Salah satu
tujuan dari pernikahan dan perkawinan adalah pemenuhan kebutuhan seksual baik
untuk suami maupun istri. Pernikahan membuat hubungan seksual antara suami dan
istri menjadi halal, bahkan bernilai pahala dan ibadah.
Oleh karena
itu, baik suami dan istri harus dapat saling memenuhi kebutuhan seksual
pasangannya. Saking pentingnya pemenuhan hasrat seksual ini, Rasulullah Saw
bahkan bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ
إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ
حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika
seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu istrinya menolaknya
sehingga dia (suami) melalui malam itu dalam keadaan marah, maka malaikat
melaknat istrinya itu hingga shubuh.”
Kalimat
“mengajak ke tempat tidur” merupakan kinayah yang artinya mengajak berjimak.
Sedangkan yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Swt.
Berdasarkan
hadis ini, seorang istri akan dilaknat malaikat apabila ia menolak ajakan
suaminya untuk berjimak. Lalu, benarkah demikian?
Hadis di
atas memiliki empat belas sanad yang tercantum dalam beberapa kitab, di
antaranya Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Musnad Ahmad,
dan Sunan ad-Darimi. Semua riwayatnya bersumber dari Abu Hurairah
sebagai periwayat pertama.
Meskipun
hadis ini shahih, namun kita tidak boleh serampangan dalam memahaminya. Istri
yang menolak ajakan suaminya berjima’ tidak serta merta dilaknat malaikat.
Mengenai hal ini, Imam Nawawi dalam kitab Riyadusshalihin mengatakan,
أن الواجب عليها إذا دعاها الرجل
إلى حاجته أن تجيبه إلا إذا كان هناك عذر شرعي كما لو كانت مريضة لا تستطيع
معاشرته إياها أو كان عليها عذر يمنعها من الحضور إلى فراشه فهذا لا بأس وإلا فإنه
يجب عليها أن تحضر وأن تجيبه
Sesungguhnya
wajib baginya (istri) untuk memenuhi kebutuhan sang suami apabila ia (suami)
memintanya untuk berjima’, kecuali apabila ada udzur syar’i, misalnya sakit,
hingga sang istri tak dapat menggauli suaminya, atau apabila ada udzur
(lainnya) yang menghalanginya untuk datang ke tempat tidur (suami)nya. Maka hal
ini tidak apa-apa. Namun jika tidak ada udzur, maka wajib bagi istri untuk
mendatangi (suami)nya dan memenuhi permintaannya.
Jadi, istri
diperbolehkan untuk menolak ajakan suaminya apabila ia memiliki udzur syar’i,
misalnya karena sakit atau lelah yang tak memungkinkannya untuk memenuhi ajakan
berjimak.
Perlu
diketahui pula bahwa malaikat akan melaknat jika sang suami marah dan tidak
ridho kepada sang istri. Kemarahan suamilah yang mendatangkan laknat dari
malaikat. Maka, apabila sang istri menolak sedangkan suaminya memaklumi dan
meridhoinya, maka malaikat pun tak akan melaknatnya.
Lalu
bagaimana jika sang istri menginginkan berjimak sedangkan sang suami menolak,
apakah suami juga dilaknat malaikat?
Seorang
suami juga harus memenuhi hasrat sang istri. Imam Nawawi berkata
وإذا كان هذا في حق الزوج على
الزوجة فكذلك ينبغي للزوج إذا رأى من أهله أنهم يريدون التمتع فإنه ينبغي أن
يجيبهم
“Sebagaimana
hak suami atas istri, begitu pula suami, apabila ia melihat istrinya
menginginkan istimta’ (bersenang-senang/berjima’) maka ia harus memenuhinya.”
Apabila ilat
dari laknat adalah ketidakridhoan dari pasangan. Maka begitu pula suami, ia pun
dapat dilaknat malaikat apabila menolak ajakan berjimak dari istrinya tanpa
udzur.
Suami dan
istri harus saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Tidak berlaku
semena-mena atau memaksa pasangannya untuk memenuhi keinginannya semata.
Melainkan harus saling mengerti kondisi fisik dan psikis dari pasangannya.
Salah satu
prinsip dari pernikahan adalah muasyarah bil ma’ruf (memperlakukan
pasangan dengan baik). Sebagaimana firman Allah Swt
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ
فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs An-Nisa : 19)
Selain itu,
sesungguhnya pernikahan dibangun untuk menciptakan mawaddah wa rahmah atau
cinta kasih. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS ar-Rum (30): 21)
Jadi, baik
suami maupun istri harus saling memberikan ketentraman bagi pasangannya. Karena
menikah bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan seksual sesaat,
melainkan juga untuk memperoleh keturunan yang sah, membangun keluarga, menjaga
kehormatan dan menghindari diri dari perzinaan. Wallahu a’lam bisshowab
Tulisan ini
sudah pernah dipublikasikan di islami.co dan bincangsyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar