Pages

Sabtu, 21 Desember 2019

Tasawuf Antara Penafsiran Normatif dan Sosiologis dalam Pemikiran Ibn Khaldun





Menghadirkan Ibn Khaldūn di tengah-tengah kerumunan sosiolog top dunia kini tidak lagi aneh atau sulit. Beberapa dekade lalu, Ibn Khaldūn masih belum terlalu dikenal di dunia Barat. Di dunia Islam, ia sudah dikenal namun kajian terhadapnya tidak terlalu banyak sehingga terkesan terlupakan. Sekarang, sarjana Muslim dan Barat berlomba mendalami pemikirannya. Mereka baru menyadari bahwa Ibn Khaldūn menyediakan wacana yang memadai untuk membaca persoalan kontemporer yang menyelimuti dimensi sosial dan keagamaan manusia sekarang ini. Sosok besar dalam kajian sosiologi dan antropologi agama kontemporer seperti Akbar S. Ahmad mengatakan bahwa, “manusia modern harus berterima kasih kepada Ibn Khaldūn” karena jasanya yang tidak ternilai dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan pembacaan yang tajam terhadap peradaban. 

Di ranah sosiologi, kontribusi Ibn Khaldūn tidak terhingga. Tidak sedikit pakar sosiologi Barat yang mengakuinya sebagai bapak sosiologi. Sebut saja Alfred Kremer, Robert Flint, Ludwig Gumplowicz, Rene Maunier, Franz Oppenheimer, Ortega, Piritim Sorokin, Carle Zimmerman, Charles Galphin, Harry Barnes dan Howard Becker. Hampir semua di antara mereka menyebut gagasan Ibn Khaldūn sebagai “ide sosiologi modern dalam menjelaskan persoalan masyarakat”.

Di dunia Arab-Islam Ibn Khaldūn yang sempat mengalami penolakan antara lain oleh Ibn H{ajar al-‘Asqalānī—mewakili sarjana era klasik—dan T { āha H { usayn—mewakili sarjana kontemporer—kini sudah diakui sebagai pahlawan. Seiring perjalanan waktu, kajian terhadap pemikirannya tidak henti-hentinya dilakukan. Tidak sekadar mengkajinya, pelan tapi pasti kini sarjana Arab-Islam mulai melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Sosok seperti Mahmoud Dhaouadi, Syed Farid Alatas, bahkan mereka yang kritis terhadapnya seperti Muhammad Abdullah Anan dan Mah}mūd Ismāīl termasuk dalam golongan ini. 

Akses terhadap ilmu pengetahuan yang semakin mudah membuat lalu lintas ilmu kian cepat dan deras, tak terkecuali sosiologi secara umum dan kajian wacana Khaldunian secara khusus. Dibandingkan dengan ilmu lain, sosiologi tergolong ilmu yang berkembang dengan sangat cepat. Kajian wacana Khaldunian diuntungkan dengan perkembangan sosiologi yang cepat ini. 

Perkembangan sosiologi—dan di dalamnya pemikiran Ibn Khaldūn—kini menjadi hidangan sehari-hari bagi para ahli di bidang ilmu ini. Bagi yang mengikutinya akan dikagetkan dengan betapa banyaknya literatur di bidang kajian ini. Satu sisi ini positif, namun cepatnya perkembangan ilmu sosiologi dapat pula menimbulkan ketidakpastian. Tidak sedikit di antara para ahli merasa telah “hilang” di tengah belantara sosiologi yang tiada ujung dan tepi. Tidak aneh jika dalam konteks ini, Randall Collins mengatakan bahwa sosiologi adalah tentang “kehidupan intelektual yang membingungkan”.

Banyaknya wacana yang simpang-siur membuat gagasan datang dan pergi tanpa henti. Beragam wacana itu kadang menyisakan sedikit ruang bagi usaha pengembangan dan inovasi. Patut diakui bahwa ketika produksi ilmu pengetahuan berjalan terlalu cepat, maka tidak sedikit orang yang justru akan mengalami disorientasi. Ini pada gilirannya menjadi pemicu bagi kejenuhan dan stagnansi.

Betapapun, fenomena ini adalah tantangan dan bukan takdir. Dalam dunia keilmuan, sebuah wacana—apalagi paradigma—sudah seharusnya melahirkan wacana baru. Jika tidak demikian, maka sifat ilmiahnya justru akan dipertanyakan. Dalam kaitan inilah, banyaknya kajian terhadap warisan Ibn Khaldūn dapat dipandang sebagai perkembangan yang positif. Hanya saja, setiap kajian lanjutan haruslah kemudian dilakukan dengan kerangka yang berbeda agar dapat memberikan kontribusi baru.

Inilah yang akan dilakukan dalam pembahasan ini; pemikiran Ibn Khaldūn akan diulas dengan fokus pada ajarannya mengenai tasawuf sebagai bagian dari al-‘Umrān. Tidak hanya itu, artikel ini melangkah sedikit lebih jauh dengan melakukan penelusuran apakah dalam pemikiran Ibn Khaldūn terdapat benih-benih untuk mengembangkan apa yang kita sebut sebagai sosiologi tasawuf?

Dikutip dari Abdul Kadir Riyadi, Ph.D dalam Jurnal Tasawuf Antara Penafsiran Normatif dan Sosiologis dalam Pemikiran Ibn Khaldun

Agar pembaca dapat mengulas lebih jauh, berikut kami lampirkan versi luring (offline) pada link pdf di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer