Persoalan
paling fenomenal dalam Islam adalah pembolehan poligami, di mana seorang pria
diperbolehkan menikahi lebih dari satu istri, bahkan dalam waktu bersamaan.
Saat manusia belajar konsep kesetaraan gender seperti itulah, Islam menjadi
sorotan. Male dominated,
adalah alasan yang sering disebut-sebut; dimana tafsir-tafsir melegalkan pola
hidup patriarkhi dan memberi hak istimewa pada lelaki, dan seakan-akan
memojokkan kaum perempuan.
Meskipun
keadilan adalah syarat paling mutlak dari poligami, rasanya syarat tersebut
masih belum menjawab pertanyaan dari para perempuan: keadilan macam apa dalam
rumah tangga yang terdiri dari seorang ayah dan ibu yang lebih dari satu?
Keadilan macam apa yang bentuknya menikahi dan membagi cintanya kepada
perempuan lebih dari satu? Bagaimana bisa Islam melegal-formalkan keadilan
semacam ini?
“Islam mengajarkan prinsip pembebasan.
Konsekuensi logisnya, perempuan harus dibebaskan dari penafsiran yang
‘cenderung’ merugikan dan mengabaikan keadilan mereka.” Demikian
adalah proposal dari Asghar Ali Enginer.
Poligami,
berasal dari bahasa Yunani, Polus yang
berarti banyak, dan Gamos yang
berarti perkawinan. Meyakini Al-Quran dan Sunnah menghalalkan poligami adalah
kewajiban. Mengharamkan hal yang sudah ditetapkan kehalalannya sangat dilarang.
Surat Al-Nisa ayat 3 adalah dasarnya. Pada waktu ayat ini diturunkan,
Rasulullah memberi perintah semua lelaki menceraikan semua istri yang dinikahi
sampai tersisa empat saja. Seperti riwayat Ahmad dan Al-Tirmidzi bahwa ketika
Ghailan ibn Salamah masuk Islam dan diperintahkan untuk menceraikan beberapa
istrinya hingga tertinggal empat istri saja.
Dijelaskan
oleh Musthafa Al-Syiba’I, dalam kitab Al-Mar’ah
baina Al-Fiqh wa Al-Qanun, bahwa pada masa kejayaan Athena, Yunani,
India, dan Babilonia, Assyria, dan Mesir poligami tidak terbatas. Agama ‘Like’
di Kerajaan China pun memperbolehkan poligami dari 130 sampai 30.000 istri.
Yahudi tidak memberi batas jumlah perempuan yang boleh dinikahi. Beberapa nabi
yang disebut dalam Taurat pun berpoligami. Semisal Solomon (Sulaiman AS.) memiliki
700 istri dan 300 selir. David (Daud AS.) mempunyai 6 (enam) istri dan beberapa
selir. Berbeda dalam agama Kristen yang mendorong supaya lelaki hanya
mencukupkan satu istri saja.
Bagaimana
dalam sejarah masyarakat Islam formatif? Tercatat, semisal, Mughirah Shuebah
mempunyai 80 istri sepanjang hidupnya, Muhammad Thayib pernah menikahi 900
perempuan, bahkan Khalifah Abbasiyah Harun Al-Rasyid, konon, memiliki bangunan
khusus untuk disinggahi seribu selirnya. Beberapa ulama madzhab Al-Zahiriyah (tokoh
madzhab ini adalah Daud Al-Dzahiri), dimana madzhab ini pada awalnya sangat
populer di Afrika Utara, mengijinkan pria menikahi 18 perempuan (untuk madzhab
yang terakhir ini, Wahbah Zuhaily berkomentar bahwa golongan yang
memperbolehkan menikahi 18 perempuan sama sekali tidak bisa berbahasa Arab).
Bagaimana Baiknya Melihat Poligami?
Pembaca
yang budiman, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa poligami bukanlah anjuran,
apalagi kewajiban. Namun dapat dibenarkan bahwa poligami adalah adat atau
tradisi yang sudah ada sebelum Islam datang. Karenanya Islam pun tidak
melarang. Semisal adanya alasan yang memperbolehkan poligami, seperti yang
disebutkan Musthofa Al-Syiba’I, sekalipun tidak merubah status poligami yang
bukan anjuran, apalagi kewajiban. Banyak ulama yang sepakat dengan pendapat
saya ini.
Surat
Al-Nisa ayat 3 yang memberikan penjelasan bahwa syarat suami yang berpoligami
wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya, pada dasarnya tidak membuat
peraturan mengenai poligami. Ayat ini pun tidak menunjukkan anjuran atau
kewajiban poligami. Saat Quraisy Shihab memberi komentar pada ayat ini, ia
menegaskan bahwa keterangan di Al-Nisa ayat 3 hanya berbicara mengenai poligami
saja; poligami itu BOLEH diberlakukan ketika keadaan menghendaki dan
dengan syarat yang SANGAT tidak ringan.
Islam
sangat melarang menyakiti sesama manusia, termasuk kepada istri. Dalam keadaan
istri yang mandul atau mengidap penyakit kronis, misalnya, fiqih memberikan
status boleh melakukan poligami. Itu saja. Bukan anjuran, apalagi kewajiban.
Siapa manusia yang tega menyakiti istri yang dicintai dengan menikahi perempuan
lain ketika ia tergolek lemah di pembaringan? Atau siapa perempuan yang sanggup
menahan perihnya dibagi cinta ketika sekaligus ia harus menanggung kepedihan
karena tak sanggup memberikan keturunan kepada suaminya?
Dalam
kasus membagi giliran, misalnya, seperti yang dijelaskan Imam Taqiyudin dalam
kitab Kifayat Al-Akhyar, suami sangat dilarang mengumpulkan dua istri dalam
satu rumah dan dalam satu waktu, meskipun hanya satu malam, tanpa kesediaan
kedua istri tersebut. Karena diindikasikan terjadi keributan dan pertengkaran.
Maka haram hukumnya jika sampai terjadi keributan itu.
Jika
memang berpoligami, dengan syarat yang diperbolehkan syariat sebelumnya, Islam
sangat ketat sekali mengaturnya; suami harus adil baik soal makanan, minuman,
pakaian, tempat tidur, hingga nafkah, dengan penyamarataan yang membuat para
istri senang. Sekali saja pilih kasih dengan memberikan lebih banyak pada satu
istri, maka hal itu adalah wujud ketidak adilan. Suami yang tidak adil semacam
ini ditegaskan Rasulullah akan mendapat adzab yang perih di hari kiamat nanti
(HR. Ahmad dari Abu Hurairah).
Ada
penjelasan paling baik untuk melihat bagaimana baiknya pembaca yang budiman
melihat poligami:
“Kalian diperbolehkan menikahi empat
wanita. Jika tidak bisa adil, maka tiga saja. jika tidak dapat berbuat adil,
maka dua. Jika tidak dapat berbuat adil, maka satu saja.” (Ibnu
Arabi, Ahkam Al-Quran, Juz I, hlm. 408)
Quraisy
Shihab memberikan analogi menarik tentang poligami:
“Dalam Al-Quran yang membolehkan
poligami, redaksinya sama seperti ucapan seseorang yang melarang orang lain
memakan makanan tertentu: “Jika Anda khawatir akan sakit bila makan
makanan ini, maka habiskan saja makanan yang lain yang ada di hadapan Anda
selama tidak khawatir sakit.”
Dengan demikian penekanan perintah menghabiskan makanan yang lain hanya sekedar
untuk menekankan larangan memakan makanan tertentu.” (Quraisy
Shihab, Wawasan Al-Quran, hlm. 200)
Jika
Anda khawatir berdosa ketika tidak mampu berlaku adil dengan istri-istri Anda,
sebaiknya satu saja. Begitu, kan?
Dikutip
dari islami.co
0 komentar:
Posting Komentar