Kerentanan kaum muda Indonesia,
khususnya pelajar dan mahasiswa, terhadap radikalisme, ekstremisme, dan
terorisme berkait erat dengan kegamangan mereka menghadapi problem-problem
struktural dan ketidakpastian masa depan. Ekspansi teknologi komunikasi, yang
dipicu penemuan internet, meruntuhkan jarak-jarak spasial dan sosial yang
akhirnya melipatgandakan kegamangan tersebut. Dampak paling nyata dari
perubahan ini tentu saja dirasakan oleh generasi milineal. Lahir dalam rentang
25 tahun terakhir, mereka tumbuh dan besar dalam dominasi budaya digital yang
erat bersinggungan dengan penyebaran pola konsumsi dan gaya hidup instan. Generasi ini terbiasa menyederhanakan
gambaran tentang dunia yang begitu kompleks ke dalam layar smartphone yang
dapat diklik dengan mudah untuk menemukan ‘apapun yang dibutuhkan’.
Kefrustrasian dapat dengan mudah menghinggapi ketika dunia virtual kerap
berbeda dengan dunia nyata penuh paradoks yang mereka hadapi.
Dalam situasi serba tidak pasti generasi
milineal berhadapan langsung dengan masifnya pengaruh ideologi Islamis yang
datang menawarkan harapan dan mimpi tentang perubahan dan masa depan yang lebih
bersinar. Dibangun di atas narasi yang menekankan pentingnya semangat kembali
kepada dasar-dasar fundamental Islam dan keteladanan generasi awal, ia berusaha
membuat jarak dan demarkasi antara Islam dengan dunia terbuka (open society)
yang digambarkan penuh dosa-dosa bid’ah, syirik, immoralitas dan kekafiran.
Kegagalan melakukan hal ini dipandang sebagai hal utama yang bertanggungjawab
di balik keterpurukan umat Islam berhadapan dengan dominasi politik, ekonomi
dan budaya sekular Barat. Khilafah didengungkan sebagai kunci untuk
mengembalikan kejayaan Islam. Meskipun bersifat utopis, ideologi Islamis ternyata
memiliki daya tarik terutama karena kemampuannya menawarkan pembacaan yang
‘koheren’ dan ‘solutif’ atas berbagai persoalan kekinian serta mengartikulasi
rasa ketidakadilan dan membingkai semangat perlawanan terhadap kemapanan.
Peran literatur keislaman dalam
persemaian ideologi Islamis di kalangan pelajar dan mahasiswa sangatlah
signifikan. Ideologi Islamis umumnya menyusup melalui buku-buku dan bacaan
keagamaan yang menyebar di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pada kenyataannya,
literatur yang berusaha menjajakan ideologi Islamis—yang berpusat pada tuntutan
tentang totalitas penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan dan bermuara
pada keinginan untuk mengganti sistem negarabangsa demokratis dengan khilafah
bahkan jika perlu ditempuh dengan kekerasan—hadir mencolok, membanjiri arena
dan landskap sosial di sekitar SMA dan Perguruan Tinggi Indonesia. Target
utamanya tentulah pelajar dan mahasiswa, yang dianggap potensial untuk direkrut
menjadi kader baru yang menopang keberlangsungan dan penyebaran lebih lanjut
ideologi tersebut. Beragam buku, referensi, dan majalah keislaman tumpah ruah
di hadapan mereka, menawarkan cara baca dan pemahaman yang beragam terhadap
Islam dan dunia. Dari isi, pendekatan, dan gaya persuasi yang dikembangkan,
buku-buku tersebut dapat dikategorikan menjadi jihadis, tahriri, tarbawi,
salafi dan Islamisme popular.
Dikutip
dari Executive Summary Pascasarjana UIN SUKA bekerjasama dengan Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah dan PusPIDep Yogyakarta.
Berikut kami lampirkan uraian lebih
lengkap pada link pdf di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar