Dalam
mengekspresikan sebuah makna dalam Alquran, berkali-kali Allah memadukan
keindahan tutur dan keindahan bertutur, hal ini sebenarnya menegaskan bahwa ada
hubungan kuat antara sastra (الأدب)
dan etika (التأدب), dengan pemilihan
ungkapan yang nampak biasa, Allah menyelipkan tata krama interaksi kehidupan
yang anggun dan indah.
Ini
misalnya, bisa kita lihat dalam beberapa ayat berikut:
1- Etika kepada Allah SWT:
Contoh
dalam surah al Fatihah: 7
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
"(yaitu)
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat".
Dalam
ayat ini, Allah menisbatkan nikmat secara langsung kepada diriNya dan tidak
menisbatkan marah dan penyesatan kepada-Nya (meskipun juga berasal dari-Nya),
ini memberi kita petunjuk etika, bahwa hanya kebaikanlah yang layak dinisbatkan
kepada Allah.
Ini
juga bisa kita temukan dalam surah Ali Imron:26
بيدِكَ الخيرُ
"Di
tangan Engkaulah segala kebajikan"
Dalam
ayat ini, Allah mencukupkan penyebutan الخير
(kebaikan) tanpa menyebut الشر (keburukan) juga
karena alasan mengajarkan etika kesantunan bertutur, untuk tidak menisbatkan
keburukan kepada-Nya.
2- Etika kepada baginda Nabi Muhammad:
Contoh
dalam surah al Qoshosh: 44
وَمَا كُنتَ بِجَانِبِ
ٱلْغَرْبِىِّ إِذْ قَضَيْنَآ إِلَىٰ مُوسَى ٱلْأَمْرَ
"Dan
tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami
menyampaikan perintah kepada Musa"
Ayat
ini luar biasa, penggunaan kata الغربي
(barat) sebenarnya tidak pernah dipakai oleh Allah sebelumnya ketika
menceritakan tempat dialog Allah dengan Nabi Musa, karena dalam ayat yang lain,
biasanya Allah menggunakan kata الأيمن
(kanan) ketika menceritakan lokasi dialog tersebut, ini misalnya dalam Maryam:
52
وَنَٰدَيْنَٰهُ مِن جَانِبِ
ٱلطُّورِ ٱلْأَيْمَنِ
"Dan
Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur"
Tapi,
demi menjaga etika kepada Nabi Muhammad, Allah TIDAK mengatakan kepada beliau: "Dan
tidaklah kamu berada di sisi yang sebelah kanan" (tidak di kanan berarti
di kiri)
dan
Allah memilih menggunakan kata "barat" demi tetap memulyakan Nabi
Muhammad dan tidak menafikan keberadaan beliau di sebelah kanan.
Mengingat KANAN sudah identik dengan kebaikan.
3- Etika kepada majikan:
Contoh
dalam surah Yusuf: 26
قَالَ هِىَ رَٰوَدَتْنِى عَن
نَّفْسِى ۚ
Yusuf
berkata: "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)
Penggunaan
dhomir هي dalam ayat ini adalah bentuk dari etika Nabi
Yusuf kepada sang menteri untuk tidak menyebut nama istrinya di depannya.
Disadur
dari postingan facebook KH. M. Afifuddin Dimyathi (Pengasuh PP Darul Ulum
Rejoso Jombang)
0 komentar:
Posting Komentar