Membangun
bahtera rumah tangga tidaklah mudah bagi pasangan suami istri. Diperlukan
saling memahami dan mengerti serta mengisi antara satu dengan lainnya. Tetapi,
tidak jarang pula ada bumbu-bumbu pertengkaran di dalamnya. Namun, biasanya hal
itu timbul sebab ketidakpahaman atas kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi
oleh keduanya. Sehingga hak-hak yang harus didapatkan pun tidak terpenuhi
disebabkan kewajiban yang terbengkalai.
Lalu, apa
sih sebenarnya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan bagi seorang istri,
sekaligus menjadi hak bagi suami? Berikut ulasannya.
1. Taat kepada suami. Maka, bagi
seorang istri wajib mentaati suami yang sudah menjadi kepala rumah tangganya.
Karena keluarga adalah replika kecil dari masyarakat yang diharuskan ada
seorang pemimpin dan penanggung jawab di dalamnya.
Allah Swt pun telah menyiapkan kelebihan baik dari
jasmani maupun akal kepada laki-laki untuk dapat mengatur rumah tangga yang
dibangunnya dan mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Allah Swt
berfirman “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena
Allah telah melebihkan sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka telah
memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. Annisa/34).
Oleh karena suami adalah kepala keluarga, maka sudah
semestinya harus ditaati oleh anggota keluarganya, khususnya istri dengan
selalu berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga harta suami.
2. Melayani suami yang ingin
bersenang-senang (istimta’) atau berhubungan badan dengannya. Dan seorang istri
akan dianggap berdosa jika ia tidak mau menerima ajakan suami untuk berhubungan
badan kecuali ada udzur syar’i seperti ia masih haid, puasa fardlu, sakit atau
suami menghendaki berhubungan badan lewat dubur, maka istri boleh menolaknya,
bahkan harus menolaknya karena hal itu diharamkan oleh agama.
Adapun dalil istri harus siap melayani suami adalah
hadis dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang suami
mengajak istrinya ke tempat tidur lalu ia tidak mau (memenuhi ajakannya)
kemudian ia marah maka seorang istri itu akan dilaknat malaikat sampai pagi
harinya.” (HR. Albukhari dan Muslim).
3. Tidak menerima tamu yang datang ke
rumah kecuali dengan izin suami, terlebih tamu itu adalah orang yang tidak
disukai suami.
Allah Swt berfirman: “Wanita shalihah adalah yang
taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah
telah memelihara mereka. (QS. Annisa:34). Rasulullah saw. pun pernah
menyampaikan pesan di dalam khutbahnya tentang hal ini “Bertaqwalah kepada
Allah terkait hak istri-istri kalian. Kalian mengambil mereka dengan amanah
dari Allah, dan kalian halal berhubungan dengan mereka karena Allah halalkan
melalui akad. Hak kalian yang menjadi kewajiban mereka, mereka tidak boleh
memasukkan lelaki ke rumah. Jika mereka melanggarnya, pukullah mereka dengan
pukulan yang tidak menyakitkan. Sementara mereka punya hak disediakan makanan
dan pakaian dengan cara yang wajar, yang menjadi kewajiban mereka. (HR.
Muslim).
Selain itu terdapat pula hadis riwayat Abu Hurairah
ra. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak halal bagi wanita untuk puasa sunnah
kecuali dengan izin suaminya, dan istri tidak boleh mengizinkan orang lain
masuk ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya. (HR. Albukhari dan Muslim).
4. Tidak keluar rumah kecuali dengan
izin suami. Bahkan menurut syafiiyyah dan Hanabilah, tidak boleh bagi seorang
istri keluar untuk mengunjungi ayahnya yang sakit kecuali dengan izin suami.
Ibnu Umar berkata, Nabi Saw. bersabda: “Apabila istri kalian meminta izin
kepada kalian untuk berangkat ke masjid malam hari maka izinkanlah……” (HR.
Al Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari memberikan
penjelasan tentang hadis tersebut bahwa imam Nawawi mengatakan hadis ini
dijadikan dalil wanita tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan
izinnya. Di dalam kitab Marqatu Shu’udit Tasdiq syarah Sullamut Taufiq karya
imam Nawawi al Bantani menyebutkan
(ويجب أن (لاتخرج من بيته) الذي اسكنها فيه الزوج (الا بإذنه) فإن
الخروج من غير اذن يعد نشوز الا لعذر كخوف من انهدام المسكن أو غيره
Wajib bagi seorang istri untuk tidak kluar dari rumah
suaminya, yakni rumah yang di dalamnya ditinggali suaminya kecuali dengan izin
suaminya. Maka keluar dengan tanpa izin suami itu dianggap pembangkangan
(nusyuz) kecuali terdapat udzur karena khawatir dari (terkena) robohnya
rumah atau lainnya.
5. Tidak berpuasa sunnah kecuali dengan
izin suami. Maka, bagi seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah, sedangkan
suaminya sedang ada di rumah kecuali ia telah mengizinkannya. Abu Hurairah
ra.berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tidak halal bagi wanita untuk puasa
sunnah kecuali dengan izin suaminya, dan istri tidak boleh mengizinkan orang
lain masuk ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya. (HR. Albukhari dan
Muslim).
Artikel ini diambil dari bincangsyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar