Dengan
keadaan seperti itu seakan bukan sebatas sukses dunia akhirat saja yang
harusnya menjadi tujuan hidup. Karena jika yang menjadi patokan hanya
kesuksesan itu, sangat rapuh ketangguhan hati kita terhadap masalah-masalah
yang mungkin kelak akan kita hadapi. Jiwa kita seakan belum bersandar kepada
sesuatu yang tepat.
Mengapa
Allah menakdirkan kita hidup di bumi sebagai manusia, mengapa tidak menjadi
batu, gunung, angin, tumbuhan, atau hewan? Yang hanya bisa pasrah atas kodrat
mereka. Tapi mengapa menjadi manusia? Kita tidak akan pernah mengenali siapa
diri kita yang sebenarnya, mengapa kita hidup dan apa tujuannya?
Jawaban
mayoritas yang kedua setelah kesuksesan diatas adalah dapat bermanfaat bagi
orang lain. Ini betul, manusia sebagai makhluk sosial pasti punya naluri untuk
dapat bermanfaat bagi orang lain, terutama bisa bermanfaat untuk orang-orang
yang dicintai. Sejahat-jahatnya maling pasti dia melakukan tindakan pencurian
atas dasar untuk memenuhi kebutuhan orang yang dicintainya.
Agar
dia bisa merasakan menjadi orang yang bermanfaat. Celakanya disini banyak yang
ingin bermanfaat bukan karena suatu kewajiban melainkan karena ingin dipandang
oleh orang lain, itulah yang terkadang membuat manusia menghalalkan segala cara
untuk dapat menjadi seseorang yang terpandang.
Bermanfaat
bagi orang lain merupakan awal untuk menemukan tujuan hidup yang lebih hakiki.
Bermanfaat itu sendiri pasti diterapkan melalui sebuah tindakan atau perbuatan.
Banyak sekali tindakan atau perbuatan itu yang dapat memberikan manfaat bagi orang
lain.
Melaksanakan
zakat, bersedekah, beramal, atau bahkan jika kita buang air kecil dan kita
mempunyai kesadaran harus menyiramnya setelah selesai itu sudah menjadi manfaat
bagi orang lain karena orang lain merasa nyaman ketika menggunakan wc
setelahnya. Bayangkan jika kamu tidak menyiramnya, apalagi malam harinya kamu
habis makan pete apa jengkol, pasti orang lain yang menggunakan wc setelah kamu
akan merasa tidak nyaman, nggrundel, atau mungkin kamu bisa kena makikarena bau
yang khas.
Setelah
dulu tujuan pertama adalah sebuah kesuksesan yang maknanya pun demi
menyenangkan diri sendiri, kali ini tujuan berikutnya adalah bermanfaat bagi
orang lain. Lantas bagaimana mereka mempersepsikan sebuah bentuk kemanfaatan
bagi orang lain tersebut? Celakanya mereka sering menggunakan ini sebagai
landasan pacu mereka untuk terus ngegas mengejar dunia. Tentu hal tersebut
tidaklah salah. Sungguh cerdik. Kalian akan mendapatkan keuntungan
berlipat-lipat.
Pertama,
anda akan dibilang kaya dan sukses karena banyak membantu orang lain. Kedua,
kamu akan terkenal di mata orang lain. Yang ketiga, kamu mendapatkan banyak
pahala pula darinya. Anda tidak akan direndahkan atau diremehkan. Anda tidak
akan kelaparan. Anda tidak akan kesunyian. Anda mendapatkan perhatian begitu
pula eksistensi di depan para hambanya 'yang ingin menapaki jalan yang sama'
atau 'yang gumunan'.
Mungkin
anda tipikal raja, seperti Nabi Sulaiman. Tapi apa yang didapat oleh Nabi
Sulaiman pun karena dia mendapat buah dari cahaya-Nya. Ketika kita hanya hamba
sahaya, justru kehatian-hatian atau sikap waspadalah ketika kita mendapatkan
kecerdikan tersebut. Apakah kita sedang diuji? Atau memang fadhillah anda seperti
itu? Ataukah anda menjadi pemimpin karena memang bukan semata-mata kehendakmu?
Apa
kebermanfaat bisa menjadi sebuah bentuk keserakahan? Mereka mulai banyak
bersembunyi pada tujuan hidup yang banyak dipilih kedua ini. Singkat saja,
manfaat tak hanya sebatas materi. Sebuah senyuman pun dapat bernilai ibadah dan
mengandung energi yang luar biasa ketika kita memberikan banyak senyuman kepada
orang lain. Manfaat itu adalah suatu usaha bukan tujuan/hasil. Karena
bermanfaat atau tidaknya hidupmu, itu tergantung kehendakNya.
Jika
manfaat itu terlalu banyak anda kalkulasi dengan imbalan apapun, termasuk
pahala. Keistiqomahan anda dalam melakukan suatu usaha tidak akan pernah bisa
tulus. Dan jika anda memandang jika hanya dengan materi manfaat itu dapat
didapat, bukankah tujuan utamanya adalah materi, bukan manfaatnya?
Karena
kalau anda ingin bermanfaat bagi orang lain dengan ikhlas, di segala ruang dan
waktu banyak yang membutuhkannya. Dan tidak ada celah bagimu untuk
beristirahat, kecuali memohon pertolongan dengan terus mengingatNya.
Karena kekerdilanmu, karena ketidaktahuanmu, karena ketidaktegaanmu, karena
ketidakmampuanmu. Pun pada akhirnya kamu hanya mengingat "rabbana zhalamna anfusana, wa in lam
taghfirlana, watarhamna lanakunanna minal khasiriin." (7:23)
Dikutip dari kompasiana.com/taufansatyadharma/
0 komentar:
Posting Komentar