Pages

Senin, 10 Juni 2019

Islam Kanan; Gerakan dan Eksistensinya di Indonesia

Sumber gambar: eramuslim.com

Krisis multidimensi yang dialami bangsa ini semenjak tahun 1997 yang hingga kini belum mampu diatasi sepenuhnya oleh negara, membuat kepekaan sosial, politik dan ekonomi kian tumbuh dalam masyarakat Islam, apalagi seiring dengan terbukanya katup demokratisasi setelah rezim Orde Baru terjungkal dari kekuasaannya. Kepekaan yang kian tumbuh itu lalu terejawantah dalam bentuk gagasan dan pemikiran, ekspresi, serta tindakan, yang diwakili baik oleh individu maupun gerakan masif. Dalam dataran yang lebih progresif, keterwakilan masyarakat Muslim dalam merespon persoalan-persoalan sosial, politik dan ekonomi akibat dari krisis multidimensi, direpresentasi oleh para aktivis gerakan yang ada di Indonesia, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, SI, al-Wasliyah, DDII, LDII, MMI, FPI, HTI, Tarbiyah, dan Jamaah Tabligh.

Pada intinya, respon yang dilakukan aktivis Islam merupakan sebentuk kritik terhadap ketidakberdayaan negara dalam mengelola tata kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang baik. Sebagai akibatnya, bahkan beberapa dari aktivis Islam, mencoba menawarkan gagasan yang sama sekali baru dari apa yang selama ini dipikirkan oleh negara, yaitu sebentuk solusi yang secara menyeluruh harus berangkat dari paradigma Islam an sich, yang lazimnya berangkat dari dua sumber Islam, yaitu alQur’an dan sunnah. Namun, ada pula dari aktivis Islam yang lebih toleran dan fleksibel dengan gagasan yang selama ini dipikirkan oleh negara alam dataran itu, respon yang dilakukan aktivis tipikal ini, hanyalah sebatas kritik dan saran yang membangun, namun tidak keluar dari mainstream pemikiran dan paradigma negara kesatuan Republik Indonesia.

Adapun mereka aktivis Islam yang responnya lebih reaksioner terhadap negara, lazimnya muncul dari organisasi keagamaan yang boleh dikatakan baru, atau paling tidak ormas yang muncul paska rezim Soeharto lengser dari kekuasaan presiden bulan Mei tahun 1998, seperti MMI, HTI, FPI dan Gerakan Tarbiyah. Sedangkan, ada pula aktivis Islam yang kecenderungannya hampir tidak jauh berbeda dengan model yang pertama, hanya saja aktivis tipikal ini lahir dari ormas Islam yang sudah cukup mapan, seperti DDII, LDII, Persis, SI, al-Wasliyah dan Jamaah Tabligh. Sementara, mereka aktivis Islam yang lebih toleran dan fleksibel, lazimnya muncul dari ormas Islam yang sudah cukup mapan, yang tradisi serta budayanya sudah sedemikian menyatu dalam kehidupan masyarakat Islam pada umumnya seperti NU dan Muhammadiyah. Maka sudah dapat diketahui bahwa betapa respon aktivis Islam terhadap persoalan sosial, politik dan ekonomi, sangat memiliki kekhasan tersendiri, dalam pengertian, terdapat perbedaan di antara sekian aktivis gerakan Islam baik dalam mewacanakan pendapat serta gagasannya, maupun ekpresi politiknya ketika hendak mengaspirasikannya di hadapan negara.

Dalam konteks ini, sebenarnya masih selaras dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, misalnya oleh Ahmad Baso ketika membahas perihal diskursus civil society. Ada yang berpendapat bahwa genealogi masyarakat sipil lahir dari sebentuk pemikiran sekuler dari Barat, sementara jika masyarakat Islam ingin mengadopsinya maka harus menyesuaikan dengan tradisi dan kebudayaan Islam. Namun ada pula yang berpendapat bahwa genealogi masyarakat sipil sebenarnya sudah ada dalam sejarah peradaban Islam. Jika ingin mengadopsinya maka masyarakat Islam tinggal mengkontekstualisasikannya saja dalam kehidupan mereka yang sebenarnya.

Perbedaan pandangan, gagasan, ekpresi maupun tindakan ketika aktivis Islam merespon persoalan sosial, politik dan ekonomi kontemporer, lebih dikarenakan semenjak dulu peta gerakan Islam atau masyarakat Islam di Indonesia sangat beragam dan multikultural. Itulah banyak peneliti mengatakan bahwa Islam Indonesia sangat warna-warni atau tidak tunggal. Maka kategorisasi serta klasifikasi terhadap gagasan, pemikiran, ekpresi serta tindakan dari aktivis Islam menyangkut persoalan sosial, politik dan ekonomi kontemporer perlu untuk dilakukan sehingga pemetaan gagasan, pemikiran, ekpresi dan tindakan dari mereka aktivis Islam bisa diakomodasi ke dalam frame pemikiran yang lebih terintegrasikan dan sustainable. Sehingga dari sekian perbedaan itu bukan malah tampak terfragmentasi, melainkan sebentuk integrasi pemikiran yang bisa memberi kontribusi serta solusi terhadap persoalan-persoalan kenegaraan.

Pembahasan lebih mendalam bisa mendownload pdf pada link di bawah ini

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer