Pernah
seorang atasan saya di kantor berseloroh tentang kehidupan rumah tangganya dan
berkata, “Kalau istri bahagia insyallah seluruh keluarga akan bahagia.”
Karenanya, beliau suka sekali membuat istrinya senang meski dengan hal-hal
sederhana. Kata-kata beliau, bagi saya, tidak sedikit pun menyiratkan bahwa
atasan saya itu termasuk golongan suami-suami takut istri (istilah yang
beberapa waktu lalu sempat ngetrend bahkan pernah menjadi judul sinetron, itu).
Meski
diungkapkan dengan nada cengengesan, tapi anehnya saya (agak) tersentuh dan
(terkadang) terngiang-ngiang dalam benak saya. Hingga suatu ketika, saya
membaca tulisan Imam Ghazali dalam kitab Kimiyaa’ al-Sa’adah
(resep-resep kebahagiaan) tentang hak-hak istri yang harus dipenuhi suami.
Menyenangkan istri termasuk salah satunya.
Menurut Imam
Ghazali, salah satu resep agar kehidupan rumah tangga bahagia adalah dengan
memperhatikan dan memenuhi hak-hak istri. Apa saja itu?
Pertama, merayakan pernikahan. Memang tidak wajib, tapi disunnahkan
menurut kemampuan masing-masing saja. Rasulullah bahkan merayakan pernikahannya
dengan Shafiyah hanya dengan menghidangkan kurma dan gandum kepada para
sahabatnya. Tapi hal tersebut tetap sunah dilakukan, sehingga Nabi bersabda, “Buatlah
suatu pesta perkawinan, meskipun hanya dengan seekor Kambing.” Ini termasuk
dalam hak-hak seorang istri, karena dengan begitu ia akan dihormati dalam
kehidupan sosialnya.
Kedua, seorang suami mesti bersikap baik kepada
Istrinya.Bersikap baik juga dapat dilakukan dengan membantu meringankan
pekerjaan istri, sebagaimana Rasulullah pun tak segan melakukan pekerjaan rumah
dengan tangannya sendiri.
Berbuat baik
juga berarti bahwa seorang suami tidak boleh menyakiti istri, sebaliknya ia
harus melindunginya. Sebab setangguh apapun ia terlihat di permukaan, pada
dasarnya perempuan diciptakan membutuhkan perlindungan.
Ketiga, seorang suami mesti berkenan dengan rekreasi dan
kesenangan-kesenangan istri dan tidak berusaha menghalanginya. Nabi Saw sendiri
pada suatu waktu pernah berlomba lari dengan istrinya, Aisyah. Pada kali
pertama Rasulullah mengalahkan Aisyah, pada kali kedua Aisyah mengalahkannya.
Di waktu lain, beliau menggendong Aisyah agar ia bisa melihat beberapa orang
Habsyi menari. Tapi pada kenyataannya, akan sulit menemukan seorang suami yang
bersikap begitu baik kepada istrinya. Tapi meskipun demikian, kita mungkin bisa
berusaha meniru beliau.
Keempat, seorang suami harus berhati-hati menjaga istrinya
dipandang dan memandang orang lain. Akan tetapi ia juga harus berhati-hati agar
tidak cemburu tanpa alasan dan bersikap terlalu over protective.
Kelima, seorang suami harus mencukupi kebutuhan istri dan
tidak bersikap kikir kepadanya. Sebab memberi nafkah yang selayaknya kepada
istri lebih baik daripada memberikan sedekah. Rasulullah bersabda,
“Seandainya seorang laki-laki menghabiskan satu dinar untuk jihad, satu dinar
untuk menebus seorang budak, satu dinar untuk sedekah dan satu dinar untuk
memberi nafkah istri, maka pahala pemberian yang terakhir ini melebihi jumlah
pahala ketiga pemberian lainnya.”
Keenam, seorang suami hendaknya tidak boleh makan sesuatu
yang lezat sendirian. Karena itu jika tidak ada tamu atau keperluan mendesak
lainnya, pasangan suami istri disunnahkan untuk makan bersama-sama. Nabi
bersabda, “Jika mereka melakukan itu, maka Allah akan akan menurunkan
rahmat-Nya atas mereka dan malaikat pun berdoa untuk mereka.”
Ketujuh, yang paling penting, nafkah yang diberikan kepada
istri harus didapatkan dengan cara-cara yang halal. Seorang istri berhak
mendapatkan nafkah yang halal dari sang suami. Di samping itu, hal tersebut
akan sangat berdampak dalam membuat rumah tangga Anda menjadi bahagia dan
tentram.
Dikutip dari bincangsyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar