Pages

Minggu, 02 Februari 2020

Abdul Mustaqim: Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi Sebagai Basis Moderasi Islam

Sumber gambar: Humas UIN Sunan Kalijaga


Istilah Moderasi Islam (Islam Wasathiyah) kian naik daun di tengah dentuman kelompok “radikal” yang dalam mengartikulasikan ajaran Islam kadang memantik aksi-aksi intoleran dan kekerasan. Tak dapat dipungkiri bahwa ekstremisme beragama acap kali disebabkan oleh interpretasi dan mindset ekstrem (tatharruf) dalam mengolah cita rasa teks-teks keagamaan (Alquran dan Hadis) secara rigid, tidak mempertimbangkan dinamika konteks dan maqashid. Tulisan sederhana ini mencoba menelisik akar-akar pemikiran Tafsir Maqâshidi secara historis-kronologis sebagai argumentasi dan basis epistemik untuk meneguhkan dan mengembangkan moderasi Islam. Pertanyaannya, bagaimana akar-akar historis dan kontsruksi logis Tafsir Maqashidi, baik secara ontologis maupun epistemologis?
Dengan menggunakan pendekatan historis-filosofis (historical-phisophical approach), penulis beragumen bahwa Tafsir Maqashidi secara historis cukup memiliki cantolan epistemik yang kuat dalam tradisi Islam, sejak zaman Nabi Saw, sahabat dan  para ulama. Dengan kata lain, Tafsir Maqashidi adalah “anak kandung” yang lahir dari peradaban Islam sendiri. Secara ontologis tafsir maqashidi dapat dipetakan menjadi tiga  macam, yaitu Tafsir Maqashidi sebagai filsafat tafsir (as philosophy), Tafsir Maqashidi sebagai metodologi (as methodology) dan Tafsir Maqashidi sebagai produk tafsir (as product). Ketiga hirarkhi ontologis yang saling terkait dan berkelindan tersebut penting dikemukakan, sehingga body of knowledge dari Tafsir Maqashidi menjadi clear and distinct.

Penulis juga beragumen bahwa secara epistemologis, Tafsir Maqashidi dapat menjadi salah satu alternasi dalam meneguhkan kembali moderasi Islam, ketika kita harus berdialektika antara teks yang statis dan konteks yang dinamis. Tafsir Maqâshidi adalah bentuk wasathiyah (moderasi) antara kelompok tekstualis-skriptualis, hingga seolah ‘menyembah teks’ (ya’budûn al-nushûsh) dan kelompok liberalis-substansialis, hingga mendesakralisasi teks (yua`th-thlûn al-nushûsh). Tafsir Maqashidi ingin menggali maqashid (tujuan, hikmah, maksud, dimensi makna terdalam dan signifikansi) yang ada di balik  teks, dengan tetap menghargai teks (yahtarim al-nushûsh), sehingga tidak terjebak pada sikap de-sakralisasi  teks (ta’thîl al-nushûsh) di satu sisi dan ‘penyembahan teks (`ibadat al-nushûsh) di sisi lain. Pertimbangan terhadap dinamika konteks dan maqashid secara cermat-kritis dalam rangka merealisasikan kemaslahatan dan menolak kemudlaratan (tahqîq al-mashlahah wa dar’ almafsadah) itulah fundamental structure dari Tafsir Maqashidi.

Disadur dari abstrak pidato pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Agar pembaca dapat mengulas lebih dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan versi luring (offline) pdf Pidato Pengukuhan Guru Besar di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer