Pages

Kamis, 26 Maret 2020

Wakaf sebagai Instrumen Utama Kemandirian Bangsa


Sumber gambar: mandiriamalinsani.or.id


Perkembangan institusi wakaf saat ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Islam di tanah Nusantara. Wakaf, khususnya  berupa wakaf tanah, sudah ada dan dilakukan semenjak lahirnya komunitas-komunitas muslim di beberapa daerah di Nusantara. Lembaga wakaf muncul bersamaan dengan lahirnya masyarakat muslim sebagai sebuah komunitas keagamaan yang pada umumnya memerlukan fasilitas-fasilitas peribadatan dan pendidikan untuk menjamin kelangsungannya. Fasilitasfasilitas itu dapat terpenuhi dengan cara berwakaf, baik berupa wakaf tanah, bangunan, maupun aset wakaf lainnya. Gambaran tentang praktik wakaf di Indonesia dilukiskan, seperti fenomena Masjid sebagai sebuah harta wakaf. Harta wakaf tersebut tidak boleh diperjualbelikan, digadaikan, diwariskan, dan dihadiahkan. Hal ini, disebabkan masjid itu mempunyai sifat wakaf yang abadi dan langgeng. Artinya, masjid itu selama-lamanya harus digunakan untuk beribadah umat Islam. Sebuah Mesjid tidak boleh dibongkar kecuali dengan tujuan pembongkaran dan tidak boleh dipindahkan. Jika ada sebuah tempat yang memiliki masjid kemudian ditinggalkan oleh penduduknya sehingga masjid itu tidak digunakan lagi untuk beribadah, maka dilarang juga untuk dibongkar.

Fenomena awal perkembangan perwakafan di Indonesia sebagaimana gambaran di atas masih menguat hingga sekarang. Walaupun sudah mulai berkembang beberapa nazhir atau lembaga pengelola wakaf yang ada, tetapi perkembangan wakaf saat ini terasa tidak sebanding dan sangat kurang dengan harapan dan misi utama wakaf sendiri. Harapan itu adalah dapat berkontribusi untuk pengembangan dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Setelah dikaji, ternyata ada beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan perwakafan di Indonesia saat ini, antara lain adalah tentang pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf, pengelolaan dan manajemen wakaf, serta keberadaan benda yang diwakafkan dan kelembagaan nazhir.

Problematika pengembangan wakaf pertama, yaitu pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf. Pada umumnya, masyarakat masih memahami hukum wakaf lebih bersifat tradisional, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf. Memahami rukun wakaf bagi masyarakat sangat penting karena dengan memahami rukun wakaf, masyarakat bisa mengetahui siapa yang boleh berwakaf, apa saja yang boleh diwakafkan, untuk apa dan siapa wakaf diperuntukkan, bagaimana cara berwakaf, dan siapa saja yang boleh menjadi nazhir, dan lain-lain.  Pada saat ini, cukup banyak masyarakat yang memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, dan lain-lainnya. Dengan demikian, peruntukannya sangat terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah, dan sejenisnya. Masyarakat mewakafkan tanah mereka mayoritas untuk pembangunan masjid karena masjid dianggap sebagai simbol untuk beribadah. Walaupun wakaf untuk masjid penting. namun akan lebih bermanfaat jika wakaf mewakafkan hartanya untuk hal-hal yang lebih produktif sehingga dapat dipergunakan untuk memberdayakan ekonomi umat. Dengan demikian, wakaf yang ada hanya terfokus untuk memenuhi kebutuhan peribadatan dan sangat sedikit wakaf yang berorientasi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat. Jika dilihat dari sejarah wakaf pada masa lampau, baik yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. maupun para sahabat, selain masjid, tempat belajar, cukup banyak harta wakaf berupa kebun yang produktif yang hasilnya diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan.

Problematika kedua dalam pengembangan wakaf adalah tentang tata kelola wakaf. Kelola wakaf yang belum maksimal dan salah urus berdampak pada adanya harta wakaf yang terlantar, bahkan ada harta wakaf yang hilang. Dampak tersebut disebabkan antara lain wakaf tidak dikelola secara profesional dan produktif. Umat Islam (wakif) pada umumnya hanya mewakafkan tanah atau bangunan sekolah saja sehingga kurang memikirkan biaya operasional aset wakaf tersebut bahkan upaya untuk menciptakan keuntungan dari kelola aset wakaf tersebut. Oleh karena itu, kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf ini sangat penting dalam upaya untuk memberdayakan sosial ekonomi umat.

Problematika pengembangan wakaf yang ketiga adalah tentang eksistensi nazhir. Nazhir adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan. Berfungsi atau tidaknya intitusi wakaf sangat tergantung pada kemampuan nazhir. Di beberapa negara yang telah mengembangkan wakaf dengan profesional, wakaf dikelola oleh nazhir yang profesional. Di Indonesia, pengelolaan wakaf masih dalam proses pengembangan dan pada umumnya wakaf dikelola belum maksimal. Akibatnya, dalam berbagai kasus ada sebagian nazhir yang kurang memegang amanah, sehingga mereka melakukan penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, muncul sengketa wakaf antara beberapa pihak dan kecurangan-kecurangan lainnya.

Paparan dan penjelasan di atas dimaksudkan bahwa fenomena pengembangan dan pengelolaan perwakafan di Indonesia masih banyak mengalami kendala mulai dari pemahaman tentang hukum wakaf, kelembagaan nazhir, manajemen dan sebagainya. Persoalan-persoalan penting dalam gambaran pengelolaan wakaf di atas tentu membutuhkan perhatian dan penanganan serius. Selama penanganan problem wakaf belum diatasi dengan baik, maka institusi wakaf tidak mampu memberikan kemanfaatan bagi mauquf ‘alaih sebagaimana misi utamanya. Bahkan hal itu akan memberikan kesulitan sendiri bagi nazhir sebagai pengelola wakaf. Karena itu, buku ini berusaha mencari sumbangsih untuk mengurai permasalahan perwakafan dengan mengambil bagian dari benang kusut problem perwakafan, yaitu hukum wakaf dan manajemen atau tata kelola wakaf.

Meskipun demikian, di sisi lain, potensi pengembangan institusi wakaf di Indonesia sangat besar. Hal ini terlihat dari data yang dihimpun Kementerian Agama RI melalui Direktorat Pemberdayaan Wakaf tahun 2009. Jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.719.854.759,72 meter persegi (dua milyar tujuh ratus sembilan belas juta delapan ratus lima puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh sembilan koma tujuh puluh dua meter persegi) atau 271.985 hektare (dua ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus delapan puluh lima hektare) yang tersebar di 451.305 lokasi di seluruh Indonesia. Jumlah tanah wakaf di Indonesia yang begitu besar juga dibarengi dengan sumber daya manusia (human capital) yang sangat besar pula, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk mayoritas muslim.

Belum lagi adanya potensi wakaf bersumber dari donasi masyarakat yang disebut dengan wakaf uang (cash waqf). Jenis wakaf ini membuka peluang besar bagi penciptaan investasi dalam pe-ngelolaan wakaf yang hasilnya dapat dimanfaatkan pada bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Wakaf jenis ini lebih bernilai benefit daripada wakaf benda tak bergerak, seperti tanah. Jenis wakaf ini dalam konteks kelembagaan dan perkembangan ekonomi syari’ah sejalan dengan tumbuhnya model-model instrumen dan institusi ekonomi syari’ah, seperti Bank Muamalah Indonesia (BMI), Bank Syari’ah Mandiri, Unit Usaha Syari’ah (UUS) yang terdapat dalam perbankan konvensional, Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah dan lembaga keuangan mikro syari’ah, seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan lainnya.

Berkaitan dengan aspek-aspek penting dalam perwakafan ini, maka sangat mendesak untuk berupaya menata dan memberikan soluasi khususnya dalam aspek pemahaman dan tatakelola wakaf tersebut. Banyak tantangan dan hambatan dalam mengembangkan wakaf, seperti pemahaman hukum wakaf dalam masyarakat. Begitu juga dalam aspek kelola wakaf baik dalam aspek menghimpun atau mengumpulkan harta wakaf dari sumber-sumber masyarakat umum, aspek investasi atau produktivitas aset wakaf yang diperoleh maupun dalam aspek pemberdayaan hasil-hasil wakaf. Karena itu dibutuhkan usaha dan program yang tepat dalam mengembangkan wakaf, seperti pengalaman beberapa nazhir di Indonesia yang terus mencoba mengembangkan wakaf dengan berbagai model dan karakteristiknya.

Dikutip dari pendahuluan buku Mengalirkan Manfaat Wakaf; Potret Perkembangan Hukum dan Tata Kelola Wakaf di Indonesia.

Agar Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring (offline) beberapa pdf buku terkait pada link di bawah ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer