Onani
adalah tindakan pemuasan syahwat dengan merangsang alat kelamin sendiri yang
dilakukan oleh laki-laki bisa menggunakan tangan dan lainnya. Menurut
penelitian para ahli seksologi onani yang dilakukan oleh laki-laki jauh lebih
banyak dilakukan dibanding mastrubasi oleh perempuan.
Onani
merupakan perbuatan yang tidak baik dan termasuk dosa besar karena syara’ mencegah dari
perbuatan itu dan Rasulullah SAW memperingatkan pada apa yang dilakukan
setelahnya, yang nantinya berdampak pada penyakit-penyakit tubuh. Dijelaskan
juga, pada masa akan datang (hari kiamat) orang yang melakukan hal itu
tangannya dalam keadaan hamil (diibaratkan tangannya terjima’) kemudian menjadi
hamil) ketika orang itu belum bertaubat dari dosanya.
Oleh
karena itu, dalam Madzhab Imam Syafi’i tidak boleh melakukan onani meskipun
khawatir terjadi perbuatan zina. Berbeda dengan Imam Ahmad yang memperbolehkan
melakukan onani sebagai alternatif menghindari perbuatan zina. Keterangan
tersebut dijelaskan dalam kitab I’anatut
Thalibin Juz 3 halaman 340 sebagai berikut:
وقوله لا بيده: أي لا يجوز
الاستمناء بيده، أي ولا بيد غيره غير حليلته، ففي بعض الاحاديث لعن الله من نكح
يده. وإن الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم وقوله وإن خاف الزنا: غاية لقوله لا
بيده، أي لا يجوز بيده وإن خاف الزنا
وقوله خلافا لاحمد: أي فإنه
أجازه بيده بشرط خوف الزنا وبشرط فقد مهر حرة وثمن أمة
Dalam
keterangan redaksi di atas (Madzhab Syafi’i) tidak diperbolehkan
bersenang-senang dengan tangannya (onani) selain halilah (istri atau
budak perempuan). Hal itu didasarkan pada sebagian hadis yang menyebutkan bahwa
“Allah Swt melaknat orang yang menikahi tangannya (mengambil kesenangan (onani)
dengan tangannya). Dan sesungguhnya Allah Swt merusak umat yang bermain alat
kemaluan.
Dalam syarh kitab tersebut
dijelaskan, Madzhab syafi’i memandang haram melakukan hal itu meskipun
khawatir/terjerumus terjadi zina. Sedangkan Imam Ahmad berbeda pendapat,
bahwa boleh melakukan onani dengan syarat khawatir terjadi zina dan ia tidak
punya mahar untuk wanita merdeka, dan juga tak punya uang untuk membeli budak
(dalam konteks zaman perbudakaan dahulu).
Selain
itu juga, dalam redaksi kitab Fiqh
‘ala Madzahib al Arba’ah juz 5 halaman 65, bahwa sebagian ulama madzhab Hanafi memperbolehkan
onani apabila khawatir terjerumus zina. Akan tetapi pendapat
itu dhoif dan
tidak dianggap. Lebih dari itu, perbuatan onani akan berdampak bahaya pada
kesehatan badan dan akal pikiran, seperti tubuhnya kurus, kedua matanya cekung
dan membiru, wajahnya pucat, dan lain-lain.
اما الضرر الذي يصيب الجسم فقد
قالوا ما معناه : إن من استدام عليه اصاب جسمه هزال وساقيه إنحلال وعينيه غور مع
إحاطتهما بهالة زرقاء واصطبغ وجهه أصفر فيه زرقة وتبلجت يداه وانكمش جلده و اصاب
جسمه قشعريرة عند توجيه اي سؤال إليه. مع انخفاض الرأس و ضعف عضو التناسل ضعفا
متناهيا
واما ما يصيب القوي العقلية
فإنه يجعل الفكر ساقطا والقريحة جامدة و يسلط على الفكر التهور و الغضب لأقل سبب
والعناد و التقلب في الأحوال وعدم الثبات في الأعمال ويجعل صاحبه بعيدا عن إخوانه
، ويحبب إليه الغزلة عن الناس. ولقد قيل أن المرة الواحدة من الإستمناء باليد
تساوي إثنتى عشرة مرة من الجماع
“Adapun kerusakan yang menimpa pada fisik, ulama
mengatakan: “barangsiapa yang melakukan terus menerus tubuhnya akan
mengalami kurus (lemah), kaki bagian betisnya kendor, kedua matanya cekung
serta membiru, aura wajahnya pucat, kedua tangannya lemah, tulangnya mengecil, badannya gemetar ketika diajukan pertanyaan kepadanya
serta kepalanya akan menunduk, dan menyebabkan lemahnya organ produksi (seks).
“Adapun kerusakan pada akal (psikis) akan menyebabkan
seseorang cenderung berpikiran lemah/rendah, berwatak keras, ceroboh, sering
marah hanya dengan masalah sepele, keras kepala, dan tidak memiliki
pendirian yang tetap pada perilaku, menjadikan jauh dari temannya, dan suka
menyendiri. Menurut pendapat, bahwa melakukan satu kali onani sama dengan
12 kali dari jimak.” (Hikmah at Tasyri’ wa Falsafatuhu,
juz 2 halaman 191-192).
Dengan
demikian, hemat kami, jauhilah perilaku onani, karena dampaknya begitu bahaya
baik menurut syara’ maupun kesehatan fisik dan psikis. Lalu bagaimana cara
mengendalikan gejala tersebut? Islam mengajarkan cara mengendalikan gejolak
seksual dengan berpuasa. Nabi Muhammad SAW mensunnahkan kepada para pemuda
yang sudah sanggup berumah tangga agar segera menikah, dan bagi mereka yang
belum sanggup untuk menikah karena berbagai sebab, disarankan mendekatkan diri
kepada Allah SWT, salah satunya dengan berpuasa.
Dikutip
dari islami.co
0 komentar:
Posting Komentar