Pada hakikatnya penciptaan manusia atau makhluk hidup
secara umum bergantung pada kehendak Ilahi. Sementara hubungan suami-istri
hanyalah sebab dari penciptaan manusia.
Meskipun sekadar sebab, hubungan suami-istri merupakan
sebab yang cukup kuat dalam penciptaan manusia mengingat ketinggian frekuensi
sebab-akibat antara hubungan suami-sitri dan kehamilan. Hanya sedikit sekali
kasus penciptaan yang terjadi pada Nabi Adam AS, Siti Hawa, dan Nabi Isa AS.
Untuk menghindari kehamilan, manusia menemukan
sejumlah cara, salah satunya adalah ejakulasi di luar rahim. Sebagian kalangan
menyebutnya sebagai "senggama terputus" atau coitus interuptus.
Aktivitas ejakulasi di luar rahim saat berhubungan
suami istri dalam istilah agama disebut “al-‘azlu.” Al-azlu atau azal
dipahami sebagai aktivitas menarik kelamin suami dari dalam farji saat
berhubungan suami-istri dengan tujuan untuk menumpahkan sperma di luar rahim.
Adalah benar bahwa pada hakikatnya penciptaan manusia
itu bergantung pada kehendak Ilahi. Tetapi manusia juga dapat mengupayakan
perencanaan kehamilan melalui sejumlah cara-cara sebagai di atas, antara lain
ejakulasi di luar rahim.
Perihal ini, para ulama berbeda pandangan. Sebagian
ulama, yaitu kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah memutuskan makruh untuk
perbuatan azal ini. Tetapi bila ada pertimbangan khusus yang sekiranya dapat
melahirkan “problem” karena kehamilan itu, Imam Al-Ghazali menyarankan agar
kehamilan sebaiknya direncanakan.
إلا أن الشافعية والحنابلة وقوماً من الصحابة قالوا
بكراهة العزل؛ لأن الرسول صلّى الله عليه وسلم في حديث مسلم عن عائشة سماه الوأد
الخفي، فحمل النهي على كراهة التنزيه. وأجاز الغزالي العزل لأسباب منها كثرة الحرج
بسبب كثرة الأولاد. وبناء عليه يجوز استعمال موانع الحمل الحديثة كالحبوب وغيرها لفترة
مؤقتة، دون أن يترتب عليه استئصال إمكان الحمل، وصلاحية الإنجاب
Artinya, “Hanya ulama dari kalangan
madzhab Syafi’I, Hanbali, dan sejumlah sahabat menyatakan kemakruhan azal
karena Rasulullah SAW dalam riwayat Muslim dari Siti Aisyah menyebut azal
sebagai pembunuhan samar-samar. Larangan dalam riwayat ini dipahami sebagai
makruh tanzih yang sebaiknya tidak dilakukan. Tetapi Imam Al-Ghazali membolehkan
azal karena sejumlah sebab, salah satunya kemunculan banyak ‘problem’ yang
dipicu oleh kebanyakan anak. Atas dasar pandangan Al-Ghazali ini, penggunaan
alat kekinian perencanaan jumlah anak seperti pil KB atau media KB lainnya
untuk jangka waktu tertentu yang tidak berdampak pada penutupan sama sekali
kemungkinan kehamilan atau tidak merusak benih janin normal,
diperbolehkan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 3, halaman
554-555).
“Problem” dalam padangan Imam
Al-Ghazali di sini perlu digarisbawahi. Ledakan jumlah penduduk tanpa kontrol
bisa jadi menimbulkan masalah yaitu problem kesejahteraan, kependudukan, dampak
pada pendidikan, ledakan penduduk, peningkatan beban pemerintah baik pusat
maupun daerah. Bisa jadi problem medis seperti penyakit "berat" yang
akan diderita anak.
Di samping itu ledakan penduduk
berkaitan erat dengan penyediaan kebutuhan dasar yaitu pangan, keamanan,
lapangan kerja, urbanisasi, pendidikan, transportasi, energi, kesehatan,
perumahan, tatakota, dan problem sosial lainnya.
Hanya saja problem ledakan penduduk
ini harus didasarkan pada rilis resmi lembaga pemerintah terkait seperti Badan
Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
atau instansi pemerintah lainnya.
Diambil dari nu.or.id
0 komentar:
Posting Komentar