Pages

Selasa, 02 April 2019

Gender Dalam Pendekatan Tafsir Maqāshid



Apakah makna “kemaslahatan” itu? Secara umum, ia bermakna memberikan, membawa, atau menarik kebaikan dan menghindari, menolak, dan menghilangkan keburukan dan kerusakan.

Akan tetapi, Abū Hāmid al-Ghazālī, tokoh yang paling sering dirujuk sebagai pemula membicarakan hal ini secara lebih luas dan mendasar. Ia mengatakan “Kemaslahatan menurut makna asalnya berarti membawa kebaikan dan menolak keburukan (kerugian). Tetapi bukan ini yang dimaksudkan. Karena ini adalah tujuan manusia. Kemaslahatan yang dimaksud adalah adalah menjaga tujuan/cita-cita syari’at. Tujuan/cita-cita itu adalah perlindungan terhadap lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Setiap hal yang mengandung perlindungan terhadap lima hal ini adalah kemaslahatan dan setiap hal yang menegasikannya adalah kemafsadatan (keburukan, kerusakan, kekacauan). Menghindarkan kerusakan merupakan kemaslahatan.” 

Para ahli ushūl fiqh menyampaikan tambahan atas lima hal yang disebut Imām alGhazāli di atas. Tambahan tersebut, di antaranya, adalah “hifdh al-‘irdl” (perlindungan atas kehormatan manusia) dan “hifdh al-bī’ah” (perlindungan atas lingkungan hidup, dan lain-lain).

Membaca pandangan para ahli Islam di atas tampak bahwa “prinsi-prinsip perlindungan manusia” yang merupakan “maqāshid asy-syarī’ah” di atas, dalam pandangan saya sejalan dan identik dengan apa yang dewasa ini populer disebut sebagai prinsip-prinsip dalam Hak Asasi Manusia. Jika al-ushūl al-khamsa/sab’ah tersebut dikonversikan ke dalam terma-terma HAM, maka hifdh ad-dīn menjadi hak kebebasan beragama/berkeyakinan, hifdh an-nafs menjadi hak hidup, hifdh al-‘aql menjadi hak kebebasan berpikir dan mengekspresikannya, hifdh an-nasl, menjadi hak berketurunan (reproduksi), hifzh al-‘irdl menjadi hak atas kehormatan tubuh (dignity) dan hifdh al-māl menjadi  hak kepemilikan atas harta/properti. 

Sepanjang yang dapat ditelusuri dalam khazanah klasik Islam (at-turāts al-islāmy), kita tidak pernah menemukan istilah ini, misalnya kalimat al-huqūq al-insāniyyah al asāsiyyah. Akan tetapi, dewasa ini di dunia Arab-Islam Hak Asasi Manusia Universal disebut sebagai “alhuqūq al-insāniyyah al-asāsiyyah al-‘ālamiyyah”.

Menurut Abed al-Jabiri, istilah al-‘ālamiyyah mengandung arti bahwa hak-hak tersebut ada dan berlaku bagi semua orang di mana saja, tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), ras (warna kulit), status sosial (kaya atau miskin), dan sebagainya. Oleh sebab itu, HAM tidak terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban apa pun  (lā yuatstsir fīhā ikhtilāf ats-tsaqāfat wa al-hadlārat), melintasi batas ruang dan waktu (ta’lū ‘alā az-zamān wa at-tārīkh). HAM adalah hak setiap manusia karena ia melekat pada diri manusia (‘alā alinsān ayyan kāna wa anna kāna).

Dikutip dari Pidato pengukuhan gelar doktor honoris causa KH. Husein Muhammad

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer