Pages

Senin, 03 Februari 2020

Dari Mekah, Yerussalem, Sampai Cordova


Syam jatuh ke tangan kekuasaan Islam pada 636 M ketika Khalid bin Walid memimpin pasukan Islam untuk menaklukkan wilayah itu. Pada masa selanjutnya Usman bin Affan mengutus Muawiyah bin Abi Sufyan untuk menjadi gubernur di sana. Tidak lama setelah penaklukan Yerusalem, Khalifah Umar bin Khattab datang di Syam untuk menyempurnakan penaklukan itu. Setelah perang saudara antara Ali dan Muawiyah, Damaskus menjadi ibukota Daulah Umayah di bawah kepemimpinan Muawiyah sampai wafatnya pada 680 di Damaskus. Dengan berakhirnya Khilafah Umayah, Syam kehilangan posisi istimewanya sebagai pusat kekuasaan Islam. Bani Abbas dan kemudian Fatimiyyah secara berurutan berkuasa di wilayah Syam. Dengan demikian, Syam kemudian hanya menjadi suatu provinsi dari Khilafah Bani Abbas yang luas yang berpusat di Baghdad dan kemudian dari Khilafah Fatimiyyah yang berpusat di Kairo.

Dalam bidang intelektual, di Syria banyak kegiatan yang dilakukan oleh sarjana Muslim di bawah patronase kerajaan Islam. Beberapa sastrawan berkumpul di istana Hamdaniyah dan Mirdasiyah di Aleppo. Patronase Sayf alDawlah mendorong penulisan Kitab al-Aghani. Kegiatan intelektual juga terlihat dari karya seorang geografer al-Maqdisi. Bahasa Arab mulai menggantikan Bahasa Suryani sebagai bahasa lisan dan tulisan di kalangan penduduk asli. Ilmu pengetahuan, khususnya Kedokteran, dikembangkan di sana. Demikian juga madrasah mulai berkembang dibawah pemerintahan Saljuk, khususnya di Aleppo dan Damaskus. Kelompok-kelompok sektarian bermunculan, misalnya Syiah dengan varian-variannya Druz, Ismaili, Nusairi dan Mutawali. Syam setelah itu mengalami masa dibawah kekuasaan Frank. Pada 1098 pasukan Salib menguasai Antioch dan pada 1099 menguasai Yerusalem. Setelah itu, Yerusalem dikuasai kembali oleh pasukan Islam di bawah kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi pada 1187. Pada zaman ini berkembang aktivitas intelektual Al-Qalanisi menyelesaikan bukunya Tarikh Dimasyq. Amir Usamah bin Munqidh menulis otobiografinya yang menjelaskan hubungan antara penguasa-penguasa Islam dan Frank. Sarjana-sarjana Muslim, Kristen dan Yahudi bersama-sama mengembangkan ilmu kedokteran. Setelah itu Syam jatuh di bawah kekuasaan Sultan Mamluk, Mongol dan Usmani/Ottoman secara berurutan.  Kekuasaan Mamluk mulai surut pada saat berjayanya Usmani pada abad XVI. Kekuasaan Usmani di Syria berakhir ketika bangsa-bangsa Barat, khususnya Inggris dan Prancis, menapakkan kakinya di wilayah tersebut.

Sejalan dengan apa yang disebutkan di atas, secara umum wilayah Timur Tengah merupakan tempat lahir dan berkembangnya kebudayaan kuno, dan di sana pula lahir kebudayaan Islam yang mulai dibangun oleh nabi Muhammad saw pada abad VII. Pada puncak kemajuannya, peradaban Islam menunjukkan vitalitas yang tinggi yang tidak mungkin disejajarkan dengan peradaban lain kontemporer. Superioritas peradaban Islam telah berhasil menyerap unsur-unsur peradaban lainnya dan mengintegrasikannya ke dalam peradaban baru yang membuat bangsa-bangsa lain memandangnya dengan penuh respek. Namun demikian, telah terjadi banyak perubahan keseimbangan pada abad-abad modern, di mana keunggulan militer, ekonomi dan intelektual Barat menyebabkan bangsa-bangsa di Timur Tengah menjadi pengikut peradaban baru itu. Berbaliknya arus pengaruh itu tampaknya tak terelakkan, lebih-lebih ketika kekuatan politik Barat melakukan intervensi dalam kebijakan yang diambil oleh para penguasa negara-negara Timur Tengah.

Selama abad XIX dan awal abad XX kekuasaan Eropa memberikan pengaruh kepada tiga pusat kekuasaan di Timur Tengah, yakni Mesir, Usmaniyah dan Iran. Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah itu dibagi-bagi dalam bentuk negara mandat, sebuah sistem negara regional yang baru muncul. Wilayah Timur Tengah yang merupakan bagian dari Kerajaan Usmaniyah dipecah menjadi enam negara: Turki sendiri, Syria, Lebanon, Palestina, Iraq dan Trans-Yordania. Saudi Arabia dan Yaman juga muncul sebagai entitas politik tersendiri. Dengan demikian, wilayah yang dikuasai oleh tiga pusat kekuasaan (Mesir, Turki dan Iran) telah dipecah menjadi sepuluh, masing-masing dengan kebijakan domestik dan luar negerinya sendiri. Tetapi kebijakan sebagian besar negara-negara baru itu ditentukan oleh penjajah Eropa. Dari sepuluh negara penting di Timur Tengah, hanya Turki, Iran, Saudi Arabia dan Yaman yang berdaulat penuh selama masa di antara dua perang dunia, dan dua lainnya diberikan kemerdekaan karena letaknya yang terpencil dan dipandang tidak memiliki posisi yang penting dan strategis bagi Inggris dan Prancis. Bahkan kedaulatan Iran pada masa di antara dua perang dunia hanya bersifat sementara. Kekuasaan Reza Khan, komandan militer yang memproklamasikan dirinya sebagai syah, menjadi tidak berkutik pada saat mulai Perang Dunia II. Inggris dan Uni Soviet menyerang Iran dan menghancurkan harapan bagi tegaknya kedaulatan Iran. Di antara negara-negara baru yang berpenduduk padat dan secara strategis penting, hanya Turki yang secara jelas berhasil menegakkan kedaulatan negerinya, menentukan sendiri kebijakan dalam dan luar negerinya dari awal tahun 1920an sampai akhir Perang Dunia II.

Dikutip dari Prof. Dr. H. Syafiq Mughni, M.A dalam Buku “Dari Mekah, Yerussalem, Sampai Cordova”.

Agar pembaca dapat mengulas lebih jauh pembahasan di atas, maka kami lampirkan versi luring (offline) pdf Dari Mekah, Yerussalem, Sampai Cordova di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer