Pages

Sabtu, 15 Juni 2019

Fihi Ma Fihi; Mengarungi Samudera Kebijaksanaan


Sebagian dari isi pembahasan kitab ini berisi percakapan antara Rumi dengan Mu’inuddin Sulaiman Barunah, seorang lelaki yang memiliki kedudukan tinggi di birokrasi pemerintahan Seljuk Romawi. Mu’inuddin adalah orang yang sangat merindukan para ahli batin dan termasuk golongan yang meyakini kewalian Maulana Rumi.
Kitab Fihi Ma Fihi ini berisi kumpulan materi perkuliahan, refleksi dan komentar yang membahas masalah sekitar akhlak dan ilmu-ilmu Irfan yang dilengkapi dengan tafsiran atas al-Qur’an dan Hadis. Ada juga beberapa pembahasan yang uraian lengkapnya dapat ditemukan dalam kitab Matsnawi. Seperti halnya diwan Matsnawi, kitab ini menyelipkan berbagai analogi, hikayat sekaligus komentar Maulana Rumi. Selain itu, kitab ini bisa membantu kita untuk memahami pemikiran beliau dan menyingkap maksud-maksud ucapannya dalam berbagai kitab lainnya.
Maulana Rumi juga tidak lupa mencantumkan beberapa nama yang memiliki hubungan emosional dengan beliau. Seperti Baha’ Walad (ayahnya), Burhanuddin Muhaqqiq al-Tarmidzi (guru ayahnya) yang mendidiknya setelah sang ayah wafat, Syamsuddin Tabrizi (sang maha guru Rumi), dan juga kekasih sekaligus penolongnya, Shalahuddin Zarkub.
Kitab Fihi Ma Fihi juga memuat ensiklopedi budaya Maulana Jalaluddin Rumi. Diketahui bahwa beliau memiliki pengetahuan yang sangat dalam dan luas tentang bermacam-macam isu. Sebagian dari kemampuannya adalah bagaimana ia bisa mengungkapkan gagasan cemerlang dengan memakai redaksi yang biasa digunakan sehari-hari. Misalnya ketika beliau menjelaskan roh Islam dan kehendak Allah dengan segala ciptaan-Nya, beliau memakai term ‘Isyq (kerinduan dan kecenderungan relung hati pada Wujud yang dirindukan) yang dapat memengaruhi perasaan dan memalingkan akal, jiwa dan hati dalam waktu yang bersamaan.
Tujuan pokok dari kitab Fihi Ma Fihi ini adalah: Tarbiyah rohani pada manusia agar ia mengikuti apa yang dikehendaki Allah, Tuhan semesta dan jagat raya ini.
Asalnya, kitab ini terdiri dari 71 pasal yang panjang redaksinya berbeda-beda dan tanpa diberi judul. Enam pasal di antaranya ditulis dengan menggunakan bahasa Arab, yaitu pasal 22, 29, 34, 43, 47 dan 48. Kami kemudian mentoleransi untuk memberikan judul atas setiap pasal sesuai dengan isi pembahasan yang dikandungnya. Meski demikian, kami tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa judul yang kami gunakan untuk setiap pasal itu mengungkapkan materi pasal, karena tidak jarang Maulana Rumi melompat dari satu pembahasan ke pembahasan lainnya.
Dalam mengomentari judul kitab ini, seorang pakar cendikiawan bernama Badi’uzzaman Farouzanfar menjelaskan bahwa nama ‘Fihi Ma Fihi’ terdapat pada sampul salinan yang ia yakini sebagai judul asli. Setelah ia melakukan penelitian terhadap kitab itu, ia berkesimpulan bahwa kitab Fihi Ma Fihi ini telah dibukukan dengan sempurna setelah wafatnya Rumi dengan merujuk pada pembukuan per pasal ketika beliau masih hidup. Adapun yang melakukan penyempurnaan kodifikasi kitab ini kemungkinan adalah puteranya, Sultan Walad, atau salah satu muridnya.
Badiuzzaman Farouzanfar berkata dalam pengantar bukunya tentang kitab ini: “Tidak mungkin kita mengira jika Rumi sendiri yang memberi nama kitab ini. Besar dugaan nama ini (Fihi Ma Fihi) diambil dari penggalan syair yang tertera dalam al-Futuhat al- Makkiyah karya Syekh Muhyiddin ibn ‘Arabi.” Adapun penggalan itu adalah sebagai berikut:
Dalam proses penerjemahan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Persia, kami bersandar pada buku ulasan karya Farouzanfar. Sementara dalam menghadapi beberapa kemusykilan yang ditemukan, kami merujuk pada buku terjamah versi bahasa Inggris yang ditulis oleh Arthur J. Arbery yang diberi judul Discourses of Rumi.
Karena tujuan yang mendorongku untuk menanggung penerjemahan ini, maka di akhir pengantar ini, izinkan kami meminjam pernyataan-pernyataan yang pernah diungkapkan oleh Dr. Muhammad Abdus Salam Kafafi yang kami anggap sesuai dengan harapan kami. Pernyataan itu terdapat pada pengantar terjamah kitab Matsnawi juz 2 yang isinya sebagaimana berikut:

“Kami sangat membutuhkan etika tasawuf yang konstruktif, yang dapat mengembalikan kehidupan kepada jiwa bangsa Arab yang asli dan menyingkirkan esensinya yang tertutupi oleh debu-debu masa. Di saat itu kita akan menggenggam kekuatan harapan. Kita tidak akan khawatir tertiup oleh beberapa penghalang dan debu-debu jalanan. Termasukdari akhlak tasawuf adalah mengalahkan syahwat dan menganggap ringan kehidupan ini demi mencapai cita-cita yang lebih tinggi. Demikian pula hendaknya kita mengikuti apa yang kita yakini dalam berbuat dan berkata.”

Benar bahwa kita memang sangat butuh pada etika seorang pendidik yang akan menangkis umat dari depresi yang dapat menjerat mereka dan menjadikan mereka bahan tertawaan bangsa- bangsa lain, atau menjadi bahan percobaan bagi setiap eksperiman murahan. Namun bagaimana mungkin syair ini akan membuat keadaan menjadi stabil jika faktor-faktor etika dan para pendongeng banyolan selalu menghujani umat dengan kejanggalan, keletihan dan kerendahan.
Maka kepada putra-putra bangsa yang mulia ini aku persembahkan bara api yang dinyalakan oleh sang penyair dan pemikir yang rindu pada Sang Pencipta, Maulana Jalaluddin Rumi. Sosok, yang oleh Abdurrahman Jami’ disebut sebagai penyair bijak terbesar abad 7 H. “Ia bukan seorang Nabi, tetapi ia menerima kitab suci,” Puji Abdurrahman Jami’.
Allah SWT adalah tujuan di awal dan di akhir

Disadur dari Pengantar Kitab Fihi Ma Fihi
Berikut kami lampirkan versi luring (offline) agar pembaca bisa mengeksplor lebih dalah isi kandungannya. Fihi Ma Fihi pdf

0 komentar:

Posting Komentar

Senata.ID -Strong Legacy, Bright Future

Senata.ID - Hidup Bermanfaat itu Indah - Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat & sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer