Menghadirkan Ibn Khaldūn di
tengah-tengah kerumunan sosiolog top dunia kini tidak lagi aneh atau sulit.
Beberapa dekade lalu, Ibn Khaldūn masih belum terlalu dikenal di dunia Barat.
Di dunia Islam, ia sudah dikenal namun kajian terhadapnya tidak terlalu banyak
sehingga terkesan terlupakan. Sekarang, sarjana Muslim dan Barat berlomba
mendalami pemikirannya. Mereka baru menyadari bahwa Ibn Khaldūn menyediakan
wacana yang memadai untuk membaca persoalan kontemporer yang menyelimuti
dimensi sosial dan keagamaan manusia sekarang ini. Sosok besar dalam kajian
sosiologi dan antropologi agama kontemporer seperti Akbar S. Ahmad mengatakan
bahwa, “manusia modern harus berterima kasih kepada Ibn Khaldūn” karena jasanya
yang tidak ternilai dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan pembacaan yang
tajam terhadap peradaban.
Di ranah sosiologi, kontribusi Ibn
Khaldūn tidak terhingga. Tidak sedikit pakar sosiologi Barat yang mengakuinya
sebagai bapak sosiologi. Sebut saja Alfred Kremer, Robert Flint, Ludwig
Gumplowicz, Rene Maunier, Franz Oppenheimer, Ortega, Piritim Sorokin, Carle
Zimmerman, Charles Galphin, Harry Barnes dan Howard Becker. Hampir semua di
antara mereka menyebut gagasan Ibn Khaldūn sebagai “ide sosiologi modern dalam
menjelaskan persoalan masyarakat”.
Di
dunia Arab-Islam Ibn Khaldūn yang sempat mengalami penolakan antara lain oleh
Ibn H{ajar al-‘Asqalānī—mewakili sarjana era klasik—dan T { āha H {
usayn—mewakili sarjana kontemporer—kini sudah diakui sebagai pahlawan. Seiring
perjalanan waktu, kajian terhadap pemikirannya tidak henti-hentinya dilakukan.
Tidak sekadar mengkajinya, pelan tapi pasti kini sarjana Arab-Islam mulai
melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Sosok seperti Mahmoud Dhaouadi,
Syed Farid Alatas, bahkan mereka yang kritis terhadapnya seperti Muhammad
Abdullah Anan dan Mah}mūd Ismāīl termasuk dalam golongan ini.
Akses
terhadap ilmu pengetahuan yang semakin mudah membuat lalu lintas ilmu kian
cepat dan deras, tak terkecuali sosiologi secara umum dan kajian wacana Khaldunian
secara khusus. Dibandingkan dengan ilmu lain, sosiologi tergolong ilmu yang
berkembang dengan sangat cepat. Kajian wacana Khaldunian diuntungkan dengan
perkembangan sosiologi yang cepat ini.
Perkembangan
sosiologi—dan di dalamnya pemikiran Ibn Khaldūn—kini menjadi hidangan
sehari-hari bagi para ahli di bidang ilmu ini. Bagi yang mengikutinya akan
dikagetkan dengan betapa banyaknya literatur di bidang kajian ini. Satu sisi
ini positif, namun cepatnya perkembangan ilmu sosiologi dapat pula menimbulkan
ketidakpastian. Tidak sedikit di antara para ahli merasa telah “hilang” di
tengah belantara sosiologi yang tiada ujung dan tepi. Tidak aneh jika dalam
konteks ini, Randall Collins mengatakan bahwa sosiologi adalah tentang
“kehidupan intelektual yang membingungkan”.
Banyaknya
wacana yang simpang-siur membuat gagasan datang dan pergi tanpa henti. Beragam
wacana itu kadang menyisakan sedikit ruang bagi usaha pengembangan dan inovasi.
Patut diakui bahwa ketika produksi ilmu pengetahuan berjalan terlalu cepat, maka
tidak sedikit orang yang justru akan mengalami disorientasi. Ini pada
gilirannya menjadi pemicu bagi kejenuhan dan stagnansi.
Betapapun,
fenomena ini adalah tantangan dan bukan takdir. Dalam dunia keilmuan, sebuah
wacana—apalagi paradigma—sudah seharusnya melahirkan wacana baru. Jika tidak
demikian, maka sifat ilmiahnya justru akan dipertanyakan. Dalam kaitan inilah,
banyaknya kajian terhadap warisan Ibn Khaldūn dapat dipandang sebagai
perkembangan yang positif. Hanya saja, setiap kajian lanjutan haruslah kemudian
dilakukan dengan kerangka yang berbeda agar dapat memberikan kontribusi baru.
Inilah
yang akan dilakukan dalam pembahasan ini; pemikiran Ibn Khaldūn akan diulas
dengan fokus pada ajarannya mengenai tasawuf sebagai bagian dari al-‘Umrān.
Tidak hanya itu, artikel ini melangkah sedikit lebih jauh dengan melakukan
penelusuran apakah dalam pemikiran Ibn Khaldūn terdapat benih-benih untuk
mengembangkan apa yang kita sebut sebagai sosiologi tasawuf?
Dikutip
dari Abdul Kadir Riyadi, Ph.D dalam Jurnal Tasawuf Antara Penafsiran Normatif
dan Sosiologis dalam Pemikiran Ibn Khaldun
Agar
pembaca dapat mengulas lebih jauh, berikut kami lampirkan versi luring
(offline) pada link pdf di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar