Pages

Sabtu, 21 Desember 2019

Kontroversi Al-‘Umran: Ibn Khaldun dan Perdebatan Klaim Kebaruan

Sumber gambar: tirto.id

Ibn Khaldun (w. 1406) adalah ilmuwan besar yang monumental, dan telah menjadi jembatan emas dalam pengembangan ilmu filsafat sejarah dan sosiologi antroplogi modern. Ia telah menghasilkan karya dan pemikiran yang orisinil dan besar pengaruhnya, dan karenanya mendapat pengakuan yang luas sebagai salah satu pemikir Arab-Islam yang sangat berpengaruh baik di dunia Barat mapun Timur.1 Untuk mengenang jasanya, sudah banyak produk gagasan dan pemikirannya telah ditulis dan diterbitkan. Diantara beberapa karyanya yang paling monumental, sebagai berikut:

Al-Muqaddimah, salah satu karya monumentalnya yang membuat dia terkenal. Tema sentral dari al-Muqaddimah adalah terkait fenomena sosial dan sejarah. Karya ini sebenarnya lebih dari sekedar pendahuluan sebagaimana judulnya, karena al-Muqaddimah menjadi karya monumental sepanjang sejarah dunia pengetahuan diantara deretan karya yang ditulis para sarjana Barat dan Timur.

Al-’Ibar wa Diwan almubtada’waalKhabar fi Ayyam al-’Arab al-’Ajam wa al-arbar man Asharuhum min dzawi asSulthani al-’Akbar. Karya buku yang biasa dikenal dengan Kitab ‘Ibar ini terdiri dari tiga buku: buku pertama, Kitab Muqaddimah atau buku pertama, yang isinya tentang konsep masyarakat dan beberapa unsur utamanya seperti konsep pemerintahan, kekuasaan, mata pencaharian, keterampilan, dan pengetahuan dengan seluruh argumennya masing-masing buku kedua, terdiri dari empat jilid yang diberi judul jilid satu, jilid dua, jilid tiga dan jilid empat, isinya menjelaskan tentang sejarah bangsa Arab, generasigenerasi dan dinasti-dinasti.  Termasuk di dalamnya beberapa reviw tentang bangsabangsa, seperti Siria, Persia, Israel, Yunani, Romawi,Turki dan Eropa; buku ketiga, terdiri dari dua jilid, diberi judul jilid enam dan jilid tujuh, yang isinya terkait sejarah bahasa Barbar dan Zanata ada di dalamnya, secara khusus juga berbicara tentang kerajaan-kerajaan dan negara-negara Maghreb (Afrika Utara).

Kitab al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon Ghorban atau yang dikenal dengan Kitab al-Ta’rif. Buku ini oleh para sarjana Barat dikenal dengan judul Autobiography. Terdiri dari beberapa bab tentang kehidupan Ibnu Khaldun.

Selain beberapa karya terkenal diatas, masih banyak lagi karya-karyanya yang telah diterbitkan dan menjadi bahan kajian dari para sarjana di bidang sejarah, sosiologi, antropologi, politik termasuk ekonomi. Keluasan wawasannya membuat pemikirannya selalu segar untuk didalami.  

Membaca karya dan pikiran Ibn Khaldun meninggalkan kesan yang mendalam. Di mata banyak penggemarnya, Ibn Khaldun adalah ayah intelektual di bidang ilmu filsafat sejarah, sosiologi dan antropologi. Ibn Khaldun menciptakan tradisi akademik yang tidak saja segar, namun juga menguak sisi lain dari tradisi yang selama ini sudah mapan.

Semangat eksploratif yang tinggi adalah salah satu sifat Ibn Khaldun. Ia tidak pernah puas dengan perkembangan ilmu pada masanya. Padahal ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh para ilmuan Muslim saat itu sudah sedemikian matang. Tapi kematangan itu justru membawa keterbelakangan akibat kepuasan diri dan ketermanguan. Ilmu tidak pernah mencapai titik kematangan tertentu tetapi terus berkembang. Seperti pendulum, ilmu akan terus mengalami pergeseran dari satu fase ke fase yang lain. Sifat ilmu yang dinamis –tidak seperti agama- membuat ilmu harus terus dimasak ulang agar tidak membusuk.

Ibn Khaldun merupakan pemikir yang kritis dan berpikiran maju. Ia dapat merasakan bahwa peradaban Islam sedang dalam bahaya akibat kemandekan epistemologisnya. Krisis ilmu pengetahuan menjadi hantu yang paling menakutkan. Tidak ada inovasi intelektual yang digulirkan. Para sarjana hanya terdiam dan menjadi muqallid, mengikuti aliran pemikiran yang sudah ada secara buta tanpa usaha pembaharuan. Tergerak untuk mensikapi kondisi ini, Ibn Khaldun bangkit dan menciptakan sebuah gagasan yang orisinil mengenai konsep al-‘Umran yang ia klaim baru dan terpisah dari keilmuan sebelumnya dari segala aspek.  Ibn Khaldun menegaskan bahwa: ―Al-‘Umran adalah ilmu yang mandiri terpisah dari semua ilmu karena ia membahas mengenai sifat-sifat dasar kenyataan alamiah yang nampak‖.

Dalam konsep al-‘Umran, Ibn Khaldun telah berhasil mengungkap berbagai macam fenomena sosial-keagamaan yang terjadi pada masanya, disertai dengan teori-teori baru untuk menjelaskan hukum-hukum universalnya.

Kontroversi muncul sejak diklaimmnya ilmu baru tersebut. Banyak cendikiawan yang menerima konsep al-‘Umran namun tidak sedikit yang curiga atau menolaknya. Kontroversi itu tidak saja terjadi di dunia Islam, tapi juga meluas ke seantero jagat. Keberhasilan Ibn Khaldun memantik perdebatan yang tiada berujung mengenai kebaruan konsep al-‘Umran berdampak positif. Namun tidak jarang pula menimbulkan sentimen negatif yang menjurus ke arah kekerasan akademik. 

Klaim kebaruan konsep al-‘Umran merupakan salah satu objek kajian yang paling menarik sekaligus sensitif di antara tema-tema lain yang ditawarkan oleh Ibn Khaldun. Sang tokoh sendiri pasti tidak pernah berpikir bahwa apa yang ia katakan akan sedemikian ramai diperdebatkan. Ibn Khaldun hanya fokus pada pokok persoalan konsep al‘Umran, yang di kemudian hari dianggap sebagai ilmu budaya, ilmu peradaban, filsafat sejarah, sosiologi dan antropologi. Dari penelusuran peneliti, ada beberapa yang paling popular mengkaji persoalan konsep al‘Umran, diantaranya: Mushin Mahdi dalam karyanya ―Ibn Khaldun’s Philosophy of History”, Mahdi banyak membahas persoalan konsep al-‘Umran. Karya terpenting yang ditulis secara kritis tentang gagasan Ibn Khaldun. Menurut Baker, Mahdi sebagai ―orang pertama yang membahas konsep al‘Umran secara mendalam dan seksama‖. Dalam konteks filsafat dan logika sejarah, al‘Umran ia pahami sebagai ilmu budaya dan bukan ilmu sosiologi. 

Ahli yang lain, Fuad Baali dalam karyanya ―Society, State and Urbanism: Ibn Khaldun’s Sociological Thought”, Baali menerjemahkan al-‘Umran ke dalam Bahasa Inggris sebagai ―a science of social organisation‖. Dia menyebut ilmu yang diusung oleh Ibn Khaldun merupakan ilmu baru, karena ditulis di abad 14 bahkan setelah beberapa abad setelahnya, ilmu terkait organisasi sosial belum ada. Kemudian, Abdul Ghani Maghribi, dalam karyanya ―al-Fikr al-Ijtima’i inda Ibn Khaldun”, juga mengkaji al-‘Umran. Maghribi memposisikan diri seperti Baali. Ia menganggap Ibn Khaldun sebagai pendiri ilmu sosiologi dan pengusung gagasan baru yang belum ada pada masanya. Dan masih banyak lagi para para ilmuwan, seperti Akbar S. Ahmed, dalam karyanya ―Ibn Khaldun’s Understanding of Civilisations and the Dilemmas of Islam and the West Today‖ ; Umar Chapra dalam karyanya ―Ibn Khaldun’s Theory of Development: Dose it Help Explain the Low Performance of the Present-Day Muslim World?‖; Ali al-Wardi dalam karyanya ―Dirasah fi Susiyulujiya al-Islam” ; Husain al-Handawi dalam karyanya ―Ali alWardi wa Manhajuhu‖ ; Syed Farid Alatas, Applying Ibn Khaldun: The Recovery of a Lost Tradition in Sociology‖, yang juga membahas dan mendiskusikan persoalan konsep al‘Umran

Namun sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan yang mengkaji perdebatan para ahli tentang klaim kebaruan konsep al‘Umran. Yang sudah dilakukan oleh para ahli adalah mengupas konsep al-‘Umran dalam kerangka isu yang lain, seperti isu  masyarakat, organisasi sosial, peradaban, ilmu pengetahuan atau yang lain. Padahal menurut penulis, persoalan klaim kebaruan konsep al‘Umran sangat sentral dalam sistem dan struktur pemikiran Ibn Khaldun. Benar tidaknya klaim kebaruan ini akan sangat menentukan nasib wacana Khaldunian di kemudian hari.

Dengan pertimbangan latar belakang di atas serta kebaruan penelitian ini, kajian ini bertujuan untuk memberi perhatian khusus kepada perdebatan klaim kebaruan konsep al‘Umran. Pelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (librarian research), teknik pengumpulan data dari buku-buku, artikel jurnal dan dokumen kepustakaan, khususnya dengan cara menelusuri pendapat para sarjana Arab-Islam kontemporer terkait Kontroversi al-‘Umran dan polemik kebaruan gagasan Ibnu Khaldun.

Dikutip dari pendahuluan Abdul Kadir Riyadi, Ph.D dalam jurnal berjudul Kontroversi Al-‘Umran: Ibn Khaldun Dan Perdebatan Klaim Kebaruan.

Agar pembaca lebih mengulas lebih jauh, kami lampirkan versi luring (offline) pada link pdf di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer