Sebagian dari isi pembahasan kitab ini berisi
percakapan antara Rumi dengan Mu’inuddin Sulaiman Barunah, seorang lelaki yang
memiliki kedudukan tinggi di birokrasi pemerintahan Seljuk Romawi. Mu’inuddin
adalah orang yang sangat merindukan para ahli batin dan termasuk golongan yang meyakini
kewalian Maulana Rumi.
Kitab Fihi Ma
Fihi ini berisi kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas
masalah sekitar akhlak dan ilmu-ilmu Irfan yang dilengkapi dengan tafsiran atas
al-Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat
ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti
halnya diwan Matsnawi, kitab ini menyelipkan
berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, kitab
ini bisa membantu kita untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap
maksud-maksud ucapannya dalam berbagai kitab lainnya.
Maulana Rumi juga tidak lupa mencantumkan beberapa
nama yang memiliki hubungan emosional dengan beliau. Seperti Baha’ Walad (ayahnya),
Burhanuddin Muhaqqiq al-Tarmidzi (guru ayahnya) yang mendidiknya setelah sang ayah
wafat, Syamsuddin Tabrizi (sang maha guru Rumi), dan juga kekasih sekaligus
penolongnya, Shalahuddin Zarkub.
Kitab Fihi Ma Fihi
juga memuat ensiklopedi budaya Maulana Jalaluddin Rumi. Diketahui bahwa
beliau memiliki pengetahuan yang sangat dalam dan luas tentang bermacam-macam isu.
Sebagian dari kemampuannya adalah bagaimana ia bisa mengungkapkan gagasan cemerlang
dengan memakai redaksi yang biasa digunakan sehari-hari.
Misalnya ketika beliau menjelaskan roh Islam dan kehendak Allah dengan segala
ciptaan-Nya, beliau memakai term ‘Isyq (kerinduan
dan kecenderungan relung hati pada Wujud yang dirindukan) yang dapat
memengaruhi perasaan dan memalingkan akal, jiwa dan hati dalam waktu yang bersamaan.
Tujuan pokok dari kitab Fihi Ma Fihi ini adalah: Tarbiyah rohani pada manusia agar ia mengikuti
apa yang dikehendaki Allah, Tuhan semesta dan jagat raya ini.
Asalnya, kitab ini terdiri dari 71 pasal yang panjang redaksinya
berbeda-beda dan tanpa diberi judul. Enam pasal di antaranya ditulis dengan
menggunakan bahasa Arab, yaitu pasal 22, 29, 34, 43, 47 dan 48. Kami kemudian
mentoleransi untuk memberikan judul atas setiap pasal sesuai dengan isi pembahasan
yang dikandungnya. Meski demikian, kami tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa
judul yang kami gunakan untuk setiap pasal itu mengungkapkan materi pasal, karena
tidak jarang Maulana Rumi melompat dari satu pembahasan ke pembahasan lainnya.
Dalam
mengomentari
judul kitab ini, seorang pakar cendikiawan bernama Badi’uzzaman
Farouzanfar menjelaskan bahwa nama ‘Fihi Ma Fihi’ terdapat pada sampul salinan yang
ia yakini sebagai judul asli. Setelah ia melakukan penelitian terhadap kitab itu,
ia berkesimpulan bahwa kitab Fihi Ma Fihi
ini telah dibukukan dengan sempurna setelah wafatnya Rumi dengan merujuk pada
pembukuan per pasal ketika beliau masih hidup. Adapun yang melakukan penyempurnaan
kodifikasi kitab ini kemungkinan adalah puteranya, Sultan Walad, atau salah
satu muridnya.
Badiuzzaman Farouzanfar berkata dalam pengantar bukunya
tentang kitab ini: “Tidak mungkin kita mengira jika Rumi sendiri yang memberi
nama kitab ini. Besar dugaan nama ini (Fihi
Ma Fihi) diambil dari penggalan syair yang tertera dalam al-Futuhat al- Makkiyah karya Syekh Muhyiddin
ibn ‘Arabi.” Adapun penggalan itu adalah sebagai berikut:
Dalam proses penerjemahan ke dalam bahasa Arab dari bahasa
Persia, kami bersandar pada buku ulasan karya Farouzanfar. Sementara dalam
menghadapi beberapa kemusykilan yang ditemukan, kami merujuk pada buku terjamah
versi bahasa Inggris yang ditulis oleh Arthur J. Arbery yang diberi judul Discourses of Rumi.
Karena tujuan yang mendorongku untuk menanggung
penerjemahan ini, maka di akhir pengantar ini, izinkan kami meminjam
pernyataan-pernyataan yang pernah diungkapkan oleh Dr. Muhammad Abdus Salam Kafafi
yang kami anggap sesuai dengan harapan kami. Pernyataan itu terdapat pada pengantar
terjamah kitab Matsnawi juz 2 yang
isinya sebagaimana berikut:
“Kami
sangat membutuhkan etika tasawuf yang konstruktif, yang dapat mengembalikan kehidupan
kepada jiwa bangsa Arab yang asli dan menyingkirkan esensinya yang tertutupi
oleh debu-debu masa. Di saat itu kita akan menggenggam kekuatan harapan. Kita tidak
akan khawatir tertiup oleh beberapa penghalang dan debu-debu jalanan. Termasukdari
akhlak tasawuf adalah mengalahkan syahwat dan menganggap ringan kehidupan ini demi
mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Demikian pula hendaknya kita mengikuti apa
yang kita yakini dalam berbuat dan berkata.”
Benar bahwa kita memang
sangat butuh pada etika seorang pendidik yang akan menangkis umat dari depresi
yang dapat menjerat mereka dan menjadikan mereka bahan tertawaan bangsa- bangsa
lain, atau menjadi bahan percobaan bagi setiap eksperiman murahan. Namun
bagaimana mungkin syair ini akan membuat keadaan menjadi stabil jika faktor-faktor
etika dan para pendongeng banyolan selalu menghujani umat dengan kejanggalan, keletihan
dan kerendahan.
Maka kepada putra-putra
bangsa yang mulia ini aku persembahkan bara api yang dinyalakan oleh sang
penyair dan pemikir yang rindu pada Sang Pencipta, Maulana Jalaluddin Rumi.
Sosok, yang oleh Abdurrahman Jami’ disebut sebagai penyair bijak terbesar abad 7
H. “Ia bukan seorang Nabi, tetapi ia menerima kitab suci,” Puji Abdurrahman Jami’.
Allah SWT adalah tujuan di
awal dan di akhir
Disadur
dari Pengantar Kitab Fihi Ma Fihi
Berikut
kami lampirkan versi luring (offline) agar pembaca bisa mengeksplor lebih dalah
isi kandungannya. Fihi Ma Fihi pdf
0 komentar:
Posting Komentar