkan ilustrasi di atas, tampak
semakin jelas bahwa di luar individu ada kekuatan struktur yang melebihi
keinginan atau kemauan orang per orang, apakah itu berupa norma, nilai, ataupun
peraturan yang memiliki kekuatan memaksa kepada setiap individu warga
masyarakat yang bersangkutan. Kehidupan sosial manusia merupakan kenyataan
(fakta) tersendiri yang tidak mungkin dapat dimengerti berdasarkan ciri-ciri
personal individu semata. Kehidupan sosial memiliki seperangkat hukum, dampak
dan akibatnya sendiri. Jika dicermati, memang dalam setiap individu ada fakta
yang bersifat psikis, tetapi dalam konteks masyarakat, Durkheim melihatnya
sebagai fakta sosial. Oleh karena itu, Durkheim juga tidak menyangkal bahwa
hidup manusia yang bersifat tunggal dan utuh tersebut, ikut ditentukan oleh
ciri-ciri personalnya. Tetapi dalam pandangan Durkheim, ia lebih menekankan
kepada aspek kehidupan sosial manusia sebagai unsur otonom yang kurang lebih
sama faktanya dengan aspek individualnya. Dari dasar pandangan inilah kemudian
lahir paradigma fakta sosial dan beberapa teori sosiologi makro (lihat: Veeger,
1993: 24) yang akan dibicarakan lebih lanjut dalam buku ini.
TEORI-TEORI DALAM LINGKUP PARADIGMA
FAKTA SOSIAL
Terori-teori besar yang berada dalam
lingkup paradigma fakta sosial, antara lain: (a) teori struktural fungsional;
(b) teori struktural konflik, atau kerap disebut juga teori konflik; (c) teori
sistem; dan (d) teori-teori sosiologi makro lainnya. Teori-teori ini pada dasarnya menganalisis peran dan
pengaruh dari struktur sosial terhadap individu dalam masyarakat, seperti:
pranata-pranata sosial, norma sosial, kelas sosial, social control, atau
kekuasaan dan lain-lain; yang tampak berada di luar individu, akan tetapi dapat
memengaruhi kelangsungan dan mungkin juga perubahan dalam masyarakat yang
bersangkutan (Veeger,1993: 30).
Pada bagian pertama buku ini, secara
sengaja tidak semua tokoh sosiologi klasik yang pernah disebutkan dalam
berbagai buku teks sosiologi akan dibahas pada kesempatan ini, tetapi hanya
beberapa tokoh sosiologi dan teori sosiologi klasik yang memiliki pengaruh
hingga saat ini. Beberapa tokoh sosiologi klasik itu, antara lain: Karl Marx,
Emile Durkheim, Talcott Parsons, dan Robert K. Merton.
Dalam penyajiannya, buku ini dibagi
menjadi tiga bagian, masing-masing bagian memuat paradigma dan rumpun teori
yang bernaung di dalamnya, dirangkai kemudian dengan pembahasan tentang teori
pilihan rasional dan teori kritis. Secara berturut-turut pembagian dalam buku
ini dapat dipaparkan secara ringkas sebagai berikut. Bagian pertama memuat
penjelasan tentang apa itu paradigma, dilanjutkan dengan pengenalan para tokoh
paradigma fakta sosial, kemudian uraian tentang perspektif teori struktural
fungsional dan perspektif teori struktural konflik. Pada bagian kedua dijelaskan
tentang paradigma definisi sosial dilanjutkan kemudian dengan penjelasan
ringkas tentang tokoh paradigma definisi sosial, dan dirangkai dengan
teoriteori yang bernaung di bawah paradigma definisi sosial. Pada bagian ketiga
dipaparkan secara ringkas pula paradigma perilaku sosial, berikut teori-teori
yang berada dalam lingkup paradigma perilaku sosial ini. Sebagai penutup,
disajikan pula penjelasan ringkas tentang teori pilihan rasional. Dalam
perkembangan terakhir ada juga yang mengelompokkan paradigma ilmu sosial
menurut kriteria paradigma positivis, paradigma konstruksionis, dan paradigma
kritis. Pembagian paradigma sebagaimana disebutkan terakhir tidak dibahas dalam
kesempatan ini.
(Cuplikan pengantar buku “Teori-teori
Sosial Dalam Tiga Paradigma; Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial”)
Agar pembaca dapat mengulas lebih
jauh, kami sajikan versi luring (offline) pada link pdf di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar