Apakah makna “kemaslahatan” itu?
Secara umum, ia bermakna memberikan, membawa, atau menarik kebaikan dan
menghindari, menolak, dan menghilangkan keburukan dan kerusakan.
Akan tetapi, Abū Hāmid al-Ghazālī,
tokoh yang paling sering dirujuk sebagai pemula membicarakan hal ini secara lebih
luas dan mendasar. Ia mengatakan “Kemaslahatan menurut makna asalnya berarti
membawa kebaikan dan menolak keburukan (kerugian). Tetapi bukan ini yang
dimaksudkan. Karena ini adalah tujuan manusia. Kemaslahatan yang dimaksud
adalah adalah menjaga tujuan/cita-cita syari’at. Tujuan/cita-cita itu adalah
perlindungan terhadap lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda. Setiap
hal yang mengandung perlindungan terhadap lima hal ini adalah kemaslahatan dan setiap
hal yang menegasikannya adalah kemafsadatan (keburukan, kerusakan, kekacauan). Menghindarkan
kerusakan merupakan kemaslahatan.”
Para ahli ushūl fiqh menyampaikan
tambahan atas lima hal yang disebut Imām alGhazāli di atas. Tambahan tersebut,
di antaranya, adalah “hifdh al-‘irdl” (perlindungan atas kehormatan
manusia) dan “hifdh al-bī’ah” (perlindungan atas lingkungan hidup, dan
lain-lain).
Membaca pandangan para ahli Islam di
atas tampak bahwa “prinsi-prinsip perlindungan manusia” yang merupakan “maqāshid
asy-syarī’ah” di atas, dalam pandangan saya sejalan dan identik dengan apa
yang dewasa ini populer disebut sebagai prinsip-prinsip dalam Hak Asasi
Manusia. Jika al-ushūl al-khamsa/sab’ah tersebut dikonversikan ke dalam terma-terma
HAM, maka hifdh ad-dīn menjadi hak kebebasan beragama/berkeyakinan, hifdh
an-nafs menjadi hak hidup, hifdh al-‘aql menjadi hak kebebasan
berpikir dan mengekspresikannya, hifdh an-nasl, menjadi hak berketurunan
(reproduksi), hifzh al-‘irdl menjadi hak atas kehormatan tubuh (dignity)
dan hifdh al-māl menjadi hak
kepemilikan atas harta/properti.
Sepanjang yang dapat ditelusuri dalam
khazanah klasik Islam (at-turāts al-islāmy), kita tidak pernah menemukan
istilah ini, misalnya kalimat al-huqūq al-insāniyyah al asāsiyyah. Akan
tetapi, dewasa ini di dunia Arab-Islam Hak Asasi Manusia Universal disebut
sebagai “alhuqūq al-insāniyyah al-asāsiyyah al-‘ālamiyyah”.
Menurut Abed al-Jabiri, istilah al-‘ālamiyyah
mengandung arti bahwa hak-hak tersebut ada dan berlaku bagi semua orang di mana
saja, tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), ras (warna
kulit), status sosial (kaya atau miskin), dan sebagainya. Oleh sebab itu, HAM
tidak terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban apa pun (lā yuatstsir fīhā ikhtilāf ats-tsaqāfat
wa al-hadlārat), melintasi batas ruang dan waktu (ta’lū ‘alā az-zamān wa
at-tārīkh). HAM adalah hak setiap manusia karena ia melekat pada diri
manusia (‘alā alinsān ayyan kāna wa anna kāna).
Dikutip dari Pidato pengukuhan gelar
doktor honoris causa KH. Husein Muhammad
0 komentar:
Posting Komentar