Islam
memandang perbedaan sebagai keniscayaan. Hal ini berdasarkan sebuah realitas
dalam kehidupan, bahwa Allah Swt menciptakan makhlukNya beraneka macam.
Artinya, Allah Swt menghendaki keberagaman di muka bumi ini, bukan keseragaman.
Meskipun demikian, seandainya Allah berkehendak, niscaya Allah mampu
menciptakan makhluk-makhlukNya secara seragam. Tetapi, Allah lebih memilih
keberagaman, agar manusia berpikir dan mengimani kebesaran Allah Swt.
Walaupun
kita hidup di muka bumi ini dengan perbedaan-perbedaan, bukan berarti perbedaan
yang ada menjadi problem, apalagi konflik di antara sesama umat manusia.
Perbedaan yang ada hendaknya menjadi rahmat dan memperkuat kearifan kita untuk
menerima keberagaman. Begitu halnya dengan penafsiran. Begitu banyak penafsiran
terhadap Islam yang bermacam-macam dari kalangan ulama sejak klasik hingga
kontemporer. Keberagaman penafsiran itu tidak menjadi konflik di antara ulama,
karena perbedaan yang ada dijembatani oleh akhlakul
karimah dan sikap toleran atas penafsiran yang berbeda-beda, selama
penafsiran itu tidak melenceng dari ajaran-ajaran Islam.
Menurut
pakar tafsir terkemuka asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, perbedaan-perbedaan
yang ada hendaknya dijembatani oleh moralitas yang luhur dan akhlak di antara
sesama. Perbedaan adalah keniscayaan, tetapi akhlak adalah titik temu (kalimatun sawa).
“Penafsiran Islam itu bisa berbeda-beda. Kita harus sadari kecenderungan orang
bisa berbeda-beda,” jelas Quraish Shihab saat Halalbihalal dan Milad ke-47
Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (17/7).
Ia
mencontohkan tentang kecenderungan setiap manusia berbeda-beda dalam semua hal.
Tidak mungkin setiap manusia disama ratakan, baik keinginan maupun perilakunya.
Karena itu, ia menekankan agar umat mengambil hikmah dan kearifan atas
keberagaman di muka bumi ini. “Tadi, Pak Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa Nawawi
Banten berbeda dengan Imam Syafii,” katanya.
Selain
itu, pendiri Pusat Studi Al-Quran itu juga menambahkan, agar akhlak menjadi
paradigma sekaligus jalan hidup setiap orang untuk membangun kerukunan dan
kedamaian di antara perbedaan yang ada. Apabila seseorang telah keluar dari
perilaku yang baik dan akhlak mulia, maka orang tersebut sulit untuk menemukan
titik temu. “Usul saya kita bertemu pada rahmat dan akhlak. Selama sudah keluar
dari akhlak dan rahmat kita berkata anda tidak bersama saya,” pungkasnya.
Dikutip
dari islamramah.co
0 komentar:
Posting Komentar